Disusun untuk Memenuhi Penugasan dalam Mata Kuliah Antropologi
Dosen Pengampu: Mirna Nur Alia Abdullah, S.Sos.,M.Si.
KELOMPOK 1 PENGANTAR ANTROPOLOGI
1. Daffa Nasywa Afriani (2301987)
2. Fadhil Kholid Al-Munadi (2303757)
3. Indra Abdul Majid (2310734)
4. Nida Dhiya Ulhak (2308158)
5. Renitadewi Kusumah Wardani (2300859)
6. Rizal Ahmad Rasyad (23)
7. Samuel Halomoan Simarmata (2305779)
8. Tri Utami Febriyani (2303496)
Suku Bangka merupakan salah satu suku dari 1.340 suku di Indonesia (BPS,2010), yang terkenal dengan tempat wisatanya yang mencuri perhatian dunia, makanan martabak manis, yang menggariahkan lidah jutaan orang Indonesia, dan adat dan budaya suku Bangka yang mewarnai Indonesia dengan keberagaman.
Negara Indonesia merupakan negara yang multikultural. Apabila kita membicarakan mengenai keberagaman yang terdapat di Indonesia, tentulah tidak ada habisnya. Keberagaman di Indonesia memang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Salah satu hal yang menarik perhatian kami adalah keberagaman suku yang tentunya kita alami di lingkungan Universitas kita. Suku yang kami teliti ialah Suku Bangka yang mendiami pulau Bangka dan terletak di samping pulau Sumatera, Indonesia.
Selain unik, suku Bangka juga memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang berperan penting bagi kehidupan di masyarakat pulau tersebut. Pulau Bangka menghasilkan Sumber Daya Alam yang melimpah seperti penghasil Lada, Timah, dan Kelapa Sawit. Selain dari Sumber Daya Alam, suku Bangka memiliki keberagaman dalam segi bahasa, yaitu dimana setiap desa mempunyai bahasanya tersendiri. Terkadang, apabila sesama orang Bangka melakukan interaksi, belum tentu mereka memahami bahasa lawan bicaranya karena tempat yang mereka tinggal tidak satu desa atau wilayah.
Di balik kekayaan budaya yang dimiliki oleh suku Bangka, hal yang disayangkan adalah kurangnya penelitian terdahulu sehingga Tinjaua Pustaka tidak komprehensif. Namun ada beberapa jurnal yang mendukung salah satu sub penelitian kami yaitu dari segi kebahasaan suku Bangka. Dalam Melayu Bangka, istilah atau kata-katanya sangat variatif dan hanya terjadi pada tataran fonemnya saja. Sedangkan morfologinya, tidak banyak ditemukan. Bahasa Melayu Bangka memiliki istilah dan aksen yang berbeda karena sifat bahasanya memiliki korelasi-korelasi budaya masyarakat tersebut.
Sebagai contoh: penyebutan untuk kata ganti “kamu” menjadi “Ka”, “Ki”, dan khususnya di daerah yang jauh dari pusat ibu kota menggunakan “Pok”. Di setiap tanda kebahasannya terdapat sebuah konsep untuk petanda atau tinanda (signified) dan citra suara yang digunakan sebagai penanda (signifier). Dua hal tersebut tidak dapat dipisahkan sebagai cara untuk memahami sebuah makna bahasa.
BAHASA YANG DIGUNAKAN
Dalam suku Bangka, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Melayu Bangka. Hal ini dikarenakan 65% orang yang ada di Bangka, berasal dari suku Bangka.
Bahasa Melayu bangka ini kaya dengan berbagai dialek, seperti dialek Sungailiat, dialek Pangkalpinang, dialek Mentok, dialek Belinyu, dialek Toboali dan lain sebagainya. Namun perbedaan dialek itu seringkali hanya pada huruf vokal akhir kata. Sebagai contoh penyebutan kata "apa", dialek Sungailiat dan Pangkalpinang menggunakan "ape" (dengan vokal 'e' seperti dalam kata 'beda'), dialek Mentok menggunakan "ape" (dengan vokal 'e' seperti dalam kata kelas), sedangkan dialek Belinyu menggunakan 'apo'.
Setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bangka, memiliki variasi bahasa yang berbeda-beda. Dari kecamatan, Sungaliat, Belinyu, Koba, Namang, Simpang Katis, Toboali, Sadai, Air Gegas, Kelapa, sampai ke kecamatan Jebus.
Menurut narasumber yang kami undang, dalam Kabupaten Bangka setiap daerah-daerah memiliki dialek-diealek yang beragam. Salah satunya yang tinggal pada bagian Selatan Bangka terdapat kata-kata yang dihilangkan huruf “s” pada katanya, contohnya kata “sabun”, menjadi “abun”. Lalu, kata “entai” (“kamu” dalam bahasa Indonesia), di beberapa desa mengatakan kata tersebut menjadi “entik”.
SISTEM PENGETAHUAN
Sistem pengetahuan memiliki cakupan yang sangat luas, karena berkaitan dengan pengetahuan dan pikiran manusia. Menurut Koentjaraningrat (2009), sistem pengetahuan adalah unsur-unsur budaya yang digunakan dalam kehidupan, yang perlu diketahui, karena adanya penyesuaian dengan lingkungan. Koentjaningrat membagikan sistem pengetahuan menjadi berbagai unsur, yaitu sebagai berikut:
- Pengetahuan tentang alam semesta
- Pengetahuan tentang flora dan fauna
- Pengetahuan tentang benda alam dalam lingkungan
- Pengetahuan tentang tubuh manusia
- Pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku manusia
- Pengetahuan tentang ruang dan waktu
Suku Bangka memiliki sistem pengetahuan yang unik, membedakan suku Bangka dengan suku-suku yang lain. Dalam suku Bangka, mereka percaya orang meninggal ditandai saat mereka dihinggapi burung gagak ataupun anjing (fauna). Lalu, suku Bangka percaya apabila membangun rumah dengan 7 bubung atap akan menghindarkan mereka dari sial.
Selain itu, sumber daya alam (SDA) yang dimanfaatkan di suku Bangka sangat beragam. Dari kelapa, karet, buah-buahan, dan lada yang tersebar di pesisir laut cina selatan.
Lalu, menurut narasumber kami perihal penanam padi di Bangka umumnya sama dengan kota lain, tetapi ada teknik penanaman padi di Bangka yang berbeda karena di Bangka sendiri memiliki teknik tertentu dalam bertani.Pada musim kemarau, sebelum menanam padi mereka biasanya mencari lahan lalu mereka menebang pohon-pohon dan tanaman yang ada di lahan tersebut. Setelah itu mereka membakar lahan tersebut kemudian menanam padi tersebut pada musim hujan.
ORGANISASI SOSIAL
Organisasi Sosial adalah sistem yang terdiri dari masyarakat, dan dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat dalam organisasi sosial diatur oleh aturan-aturan dan adat istiadat. Jadi wujud dari organisasi sosial dalam suatu kebudayaan bisa dilihat dari hukum adat, cara pembagian marga (keluarga), dan lain-lainnya.
Di Bangka sendiri ada organisasi sosial seperti karang taruna di setiap daerah. Selain itu, di Bangka sendiri tidak ada marga tertentu seperti di Medan karena garis keturunan mereka didominasi oleh orang Melayu dan Tionghoa.
Lalu, dalam pewarisan rumah, menurut narasumber kami, anak yang paling kecil akan mendapatkan rumah keluarga. Hal ini terjadi karena anak yang paling kecil diharapkan untuk mengurus/menjaga orang tua yang sudah berumur. Praktik ini sendiri, masih sering ditemui di Bangka.
Panggilan keluarga dalam suku Bangka pun beragam. “Bak” untuk ayah, “mak” untuk ibu, “atok” untuk kakek, “ninek” untuk nenek, dan masih banyak lagi.
SISTEM PERALATAN HIDUP DAN TEKNOLOGI
Sistem peralatan hidup dan teknologi adalah unsur kebudayaan yang mencakup segala jenis peralatan, perlengkapan, sarana, dan prasarana dalam masyarakat. Menurut Warsito, teknologi setiap suku pasti memiliki ciri khasnya masing masing, karena disesuaikan dengan bahan dasar yang ada dalam suku tersebut, dan juga disesuaikan dengan fungsi yang dibutuhkan. Misalnya, masyarakat pertanian menggunakan cangkul untuk Bertani, dan masyarakat nelayan, memakai kapal sebagai transportasi di lautan.
Lalu, menurut Koentjaraningrat (2009), sistem peralatan hidup dan teknologi sebagai unsur kebudayaan, memiliki beberapa pengelompokan, yaitu antara lain sebagai berikut.
- Alat-alat Produksi
- Alat Pembuat Api
- Senjata
- Wadah
- Makanan
- Pakaian
- Tempat Berlindung dan Perumahan
- Alat Transportasi
Menurut narasumber kami, peralatan hidup dan teknologi di suku bangka bersifat campuran, jadi masyarakat Bangka ada yang memakai teknologi yang maju dan juga ada alat tradisional nya. Salah satu alat tradisional adalah “dodos” dan “egrek” untuk memanen kelapa sawit. Perbedaannya terletak pada saat ingin memanen kelapa sawit yang masih muda mereka memakai “dodos”, dan saat ingin memanen kelapa sawit yang sudah tinggi menggunakan “egrek”.
Praktik dan cara untuk memanen kelapa sawit, biasanya diajarkan kepada anak dari orang tua. Jika tidak demikian, mereka (anak-anaknya) akan belajar secara otodidak atau belajar dengan melihat orang tua mereka memanen kelapa sawit.
SISTEM MATA PENCAHARIAN HIDUP
Sistem mata pencaharian hidup adalah kumpulan cara-cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, atau menurut Waristo (2012) sebagai sistem perekonomian masyarakat di tempat ia hidup. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, sistem mata pencaharian hidup adalah unsur kebudayaan yang berkaitan dengan profesi atau pekerjaan masyarakat.
Menurut Dini Wulansari (2016), mata pencaharian masyarakat bangka selain berkebun, bercocok tanam dan bekerja, sebagai penambang timah adalah bekerja sebagai nelayan laut. Jadi mata pencaharian hidup di Bangka, bervariasi dari perkebunan, pertanian, kelautan, dan penambangan timah.
Dari beragamnya sistem mata pencaharian hidup di pulau Bangka, bisa disimpulkan bahwa potensi dari daerah Bangka terletak dari lada, karet, kelapa sawit dan kelapa. Lalu potensi Bangka dalam sektor pertambangan sangatlah besar. Bisa dilihat dari kontribusi Bangka dalam sektor pertambangan ada dalam angka 24,37% (Badan Keunangan Daerah Provinsi Bangka Belitung).
SISTEM RELIGI
Sistem religi adalah unsur kebudayaan yang menyoroti tentang kepercayaan dalam masyarakat. Unsur agama dalam sistem religi, mengatur masyarakatnya dengan aturan-aturan tertentu, berdasarkan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tersebut. Lalu, mengatur masyarakatnya untuk melakukan upacara tertentu.
Salah satu suku di Bangka Belitung, yaitu suku Mapur, percaya bahwa Mereka menganggap bahwa adat sejajar dengan agama, bahwa mereka menganggap adat adalah agama, dan adat memiliki posisi lebih tinggi dari agama. Anggapan ini mucunl karena adat lebih dulu muncul lebih awal daripada agama (Janawi, D. H., & Mag, N. 2016).
Menurut narasumber, di Bangka, sebelum dan setelah hari raya, masyarakat menyambutnya dengan besar dan ramai, tapi saat hari raya, bisa dikatakan bahwa perayaannya tidak terlalu besar dan ramai. Contohnya, masyarakat Bangka melakukan “Perang Ketupat”, sebelum melakukan puasa, di pesisir pantai, masyarakat merayakannya dengan sangat meriah.
KESENIAN
Kesenian sebagai unsur kebudayaan, adalah alat dan/atau karya yang dibuat untuk mengeksperiskan diri, lalu menuangkan rasa keindahan, dan menunjukan emosi masyarakat. Menurut Waristo (2013), kesenian dibagi menjadi 2 bagian, yaitu seni rupa dan seni suara.
- Seni rupa adalah kesenian yang dinikmati oleh mata
- Seni suara adalah kesenian yang dinikmati oleh telinga.
Berdasarkan apa yang dijelaskan oleh narasumber bahwa kesenian yang berada di suku bangka tidak terlalu begitu diperhatikan. Namun salah satu kesenian suku bangka salah satu alat musiknya yaitu dambus, dambus merupakan alat musik asal bangka yang terbuat dari kayu pilihan dan biasanya menggunakan kayu cempedak atau kayu kenanga hutan. Untuk alat musik dambus ini biasanya digunakan untuk mengiringi tarian khas bangka yaitu Tari Bedincak. Tari bedincak adalah tari khas melayu bangka belitung yang mana menggabungkan tari melayu dengan gerakan unik lainnya dan tarian ini adalah sebagai identitas masyarakat bangka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H