Mohon tunggu...
Rengga Yudha Santoso
Rengga Yudha Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Writer from STKIP PGRI NGANJUK

Yang biasa bilang "Salam LITERASI" seharusnya perlu introspeksi sejauh mana berliterasi, apa jangan-jangan hanya sekedar ucapan tanpa aktualisasi agar mendapat apreasiasi?" - Rengga Yudha Santoso (a.k.a halalkiri)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Etika dan Moralitas: Paradigma Menjaga Kemanusiaan di Era Singularitas Teknologi

1 Juli 2024   17:00 Diperbarui: 8 Juli 2024   06:59 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Manusia dan Teknologi. Sumber gambar: Bing image creator

Semoga yang membaca mendapatkan pengetahuan dan insight lebih. Amin, karena sebagai penulis pastinya ingin konsisten dengan amanah Konstitusi dengan berdialektik melalui material sekitarnya (dari sumber atau penelitian yang relevan), walaupun saat ini mayoritas sudah bukan lagi tren untuk memulai sesuatu dari 2 (dua) komponen itu yaitu Konstitusi dan dialektika. Namun perlu kita ingat kembali bahwa: 

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." - Pramoedya Ananta Toer.

Kita awali dari sebuah data yang mendeskripsikan secara numeric IQ rata-rata masyarakat Indonesia, sebagai berikut:

Saat ini, dimana Era (AI) membawa perubahan signifikan bahkan eksponensial dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Teknologi ini memberikan banyak manfaat, mulai dari efisiensi kerja hingga inovasi dalam bidang kesehatan.

Namun, di balik semua keuntungan tersebut, terdapat tantangan besar terkait etika dan moralitas. Artikel yang penulis tulis ini akan membahas pentingnya memiliki paradigma (pandangan) untuk menjaga nilai-nilai kemanusiaan di era singularitas teknologi yang pesat zaman ini.

Kemunculan AI telah memberikan dampak positif dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan (Dermawan et al., 2022). Sebagai contoh, AI dapat mempercepat dan memudahkan proses pembelajaran melalui metode pembelajaran adaptif yang menyesuaikan dengan kebutuhan individual siswa (Afrita, 2023). 

Peran Etika dalam Pengembangan Kecerdasan Buatan

Selain daripada itu, AI juga dapat memberikan rekomendasi personalisasi dan memprediksi perilaku siswa untuk meningkatkan manajemen data (Afrita, 2023).

Namun, di sisi lain, juga terdapat part atau bagian kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat mengancam perilaku manusia dan mengikis nilai-nilai etika (Mulianingsih et al., 2020).

Penggunaan AI yang tidak tepat dan terkontrol secara bijak juga dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi para pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan(Wang, 2021).

Hal ini dikarenakan AI dapat memperkuat bias kognitif yang sudah ada, sehingga akan ada situasi benturan antara nilai moral yang kita pegang dan yakini dengan pengambilan keputusan berbasis data (Wang, 2021).

Lebih lanjut, masalah keamanan dan privasi data juga dapat berdampak seumur hidup bagi para pemangku kepentingan (Wang, 2021). Oleh karena itu, para pemimpin di bidang pendidikan perlu mempertimbangkan dengan cermat dalam memanfaatkan potensi AI, serta mengembangkan langkah-langkah untuk meminimalisir risiko negatifnya (Wang, 2021).

Maka dalam hal ini etika memainkan peran penting dalam pengembangan dan penerapan kecerdasan buatan. Tanpa panduan etis yang jelas, AI berpotensi menimbulkan risiko serius, seperti diskriminasi algoritmik dan pelanggaran privasi.

Oleh karena itu, pengembangan AI harus selalu mempertimbangkan prinsip-prinsip etika untuk memastikan teknologi ini bermanfaat bagi semua orang. Terkait dengan perkembangan teknologi yang pesat, khususnya AI, beberapa ahli memprediksi adanya fenomena "singularitas teknologi".

Singularitas teknologi merupakan titik balik ketika kemajuan teknologi menjadi tak terkendali dan mengubah pondasi peradaban manusia secara radikal(Wardani et al., 2022). Prediksi mengenai singularitas teknologi pada tahun 2045 memberikan urgensi bagi dunia pendidikan untuk segera mempersiapkan generasi muda Indonesia dalam menghadapi perubahan yang signifikan dan transformatif.

Adanya term atau kondisi singularitas teknologi ini secara kompleks tidak dapat dihindari, seperti kemudahan akses bagi tiap orang. Salah satu contoh yaitu ketergantungan pemanfaatan teknologi akan cenderung mengurangi fungsi kerja otak dan bagi balita usia 1-3 tahun akan mengalami speech delay.

Tantangan Moralitas di Era Kecerdasan Buatan

Seperti pada bahasan sebelumnya pada sub judul, bahwa teknologi kecerdasan buatan berpotensi untuk disalahgunakan dan mengabaikan etika moral. 

Sebagai contoh, penggunaan AI untuk pembelajaran adaptif dapat menyebabkan penyempitan akses peserta didik terhadap sumber belajar yang lebih luas(Ma & Jiang, 2023). Maka riset ini dapat dikatakan bahwa di samping manfaat yang ditawarkan, penggunaan AI dalam pendidikan juga perlu dikaji secara mendalam untuk memahami dampak yang mungkin timbul, terutama terkait dengan isu etika dan moralitas.

Selain aspek etika, moralitas juga menjadi tantangan besar di era kecerdasan buatan. AI memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang dapat berdampak besar pada kehidupan manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang benar. Hal ini mencakup penghormatan terhadap hak asasi manusia, keadilan, dan kejujuran.

Sebagai salah satu contoh, yaitu Negara Swedia yang sudah memberlakukan kembali buku teks. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada kemampuan dasar peserta didik yaitu kemampuan menulis. Meskipun penerapan AI dalam pendidikan di Indonesia masih dalam tahap awal, potensi penyalahgunaan tetap perlu diwaspadai.

Menanggapi hal tersebut, para pemimpin dan pemangku kepentingan di bidang pendidikan perlu mengembangkan kerangka etis yang jelas dalam penggunaan AI.

Kemudian terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan tingkat kecerdasan rata-rata (IQ) orang Indonesia. Berikut ini beberapa temuan utama dari berbagai penelitian:

  1. Studi Kasus di Bali: Sebuah studi menggunakan sampel 50 orang di Bali menemukan bahwa IQ rata-rata di Bali adalah 79, dengan IQ rata-rata orang dewasa adalah 75, dan anak-anak adalah 84 (Rindermann & Nijenhuis, 2012).

  2. IQ Anak di Denpasar: Studi lain yang meneliti status gizi dan IQ siswa sekolah menengah pertama di Denpasar menemukan rata-rata IQ sebesar 105,8 (Maryani Ardi et al., 2016).

  3. Pengaruh Gizi dan IQ Orang Tua: Studi di Kalimantan Barat mengamati bahwa anak-anak yang mengalami malnutrisi parah memiliki skor IQ lebih rendah dibandingkan dengan yang mengalami malnutrisi ringan hingga sedang. Faktor IQ orang tua juga mempengaruhi hasil tersebut (Webb et al., 2005)

Kita coba tambahkan sedikit data menurut survei World Population Review 2023, skor IQ rata-rata orang Indonesia terbilang rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia dan Timor Leste bahkan menempati skor IQ terendah di antara negara-negara ASEAN. Dalam laman World Population Review diurutkan daftar negara dengan rata-rata nilai IQ-nya yang diambil dari sejumlah penelitian. Adapun Indonesia berada di peringkat ke-129 dengan skor IQ sebesar 78,49.

Dari kondisi ini, kita dapat melihat bahwa adanya variasi dalam tingkat kecerdasan di Indonesia, yang dipengaruhi oleh faktor geografis, gizi, dan genealogis (latar belakang keluarga). Meskipun demikian, penerapan AI dalam pendidikan tetap membutuhkan pengawasan yang cermat agar tidak menimbulkan diskriminasi atau memperlebar kesenjangan.

Maka diperlukan adanya framework etis yang jelas untuk mengembangkan dan menerapkan kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan khususnya Indonesia yang masih dalam fase transisi ini.

Regulasi dan Kebijakan untuk Mengatur Kecerdasan Buatan

Regulasi dan kebijakan merupakan alat penting untuk mengatur penggunaan kecerdasan buatan. Pemerintah dan organisasi internasional perlu bekerja sama untuk merumuskan aturan yang memastikan penggunaan AI secara bertanggung jawab. Regulasi ini harus mencakup perlindungan data, transparansi algoritma, dan akuntabilitas pengembang AI.

Di Indonesia sendiri, langkah-langkah untuk mengatur pemanfaatan AI dalam pendidikan belum sepenuhnya ada, bahkan saat ini sudah banyak platform yang terintegrasi AI, namun belum ada regulasi atau kebijakannya.

Jika semuanya dibenturkan dengan persepsi bahwa "teknologi hanya untuk membantu pekerjaan dan meringankan beban kerja manusia", ya hal ini dibenarkan, namun yang menjadi paradoks ketika "ketika teknologi tersebut justru memperbudak manusia, dalam hal adiksi", sehingga membuat polarisasi kemudahan-kemudahan yang diinginkan manusia, dan semakin mudah maka semakin malas pula manusia itu".

