Mohon tunggu...
Renimaldini Putri
Renimaldini Putri Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hanya ingin menulis, dan berharap suatu saat nanti bisa mencicipi stadion San Siro, berjumpa dengan seluruh punggawa AC Milan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Akhir Pekan (Sebuah Kekacauan) di Norwegia

25 Juli 2011   09:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:23 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NEGARA Norwegia, menjadi pusat perhatian dunia, sejak akhir pekan lalu. Ledakan bom, pembantaian menjadikan negara yang dikenal aman, dan tentram ini kacau balau. Padahal, kalau saya tidak salah, kota ini merupakan tempat penyelenggaraan Nobel perdamaian dunia.

Seperti yang diberitakan seluruh media, sedikitnya 93 tewas dibalik aksi pengemoman dan penembakan di Norwegia. Hmm, sebuah aksi sangat-sangat brutal. Ketika terjadi pengeboman, media-media Barat banyak yang menyebutkan bahwa, dibalik aksi yang disebut terorisme adalah kaum muslim.

Diberitakan Reuters, Senin (25/7) yang dikutip dari detik.com, ketika peristiwa itu baru saja terjadi, sejumlah media sempat membuat spekulasi siapa pelaku tindakan keji yang menewaskan 93 orang tersebut. Di beberapa headline dan tajuk, tudingan pun mengarah pada kaum muslim, terutama kelompok garis keras Al-Qaeda.

Belakangan, pelakunya diketahui seorang fundamentalis Kristen bernama Anders Behring Breivik. Dia seorang pembenci muslim dan menganggap dirinya sebagai tentara perang salib yang besar. Dia mengaku memiliki misi untuk menyelamatkan orang-orang Kristen Eropa dari gelombang pengaruh Islam.

Nah, sebelum si pembantai itu ditangkap, media-media besar seperti The Sun sudah menuding muslim di balik peristiwa tersebut. Bahkan, media milik Rupert Murdoch itu sudah jelas-jelas menulis Al Qaeda di headline.

”Pembantaian Al Qaeda: Norwegia 9/11” judul banner media tersebut pada Sabtu, 23 Juli 2011.

Meskipun pelaku kemudian diketahui memakai seragam polisi dan berambut pirang, koran tersebut tetap menulis tersangka sebagai 'Islam fanatik' dan sang pembunuh diduga sebagai 'orang yang berubah menjadi Al-Qaeda'.

Editorial Wall Street Journal juga ikut menulis: "Ketika kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad muncul di surat kabar Denmark pada musim gugur 2005 dan memicu kampanye besar-besaran jihad melawan Denmark, maka Perdana Menteri Anders Fogh Rasmussen menanggapi dengan pernyataan, "Kami merasa seperti kita Denmark telah ditempatkan dalam sebuah adegan dalam film yang salah" kepada mingguan Jerman Der Spiegel."

Yang paling kontroversial adalah editorial media Amerika Serikat The Washington Post yang ditulis oleh kolumnis Jennifer Rubin, yang mengutip The Weekly Standard:
"Kita tidak tahu apakah Al Qaeda bertanggung jawab langsung untuk peristiwa hari ini, tetapi dalam semua kemungkinan, serangan diluncurkan oleh beberapa 'ular naga' jihad. Jihadis terkemuka telah meminta agar garis serangan ditujukan pada partisipasi Norwegia dalam perang di Afghanistan," tulisnya.

Dia juga menambahkan, dalam analisis pribadinya: "Selain itu, ada hubungan jihad di sini: "Hanya sembilan hari lalu, pemerintah Norwegia mengajukan tuntutan terhadap Mullah Krekar, seorang yang berafiliasi dengan Al Qaeda, yang dengan bantuan dari Osama bin Laden, mendirikan Ansar al Islam - sebuah cabang dari Al Qaeda di Irak utara pada akhir 2001," sambungnya.

Kritikan pun bermunculan dari kalangan jurnalis. Terutama yang memandang tulisan-tulisan di atas sebagai sebuah penghakiman prematur.

"Istilah 'tak bersalah sampai terbukti bersalah' telah digantikan 'bersalah sampai terbukti tak bersalah' ketika menyangkut kaum muslim," kata komentator Inggris kelahiran Irak, Adnan Al Daini, di www.huffingtonpost.com.

"Media yang bertanggung jawab harus berusaha untuk berbuat lebih baik. Nyawa tak berdosa mungkin tergantung padanya," sambungnya.

Masih dikutip dari detik.com Senin (25/7), Ivor Gaber, profesor jurnalisme politik di City University, London, melihat ada sebuah fenomena 'kemalasan' dan 'kedengkian' di kalangan media. Hal ini bisa dipengaruhi oleh insiden tertentu yang terjadi pada masa lalu dan untuk menyebarkan ketakutan.

"Kita menciptakan kepanikan moral karena media populer menebarkan ketakutan dari luar," ujarnya. "Yang paling populer sekarang adalah teroris Islam, jadi itu hal yang cepat diangkat," sambungnya.

Hari Minggu (24/7) Norwegia berduka cita atas peristiwa terorisme, penembakan massal dan bom yang menewaskan setidaknya 93 orang. Para petinggi Norwegia, termasuk Raja Harald V dan Ratu Sonja serta pemimpin bangsa lainnya sedih dan bahkan meneteskan air mata.

Peringatan duka cita bagi para korban teroris itu digelar di Katedral Oslo, dan dihadiri ribuan pelayat yang sebagian besar mengenakan pakaian hitam. Tampak Raja Norwegia, Harald V yang meneteskan air mata didampingi Ratu Sonja yang bermuka murung, seperti dilansir dari AFP, Minggu (24/7/2011).

Seperti yang diwartakan detik.com, Perdana Menteri Jens Stoltenberg dalam sambutannya mengatakan skala kejahatan di Norwegia telah muncul. Stoltenberg pun menyebutkan sejumlah nama korban. Sementara itu, foto-foto korban juga dipajang di katedral itu, tak terkecuali pemuda-pemuda yang tewas pada acara perkemahan yang digelar Partai Buruh.

"Kita adalah negara kecil namun kita adalah warga yang punya kebanggaan, Norwegia tak akan melepaskan nilai-nilai itu," ujar Stoltenberg.

"Setiap orang yang hilang dan kehilangan adalah tragedi," tuturnya.

Stoltenberg pun lantas mengusapkan sapu tangan ke wajahnya dan dengan lantang berjanji setelah tragedi ini Norwegia akan menjadi, "lebih demokrasi, keterbukaan, kemanusiaan namun tanpa kenaifan".

Pemimpin kelompok pemuda Partai Buruh, Eskil Pedersen, bahkan terlihat sesenggukan saat kegiatan perkemahan musim panas di Pulau Otoeya yang ia pimpin itu hancur berantakan akibat penembakan yang membabi buta dan tiba-tiba.

"Kami berkumpul dengan duka cita dan harapan," kata Uskup Oslo, Ole Christian Kvarme.

Ratusan orang berkumpul di luar katedral, di mana terdapat altar yang dikelilingi bunga-bunga duka cita bagi para korban.  Stoltenberg dan Pedersen pun ikut menaruh bunga mawar putih di sekitar altar itu.

Catatan renimaldini: seharusnya peristiwa ini tidak terjadi di Norwegia, dan juga negara-negara lain di dunia. Apalagi, jika peristiwa ini dikaitkan dengan islam dan agama apapun. Karena kita yakin, setiap kita pasti menginginkan kedamaian dan tidak ada perang di atas bumi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun