Mohon tunggu...
Rengga Yudha Santoso
Rengga Yudha Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Ketua Program Studi S1 PPKn Kampus STKIP PGRI NGANJUK

"Tulisan yang baik, adalah tulisan yang dibaca, direnungi, dan direduksi sejauh mana rasionalitasnya bukan hanya sekedar menulis untuk dikutip namun tidak mengerti isinya" - halalkiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Progresifitas Hukum dalam Pendidikan Merdeka, Analisis Pemikiran Paulo Freire

29 Juni 2024   18:00 Diperbarui: 29 Juni 2024   18:02 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh karena itu, pembaruan sistem hukum pendidikan di Indonesia harus berpijak pada prinsip-prinsip hukum progresif yang sejalan dengan konsep pendidikan merdeka Freire. Sehingga hal ini akan mendorong terciptanya lingkungan belajar yang demokratis, kritis, dan transformatif.

Progresifitas Hukum sebagai Katalisator Pendidikan Kritis

Hukum pendidikan kita saat ini masih cenderung kaku dan berorientasi pada standarisasi. Padahal, dunia yang dinamis membutuhkan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual. Kita perlu merancang kerangka hukum yang mendorong pemikiran kritis dan kreativitas. 

Dalam hal ini, konsep hukum progresif Satjipto Rahardjo dapat menjadi titik tolak pembaruan. Hukum progresif memandang bahwa hukum harus selalu dalam proses menjadi, selalu dalam perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan manusia(Riwanto, 2016). Dengan demikian, hukum pendidikan pun harus responsif terhadap kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

Pada intinya, gagasan Satjipto Rahardjo dalam (Khalimy et al., 2023) tentang hukum progresif menekankan pentingnya bagi hukum untuk berpihak kepada mereka yang rentan dan terpinggirkan, termasuk dalam konteks pendidikan.

Bagaimana caranya? Pertama, kita bisa mulai dengan merevisi peraturan yang membatasi ruang gerak guru dalam mengembangkan metode pembelajaran serta mengurangi beban administratif laporan yang memberatkan. Tanpa hal ini sulit bagi pendidik atau guru bergerak leluasa memaksimalkan potensi peserta didiknya karena tuntutan administratif, bukan tuntutan bagaimana membuat peserta didiknya memiliki kompetensi menguasai keilmuan.


 Kedua, kita perlu menciptakan regulasi yang mendorong pembelajaran berbasis proyek dan pemecahan masalah yang berbasis lingkungan dan adanya role model. Bukan hanya sekedar penugasan tanpa pengarahan yang jelas serta instrumen penilaiannya yang tidak objektif. Ketiga, sistem evaluasi perlu direformasi untuk menilai tidak hanya hasil, tetapi juga proses berpikir peserta didik. 

Dengan demikian, progresifitas hukum dapat menjadi katalisator bagi terwujudnya pendidikan yang benar-benar membebaskan dan memberdayakan peserta didik. Upaya-upaya tersebut sejalan dengan semangat "Merdeka Belajar" yang digaungkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini.

Otonomi dan Pemberdayaan: Mewujudkan Visi Freire melalui Reformasi Hukum

Freire menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dalam pendidikan. Dalam konteks Indonesia, ini bisa diterjemahkan menjadi penguatan otonomi sekolah dan peran serta masyarakat dalam pendidikan. 

Melalui hukum progresif, kita dapat mendorong adanya desentralisasi dan deregulasi dalam sistem pendidikan. Sekolah perlu diberi keleluasaan untuk mengembangkan kurikulum dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan lokal (Wahib, 2014). Selain itu, peran serta orangtua, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengelolaan sekolah perlu diperkuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun