1. Â Pendahuluan
     Pada dasarnya arti dan tujuan Tahun Orientasi Pastoral (TOP) termaktup dalam suatu kurun waktu tertentu selama pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT), di Pematangsiantar. Seorang TOPer diberi kesempatan untuk menguji diri dan diuji dalam hal motivasi panggilan. Selain itu, juga dengan hidup rohani, ketangguhan kepribadian, serta untuk mengembangkan minat, keterampilan dasar pastoral dan cinta kasih kegembalaan secara konkret.Â
Hal ini dapat terwujud dalam bentuk pergaulan, bekerjasama dengan orang-orang, kemampuan dalam memimpin atau mengorganisir suatu kelompok dan dapat mengalami kegembiraan sekalipun dalam kesulitan berpastoral. Melalui semuanya itu, seorang TOPer diharapkan sanggup mengolah pengalaman dan menemukan gambaran konkret mengenai tugas Gereja serta merumuskan konsep-konsep yang baru dalam praktek dan refleksi kehidupan.
2. Â Tempat Tahun Orientasi Pastoral (TOP)
     Setelah saya menerima SK dari Sekretaris Jenderal (SekJen), saya di tempatkan di Paroki Kristus Raja-Gid, Dekanat Nias untuk menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) selama 10 bulan yang terhitung mulai tanggal 25 Agustus sampai 31 Juli 2020. Gid merupakan ibu kota  dari Kabupaten Nias dan pemekaran dari Kabupaten Gunungsitoli. Untuk sampai ke Paroki Kristus Raja-Gid, saya mesti menyeberang dengan menaiki kapal laut dari pelabuhan Sibolga ke pelabuhan Gunungsitoli. Saya bersama dengan Mgr. Anicetus B. Sinaga, DAO. P. Sebastian Sihombing, OFMcap dan Fr. Erik Laia dijemput dari pelabuhan Gunungsitoli menuju ke Paroki Santa Maria, Gunungsitoli. Paroki ini adalah tempat transit bagi setiap kaum berjubah apabila bepergian ke Pulau Nias. Dari Paroki ini, saya melanjutkan perjalanan menuju tempat TOP. Saya dijemput oleh P. Alfons Ampu, Pr sebagai Pastor paroki di mana saya akan menjalani masa TOP. Lokasi Paroki Kristus Raja-Gid adalah Desa Hiliweto, Jl. Pastoran Katolik No. 2. Di tempat ini terdapat Susteran OSF dan Panti Asuhan St. Antonius Kinderdorf.
     Paroki Kristus Raja-Gid membawahi 38 stasi yang berada dan tersebar di Kabupaten Nias dan Kabupaten Kota Gunungsitoli. Selama beberapa bulan di Paroki, kurang lebih 15 stasi yang sudah saya kunjungi. Disaat berkunjung ke stasi ada yang bisa dilalui dengan kendaraan dan ada yang tidak, harus berjalan kaki. Jarak tempu dari paroki menuju stasi tidak menentu dan tergantung stasi yang akan dikunjungi. Ada stasi yang jarak tempuhnya 20-30 menit dan ada juga yang seminimalnya 2-3 jam dalam perjalanan. Hal ini tergantung medan perjalanan, karena ada yang bisa dilalui dengan kendaraan dan ada yang jalan kaki. Walaupun demikian, saya tetap semangat dan kuat untuk membawa dan memperkenalkan Kristus kepada semua orang.
3. Â Gambaran Situasi Tempat Top
     Kurang lebih 6 bulan saya menjalani masa TOP di Paroki Kristus Raja-Gid, ada beberapa hal yang membuat saya kaget dan terkejut yaitu soal kepercayaan dan kehormatan orang Nias. Pertama, berbicara soal suku dan bahasa. Di daerah ini ada beberapa orang dari suku berbeda, seperti Batak Toba, Karo dan Minang, namun jumlahnya sangat sedikit. Dalam bahasa sehari-sehari umumya mereka menggunakan bahasa Nias, walaupun demikian mereka juga mengerti berbahasa Indonesia, kecuali mereka yang sudah lanjut usia. Sementara berbicara soal kepercayaan/agama. Di daerah ini sangat beragam, ada yang beragama Katolik, Protestan bersama aliran-alirannya dan Islam.
     Kedua, berbicara soal penghormatan. Bagi suku Nias, hewan babi adalah tanda penghormatan kepada orang lain, yang disebut dengan simbi. Simbi merupakan tanda penghormatan dalam adat Nias yang potongannya mesti diatur sedemikian rupa yang sesuai dengan pribadi yang dihormati. Yang menjadi keterkejutan saya sekaligus menjadi pertanyaan adalah bagaiman dengan orang Nias yang beragama Islam. Apakah mereka tidak ber-adat, karena tidak memakan daging hewan babi sebagai adat suku Nias?
