Bayangkan sebuah negara di mana institusi penegak hukum bertindak sewenang-wenang tanpa adanya konsekuensi. Masyarakat hidup dalam ketakutan, korupsi merajalela, dan keadilan hanya menjadi slogan kosong. Inilah yang terjadi ketika akuntabilitas absen dari sistem peradilan.
Akuntabilitas bukan hanya sekadar kata kunci dalam administrasi publik. Ia adalah prinsip fundamental yang menjamin bahwa kekuasaan tidak disalahgunakan dan keadilan dapat ditegakkan.Â
Menurut teori administrasi publik yang dikemukakan oleh Denhardt & Denhardt (2015), akuntabilitas merupakan mekanisme yang memungkinkan masyarakat untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja institusi pemerintah, termasuk penegak hukum.
Dasar hukum akuntabilitas di Indonesia sendiri tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme secara eksplisit menyebutkan akuntabilitas sebagai salah satu asas penyelenggaraan negara. Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga menegaskan pentingnya akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik.
Penelitian sebelumnya oleh Transparency International (2021) menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat akuntabilitas yang tinggi dalam sistem peradilan cenderung memiliki tingkat korupsi yang lebih rendah dan kepercayaan publik yang lebih tinggi terhadap institusi penegak hukum. Studi lain oleh World Justice Project (2022) mengungkapkan bahwa akuntabilitas berkorelasi positif dengan efektivitas penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
Namun, implementasi akuntabilitas bukanlah tanpa tantangan. Institusi penegak hukum seringkali menghadapi dilema antara menjaga kerahasiaan operasional dan memenuhi tuntutan transparansi publik.
Membangun Kepercayaan Publik: Kunci Sukses Penegakan Hukum di Era TransparansiÂ
Kepercayaan publik adalah pondasi kokoh yang menopang efektivitas institusi penegak hukum. Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, upaya penegakan hukum akan menghadapi hambatan signifikan. Akuntabilitas menjadi instrumen vital dalam membangun dan memelihara kepercayaan ini, memastikan bahwa setiap langkah dan keputusan aparat hukum dapat diaudit serta dievaluasi oleh pihak independen.
Dalam era informasi yang semakin terbuka, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum menjadi semakin krusial. Masyarakat yang semakin kritis dan melek informasi menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dari para penegak hukum. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga menjadi tren global yang tak terelakkan.
Studi yang dilakukan oleh Tyler (2005) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik berkorelasi positif dengan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Semakin tinggi kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum, semakin tinggi pula kecenderungan masyarakat untuk mematuhi hukum dan bekerjasama dengan aparat.
Adapun teori legitimasi yang dikemukakan oleh Max Weber menjadi landasan penting dalam memahami pentingnya kepercayaan publik. Weber berpendapat bahwa kekuasaan yang legitimate adalah kekuasaan yang diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang sah dan benar. Dalam konteks penegakan hukum, legitimasi ini tercermin dari kepercayaan publik terhadap institusi dan aparatur penegak hukum.