2. Mengakomodasi (mengalah)
Pada situasi ini adanya pengorbanan yang dilakuakan oleh salah satu pihak demi terselesainya konflik dan tercipta hubungan yang harmonis. Pengorbanan yang dilakukan biasanya dengan cara mengabaikan prinsip demi kebaikan dengan tidak memikirkan ketidaknyamanan diri sendiri.
3. Mendominasi (Bersaing)
Prinsip ini menegakan menang-kalah, dimana harus terdapat satu pihak yang berhasil atau menang dan pihak lain harus mengakui kekalahannya atau gagal. Cara ini secara tidak langsung dapat merusak sebuah hubungan karena lebih ke arah egois menginginkan pihak lain mengalah.
4. Pendekatan kolaboratif (Pengintegrasian)
Pada situasi ini kedua belah pihak sama sama tidak dirugikan. Keduabelah pihak berkomitmen untuk bekerjasama dalam menyelesaikan konflik. Semua pihak mencari solusi yang saling menguntungkan untuk semunya.
5. Mengkompromikan
Pendekatan dilakukan dengan mencari solusi secara kolaboratif, biasanya dengan kedua belah pihak untuk mencapai tujuan namun tidak semuanya. Kompromi ini seringkali di dorong oleh kepentingan pribadi yang menguntungkan dirinya.
Ting -- Toomey (2005) (dalam Baldwin, dkk., 2014, h. 282) juga mengatakan bahwa dalam budaya kolektivisme dan budaya individualism memiliki perbedaan dalam mengelola konflik. Masyarakat dengan budaya kolektivisme cenderung memperhatikan orang lain dibanding dengan masyarakat individualisme yang cenderung mementingkan kebutuhan mereka sendiri. Masyarakat kolektivisme lebih memilih menghindari atau mengalah pada konflik yang dihadapi, sedangkan masyarakat dengan budaya individualistik akan lebih mendominasi dalam menyelesaikan konflik.
Kolektivisme mereka sangat nampak dengan apa yang mereka lakukan saat mengalami konflik. Sedangkan, kaum dilaur masyarakat adat sangat terlihat bahwa mereka memiliki budaya individualistic yang selalu mendominasi saat mendapatkan konflik. Mereka merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah kebenaran dan apa yang masyarakat adat lakukan sebuah kesalahan yang harus dihentikan.Â