    Selain simbi, orang Nias juga menunjukkan rasa hormatnya terhadap sesama. Salah satu ciri yang kelihatan adalah sikap saling tegur sapa dengan kata "Ya, ahowu" dan memberikan sirih dengan istilah "Afo". Sejauh yang saya alami, ketika saya masuk ke sebuah rumah maupun gereja, saya mesti menyalami mereka atau setidaknya yang bisa dijangkau sambil berkata "Ya, ahowu".
4. Â Karya-Karya Pastoral dan Tugas Orientasi
     Berbicara mengenai situasi tugas pastoral yang saya lakukan di tempat ini menghantar saya pada releksi awal saya yaitu membawa dan memperkenalkan Kristus kepada semua orang. Di paroki ini ada banyak kelompok-kelompok doa, misalnya; Legio Maria, Wanita Katolik (WK), Putera-puteri Altar (PPA), Sekami, OMK dan KBG. Selama saya menjalani TOP, saya dipercayakan untuk menangani urusan keuangan komunitas yang disebut Bapa Komunitas (BaKom), kebersihan rumah dan lingkungan sekitarya, membantu suster dalam urusan sakristi pusat, memberi renungan untuk Legio Maria, membantu urusan kantor paroki, dan menangani toko rohani. Sementara untuk tugas-tugas lainnya, seperti ikut ke stasi bersama Pastor atau katekis, memberikan pelayana sakramental dan sakramentali, memberi renungan kepada kelompok-kelompok kategorial, mengikuti pertemuan diluar seperti FKUB (Forum kerjasama Umat Beragama) serta panitia dalam kegiatan Natal Oikumene Kabupaten Nias dan Natal Desa Hiliweto-Gid. Hal ini selalu atas koordinasi Pastor Paroki.
     Selama saya menjalani semua tugas tersebut, saya jarang menemui kesulitan. Jikalau memang ada, saya langsung mengkomunikasikannya kepada Pastor Paroki maupun Pastor Rekan. Relasi dengan Pastor Paroki dan Pastor Rekan merupakan hal yang terpenting dalam pelaksanaan tugas-tugas yang dipercayakan kepada saya. Selain melakukan tugas-tugas tersebut, secara pribadi saya juga mempunyai tugas-tugas yang perlu saya lakukan disaat waktu luang, seperti membantu urusan kebun, belajar bahasa Nias, membaca buku-buku rohani dan katekese.
5. Â Masalah-Masalah Situasional
a. Ekonomi
     Sejauh yang saya perhatikan selama beberapa bulan ini, umat yang dibawahi oleh Paroki Kristus Raja-Gid memiliki beragam mata pencaharian. Mata pencaharian umat yang ada di pengunungan umumnya adalah menyadap karet dan bertani (menanam pohon pisang, dll). Akan tetapi hal ini tidak lepas dari medan perjalanan, karena ada beberapa stasi yang bisa dilalui dengan jalan kaki dan sepeda motor. Sekalipun bisa dilalui dengan sepeda motor, tetapi ada beberapa stasi yang jalannya masih berbatu-batu dan rabat beton yang lebarnya 1 meter. Mereka tentu harus memiliki tenaga ekstra, agar bisa memenuhi kebutuhan hidup dan memenuhi kebutuhan paroki sebagai tanggungjawab umat. Sementara mata pencaharian umat yang ada di pesisir adalah melaut dan bertani (sawah, menanam pisang, dll). Hanya sedikit umat yang memiliki pekerjaan sebabai pegawai (Guru).
b. Budaya
     Bagi Suku Nias, hewan babi adalah tanda penghormatan kepada orang lain, yang disebut dengan simbi. Simbi merupakan tanda penghormatan dalam adat Nias yang potongannya mesti diatur sedemikian rupa yang sesuai dengan pribadi yang dihormati. Secara harafiah, simbi itu adalah bagian rahang babi yang disertai dengan daging yang sudah diiris samapai ke leher, entah 4 irisan atau 8 irisan. Penyuguhan simbi sebagai penghormatan (famosumange) terhadap tamu terhormat secara adat.
    Jamuan simbi itu hampir ada di setiap pesta, entah pesta yang diadakan institusi agama, pemerintah, institusi pendidikan, ataupun pesta perkawinan adat. Yang menarik perhatian saya adalah apabila saya hadir di suatu pesta. Saya sebagai Frater, sudah beberapa kali dijamu dengan simbi. Begitu juga kalau ada bupati, anggota DPRD, camat, kepala desa dan tamu undangan terhormat lainnya, mereka ini akan dijamu dengan simbi. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam suatu pesta ada 10 atau lebih simbi yang disuguhkan kepada tamu terhormatnya.
c. Religiositas
     Kurang lebih 6 bulan saya menjalani masa TOP di Paroki Kristus Raja, Gido. Selama 6 bulan tersebut tentu sudah beberapa stasi yang saya kunjungi bersama Pastor dan Katekis. Dalam kunjungan saya tersebut ada beberapa stasi yang saya lihat kurang menunjukkan kesucian atau kereligiusan gereja. Hal itu terlihat di mana kaum bapa merokok di dalam gereja. Secara pribadi saya tidak berani untuk menegur mereka. Akan tetapi, saya mencoba menegur mereka pelan-pelan lewat katekese-katekese yang saya sampaikan, agar kaum bapa semakin menyadari akan kereligiusan gereja.
6. Â Refleksi
     Pulau Nias tidak menjadi asing bagi saya, sebab sudah beberapa kali saya datang ke pulau Nias. Pada tahun 2013, saya menjalani masa live in selama 2 minggu di Paroki Salib Suci, Nias Barat. Pada tahun 2015, saya menjalani masa live in (setelah selesai menjalani masa Tahun Orientasi Rohani) selama 2 minggu di Paroki St. Bonifasius Alasa, Nias Utara. Dan pada tahun 2019-2020, saya menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) selama 10 bulan di Paroki Kristus Raja, Gido, Kab. Nias.
     Hari pertama saya datang ke Paroki Kristus Raja, Gido, saya langsung diajak jalan-jalan oleh komunitas pastoran dan komunitas susteran. Setelah beberapa hari tinggal di komunitas pastoran, kami pertemuan komunitas secara khusus menyambut kedatangan saya sebagai anggota komunitas. Saya diterima dengan baik oleh para pastor dan diakon. Dalam pertemuan itu, hal yang ditekankan kepada saya adalah agar saya menjalani masa TOP dengan penuh kegembiraan dan sukacita serta mau dan siap ditegur apabila ada tindakan yang menyimpang. Setelah 1 minggu tinggal di komunitas pastoran, kami pertemuan sekaligus menyampaikan apa saja yang menjadi tugas dan tanggungjawab saya baik itu di komunitas maupun diluar komunitas.
     Saya sangat senang atas tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepada saya. Saya tau bahwa itu adalah sebuah kepercayaan yang diberikan kepada saya. Oleh karena itu, saya harus menjalankannya dan sesuai dengan apa yang diharapkan dari saya. Setelah beberapa bulan saya menjalani masa TOP di Paroki ini tentu banyak kekurangan dan kelemahan yang saya alami. Saya selalu berusaha mengkoordinasi kepada pastor atau diakon apabila ada hal-hal lain yang kurang saya mengerti. Saya juga mau dan siap ditegur apabila dalam tugas dan tanggungjawab itu ada kekurangketelitian saya dalam melaksanakannya. Dan saya juga "Ya, dan siap!!!", apabila pastor paroki menyuruh saya untuk ikut ambil bagian dalam tugas-tugas di luar komunitas (kecuali ke stasi setiap hari minggu) seperti mendampingi Legio Maria, KBG, pertemuan FKUB, menjadi Panitia Natal Desa dan Dekanat, dll.
     Dari semua tugas dan tanggungjawab ini adalah cerminan dalam karya pastoral saya dalam menapaki hidup panggilan untuk menjadi imam yang berbau domba. Satu hal yang menjadi pegangan saya dalam Menjalani Tahun Orientasi Pastoral adalah belajar dan memupuk ilmu agar semakin matang dan dewasa dalam panggilan. Saya sangat senang, karena pastor paroki, pastor rekan dan diakon sungguh-sungguh menuntun saya sehingga saya semakin menyadari akan hidup panggilan saya.
    Dalam pertumbuhan dan perkembangan hidup panggilan saya dalam menjalani masa TOP ini adalah saya harus lebih belajar hidup menurut cita-cita Injil, yang saya diteguhkan dalam iman, harapan dan cinta kasih, agar dengan mengamalkannya saya memperoleh semangat doa dan peneguhan dalam panggilan saya. Selain itu, saya juga harus menumbuhkan pengharapan terhadap pelayan Kristus, yaitu kejujuran, kesetiaan, sopan santun dalam perilaku dan kesederhanaan dalam berbicara yang disertai dengan cinta kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H