Berbicara mengenai situasi tugas pastoral yang saya lakukan di tempat ini menghantar saya pada releksi awal saya yaitu membawa dan memperkenalkan Kristus kepada semua orang. Di paroki ini ada banyak kelompok-kelompok doa, misalnya; Legio Maria, Wanita Katolik (WK), Putera-puteri Altar (PPA), Sekami, OMK dan KBG. Selama saya menjalani TOP, saya dipercayakan untuk menangani urusan keuangan komunitas yang disebut Bapa Komunitas (BaKom), kebersihan rumah dan lingkungan sekitarya, membantu suster dalam urusan sakristi pusat, memberi renungan untuk Legio Maria, membantu urusan kantor paroki, dan menangani toko rohani. Sementara untuk tugas-tugas lainnya, seperti ikut ke stasi bersama Pastor atau katekis, memberikan pelayana sakramental dan sakramentali, memberi renungan kepada kelompok-kelompok kategorial, mengikuti pertemuan diluar seperti FKUB (Forum kerjasama Umat Beragama) serta panitia dalam kegiatan Natal Oikumene Kabupaten Nias dan Natal Desa Hiliweto-Gid. Hal ini selalu atas koordinasi Pastor Paroki.
     Selama saya menjalani semua tugas tersebut, saya jarang menemui kesulitan. Jikalau memang ada, saya langsung mengkomunikasikannya kepada Pastor Paroki maupun Pastor Rekan. Relasi dengan Pastor Paroki dan Pastor Rekan merupakan hal yang terpenting dalam pelaksanaan tugas-tugas yang dipercayakan kepada saya. Selain melakukan tugas-tugas tersebut, secara pribadi saya juga mempunyai tugas-tugas yang perlu saya lakukan disaat waktu luang, seperti membantu urusan kebun, belajar bahasa Nias, membaca buku-buku rohani dan katekese.
5. Â Masalah-Masalah Situasional
a. Ekonomi
     Sejauh yang saya perhatikan selama beberapa bulan ini, umat yang dibawahi oleh Paroki Kristus Raja-Gid memiliki beragam mata pencaharian. Mata pencaharian umat yang ada di pengunungan umumnya adalah menyadap karet dan bertani (menanam pohon pisang, dll). Akan tetapi hal ini tidak lepas dari medan perjalanan, karena ada beberapa stasi yang bisa dilalui dengan jalan kaki dan sepeda motor. Sekalipun bisa dilalui dengan sepeda motor, tetapi ada beberapa stasi yang jalannya masih berbatu-batu dan rabat beton yang lebarnya 1 meter. Mereka tentu harus memiliki tenaga ekstra, agar bisa memenuhi kebutuhan hidup dan memenuhi kebutuhan paroki sebagai tanggungjawab umat. Sementara mata pencaharian umat yang ada di pesisir adalah melaut dan bertani (sawah, menanam pisang, dll). Hanya sedikit umat yang memiliki pekerjaan sebabai pegawai (Guru).
b. Budaya
     Bagi Suku Nias, hewan babi adalah tanda penghormatan kepada orang lain, yang disebut dengan simbi. Simbi merupakan tanda penghormatan dalam adat Nias yang potongannya mesti diatur sedemikian rupa yang sesuai dengan pribadi yang dihormati. Secara harafiah, simbi itu adalah bagian rahang babi yang disertai dengan daging yang sudah diiris samapai ke leher, entah 4 irisan atau 8 irisan. Penyuguhan simbi sebagai penghormatan (famosumange) terhadap tamu terhormat secara adat.
    Jamuan simbi itu hampir ada di setiap pesta, entah pesta yang diadakan institusi agama, pemerintah, institusi pendidikan, ataupun pesta perkawinan adat. Yang menarik perhatian saya adalah apabila saya hadir di suatu pesta. Saya sebagai Frater, sudah beberapa kali dijamu dengan simbi. Begitu juga kalau ada bupati, anggota DPRD, camat, kepala desa dan tamu undangan terhormat lainnya, mereka ini akan dijamu dengan simbi. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam suatu pesta ada 10 atau lebih simbi yang disuguhkan kepada tamu terhormatnya.
c. Religiositas
     Kurang lebih 6 bulan saya menjalani masa TOP di Paroki Kristus Raja, Gido. Selama 6 bulan tersebut tentu sudah beberapa stasi yang saya kunjungi bersama Pastor dan Katekis. Dalam kunjungan saya tersebut ada beberapa stasi yang saya lihat kurang menunjukkan kesucian atau kereligiusan gereja. Hal itu terlihat di mana kaum bapa merokok di dalam gereja. Secara pribadi saya tidak berani untuk menegur mereka. Akan tetapi, saya mencoba menegur mereka pelan-pelan lewat katekese-katekese yang saya sampaikan, agar kaum bapa semakin menyadari akan kereligiusan gereja.
6. Â Refleksi