Saat mendengar kedua tokoh ini, antara lain Paulo Freire (Brazil) dan Prof. Sacipto Rahardjo (Indonesia), secara statistik hipotesis dan subjektifitas penulis tidak cukup mengenal kedua tokoh ini. Mengapa demikian? karena tidak ada di dalam materi belajar, yang ada hanya sebagai pendamping atau penambah referensi, dan komparasi referensi saja, bahkan polarisasi ini diberikan di forum-forum perkumpulan organisasi mahasiswa ekstra sebagai transformasi dan memulai kritisisme. Namun jika kita memiliki curious untuk mengenal, mengetahui, dan memahami apa karya mereka, justru disitulah kita akan paham kompleksitas dan apa itu miskonsepsi dan dis integrasi dalam dunia pendidikan Indonesia.
Sebenarnya saat ini arus globalisasi dan revolusi teknologi, sistem pendidikan Indonesia tengah menghadapi tantangan besar. Kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: Apakah sistem pendidikan kita telah mampu menghasilkan generasi yang kritis, kreatif, dan siap menghadapi kompleksitas dunia modern? Dalam konteks ini, pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan merdeka menawarkan perspektif berbeda dan segar yang patut kita renungkan mungkin bisa dipertimbangkan untuk penerapan dalam kerangka kebijakan hukum pendidikan melalui UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan beberapa momentum telah di uji di Mahkamah Konstitusi dengan hasil beberapa substansi pasalnya telah dinyatakan tidak berlaku, serta saat ini ada hembusan angin harapan tentang draft RUU Sisdiknas 2022 yang kemungkinan akan menggantikan yang lama.
Mengapa harus impor pemikiran dari barat? kenapa tidak dari timur seperti kekhalifaan islam Turki ustmaniyah yang dipimpin Mehmet VI?, bukan impor barat, namun setidaknya semua pemikiran barat dan timur dari para tokoh hebat ilmu pengetahuan tujuannya sama, yaitu bagaimana menuju "dialektik atau dinamis" itu sendiri dan tidak ada ilmu pengetahuan yang diciptakan untuk berjalan ditempat.
Freire, seorang pemikir pendidikan progresif dari Brazil, menekankan pentingnya memberdayakan peserta didik sebagai subjek aktif dalam proses belajar (Hafidah & Sunardi, 2023). Sedangkan Hukum progresif merupakan pemikiran perkembangan hukum yang digagas oleh Alm. Prof. Satjipto Rahardjo dari Indonesia, yang memiliki kekuatan prinsip bahwa “hukum dibentuk untuk manusia bukan manusia untuk hukum. "Pada titik inilah, konsep pendidikan merdeka Freire dan hukum progresif Satjipto Rahardjo dapat saling memperkaya untuk mewujud-kan sistem pendidikan yang lebih adil dan transformatif di Indonesia(Rahmad & Hafis, 2021).
Menurut riset (Yusuf & Arfiansyah, 2021)(Hayati, 2022),keduanya, baik konsep "Merdeka Belajar" maupun "Pemikiran Hukum Progresif", menekankan pada pembebasan dan pengembangan potensi peserta didik secara mandiri serta guru tidak lagi berperan sebagai pemegang otoritas tunggal, melainkan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hasil riset yang lain (Hafidah & Sunardi, 2023) kondisi ini sejalan dengan konsep konstruktivisme yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari kegiatan belajar-mengajar. Lalu, bagaimana konsep pemikiran dari dua bidang keilmuan ini bisa saling terkoneksi?
Wawasan Transformasi Paradigma: Dari Pendidikan Konvensional ke Pendidikan MerdekaÂ
Selama bertahun-tahun, sistem pendidikan kita terjebak dalam apa yang Freire sebut sebagai "pendidikan gaya bank". Peserta didik dipandang sebagai wadah kosong yang harus diisi pengetahuan oleh guru. Paradigma ini tidak hanya membatasi potensi peserta didik, tetapi juga mengikis daya kritis mereka. Â Melalui konsep pendidikan merdeka, Freire menawarkan sebuah revolusi paradigmatik dalam dunia pendidikan.
Dalam pandangan Freire, dalam riset (Sahnan & Wibowo, 2023) bahwa, pendidikan merdeka harus membebaskan peserta didik dari belenggu "budaya bisu" dan mendorong mereka untuk menjadi subjek yang kritis, kreatif, dan transformatif.
Freire mengajak kita untuk memandang pendidikan sebagai proses pembebasan. Ini berarti menciptakan ruang dialog, di mana peserta didik dan pendidik bersama-sama mengonstruksi pengetahuan. Untuk mewujudkan visi ini, diperlukan kerangka hukum yang progresif, yang tidak hanya mengatur tetapi juga memberdayakan. Sedangkan bagaimana dengan progresifitas hukum Prof. Sacipto Rahardjo dalam hal ini?Â
Hasil riset (Riwanto, 2016) menjelaskan bahwa pemikiran Satjipto Rahardjo tentang hukum progresif menawarkan sebuah fondasi filosofis yang kuat untuk mewujudkan konsep pendidikan merdeka Freire. Kemudian selanjutnya dalam (Haryono, 2019) perspektif Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa, hukum harus dipahami sebagai alat untuk memajukan kesejahteraan manusia, bukan sekadar aturan kaku yang harus dipatuhi secara formal.