Dari kasus tersebut pengelolaan konflik yang dipakai oleh masyarakat adat dan masyarakat biasa sangat terlihat perbedaannya. Menurut penjelasan masyarakat adat sendiri menyatakan bahwa mengalah adalah jalan terbaik untuk saat ini, sampai akhirnya mereka yang memiliki rasa intoleran yang tinggi sadar akan sebuah keragaman budaya.
Tidak hanya permasalahan mengenai pembangunan makam untuk tokoh Sunda Wiwitan, masyarakat adat juga mengalami diskriminasi dengan tidak diperbolehkan menuliskan "Selam Sunda Wiwitan" dalam kolom agama di KTP. Mereka akhirnya hanya diperbolehkan untuk menulis "penghayat kepercayaan" (tirto.id, 2020). Dari hal ini masyarakat adat tidak dapat berbuat apapun karena ada pihak yang lebih berwenang, mereka juga merasa jika mereka hanya sekelompok minoritas yang suaranya akan kalah dengan mayoritas diluaran sana. Sampai akhirnya mereka harus mengalah dengan mau menuliskan "penghayat kepercayaan" di kolom agama KTP.
Semua konflik memang sehurusnya diatasi sebijak mungkin tanpa ada yang dirugikan. Namun, untuk kasus mengenai masyarakat adat Sunda Wiwitan ini pengelolaan konflik yang dilakukan masih cenderung merugikan masyaraklat adat dimana mereka harus terus meneurus mengalah dengan permasalahan yang dihadapi hanya karena mereka kaum minoritas yang suara nya terkadang tidak di dengarkan. Budaya seharusnya tidak dijadikan sebagai senjata berbahaya untuk budaya lainnya yang seolah-olah dapat melukai dan merugikan budaya lain. Justru dengan adanya perbedaan budaya setiap individu dituntut untuk saling bertoleransi dan menunjukan bahwa mereka adalah manusia yang beradab.
Daftar Pustaka
Amindoni, A. (2020, Juli 23). Sunda Wiwitan: Pembangunan makam dilarang karena 'khawatir musyrik', masyarakat adat keluhkan'diskriminasi rumah sendiri'. BBC News Indonesia, pp.Â
Baldwin, J., Coleman, R. R., & dkk. (2014). Intercultural Communication for Everyday Life. USA: Willey Blackwell.
Prabowo, H. (2020, Juli 19). Makam Sunda Wiwitan Disegel :"Dikeroyok Negara dan Kaum Intoleran". Tirto.id sosial budaya, pp. h
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H