Salah satu contoh, saya mengajar di suatu kampus swasta kecil di Kabupaten Nganjuk. Suatu ketika saya memberikan pemantik pertanyaan yang sebenarnya sangat mudah untuk dijawab dengan penjelasan sederhana. Namun yang terjadi justru sebaliknya dimana mahasiswa saya langsung reflek ambil handphone kemudian akses google.

Disinilah antitesisnya, jika yang terjadi demikian maka didalam kelas saat saya memberikan transfer of knowledge dalam proses pembelajaran, maka ditarik suatu sintesis di dalam kelas tidak ada proses berpikir, dan rata-rata mahasiswa tidak siap belajar serta adanya kesalahan persepsi dalam memahami "google" sebagai mesin pencari bukan sumber data.

Peran Pendidikan dalam Meningkatkan Kesadaran Etika dan Moralitas

Pendidikan memiliki peran kunci dalam meningkatkan kesadaran etika dan moralitas terkait kecerdasan buatan. Kurikulum pendidikan harus memasukkan pembahasan tentang etika AI untuk mempersiapkan generasi mendatang dalam menghadapi tantangan teknologi ini. Selain itu, pelatihan bagi para profesional yang terlibat dalam pengembangan AI juga sangat penting.

Melalui kolaborasi antara dunia pendidikan, pemerintah, dan sektor swasta, diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan manfaat AI dalam dunia pendidikan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika.

Kecerdasan Buatan yang Bertanggung Jawab: Studi Kasus dan Best Practices

Ada banyak contoh implementasi AI yang bertanggung jawab yang dapat dijadikan acuan. Studi kasus ini menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip etika dan moral dapat diterapkan dalam pengembangan dan penggunaan AI. Best practices ini mencakup transparansi dalam pengembangan algoritma, pengujian bias, dan perlindungan data pengguna.

Salah satu contoh adalah pemanfaatan AI oleh Pemerintah Singapura dalam membantu proses pendidikan. Singapura telah mengembangkan platform pembelajaran AI yang menyediakan konten dan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu siswa(Afrita, 2023). Namun, pemerintah Singapura juga telah mengembangkan kebijakan untuk memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab, termasuk pengawasan manusia dan perlindungan data.

Praktik terbaik lain adalah inisiatif Uni Eropa untuk mengembangkan Proposal Regulasi AI yang komprehensif. Proposal ini mencakup persyaratan keamanan dan transparansi untuk sistem AI, serta mekanisme penegakan hukum(Lima et al., 2021).

Sementara di Amerika Serikat, beberapa lembaga telah mengembangkan pedoman etika AI, seperti yang dilakukan oleh Asosiasi Komputer Amerika (ACM) (ACM) dan Lembaga Insinyur Listrik dan Elektronik (IEEE).

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa pengembangan dan penerapan AI yang bertanggung jawab membutuhkan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan komunitas akademik.

***

Sumber Referensi:

  1. Afrita, J. (2023, April 25). Peran Artificial Intelligence dalam Meningkatkan Efisiensi dan Efektifitas Sistem Pendidikan. , 2(12), 3181-3187. https://doi.org/10.59141/comserva.v2i12.731
  2. Dermawan, A., Saputra, E., & Hutagalung, J E. (2022, July 25). PERAN MASYARAKAT DALAM MENAATI HUKUM DAN MENDUKUNG PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMPUTER DALAM BISNIS DIGITAL. Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, 2(3), 569-573. https://doi.org/10.31004/cdj.v2i3.2542
  3. Lima, G., Cha, M., Jeon, C., & Park, K S. (2021, November 8). The Conflict Between People’s Urge to Punish AI and Legal Systems. Frontiers Media, 8. https://doi.org/10.3389/frobt.2021.756242
  4. Ma, X., & Jiang, C. (2023, May 30). On the Ethical Risks of Artificial Intelligence Applications in Education and Its Avoidance Strategies. , 14, 354-359. https://doi.org/10.54097/ehss.v14i.8868
  5. Mulianingsih, F., Anwar, K., Shintasiwi, F A., & Rahma, A J. (2020, December 28). ARTIFICIAL INTELLEGENCE DENGAN PEMBENTUKAN NILAI DAN KARAKTER DI BIDANG PENDIDIKAN. , 4(2), 148-148. https://doi.org/10.21043/ji.v4i2.8625
  6. Wang, Y. (2021, June 1). When artificial intelligence meets educational leaders’ data-informed decision-making: A cautionary tale. Elsevier BV, 69, 100872-100872. https://doi.org/10.1016/j.stueduc.2020.100872
  7. Wardani, H K., Rukiyati, R., & Prabowo, M. (2022, November 30). Singularitas teknologi dalam perspektif filsafat pendidikan. Univerisitas Negeri Yogyakarta, 22(2), 171-182. https://doi.org/10.21831/hum.v22i2.47079

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun