Hukum progresif mendorong adanya fleksibilitas dan keberpihakan terhadap mereka yang tertindas. Dalam konteks pendidikan, hal ini berarti menciptakan kerangka hukum yang mendukung pemberdayaan peserta didik, bukan hanya mengatur mereka saja.
Oleh karena itu, pembaruan sistem hukum pendidikan di Indonesia harus berpijak pada prinsip-prinsip hukum progresif yang sejalan dengan konsep pendidikan merdeka Freire. Sehingga hal ini akan mendorong terciptanya lingkungan belajar yang demokratis, kritis, dan transformatif.
Progresifitas Hukum sebagai Katalisator Pendidikan Kritis
Hukum pendidikan kita saat ini masih cenderung kaku dan berorientasi pada standarisasi. Padahal, dunia yang dinamis membutuhkan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual. Kita perlu merancang kerangka hukum yang mendorong pemikiran kritis dan kreativitas.Â
Dalam hal ini, konsep hukum progresif Satjipto Rahardjo dapat menjadi titik tolak pembaruan. Hukum progresif memandang bahwa hukum harus selalu dalam proses menjadi, selalu dalam perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan manusia(Riwanto, 2016). Dengan demikian, hukum pendidikan pun harus responsif terhadap kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Pada intinya, gagasan Satjipto Rahardjo dalam (Khalimy et al., 2023) tentang hukum progresif menekankan pentingnya bagi hukum untuk berpihak kepada mereka yang rentan dan terpinggirkan, termasuk dalam konteks pendidikan.
Bagaimana caranya? Pertama, kita bisa mulai dengan merevisi peraturan yang membatasi ruang gerak guru dalam mengembangkan metode pembelajaran serta mengurangi beban administratif laporan yang memberatkan. Tanpa hal ini sulit bagi pendidik atau guru bergerak leluasa memaksimalkan potensi peserta didiknya karena tuntutan administratif, bukan tuntutan bagaimana membuat peserta didiknya memiliki kompetensi menguasai keilmuan.
 Kedua, kita perlu menciptakan regulasi yang mendorong pembelajaran berbasis proyek dan pemecahan masalah yang berbasis lingkungan dan adanya role model. Bukan hanya sekedar penugasan tanpa pengarahan yang jelas serta instrumen penilaiannya yang tidak objektif. Ketiga, sistem evaluasi perlu direformasi untuk menilai tidak hanya hasil, tetapi juga proses berpikir peserta didik.Â
Dengan demikian, progresifitas hukum dapat menjadi katalisator bagi terwujudnya pendidikan yang benar-benar membebaskan dan memberdayakan peserta didik. Upaya-upaya tersebut sejalan dengan semangat "Merdeka Belajar" yang digaungkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini.
Otonomi dan Pemberdayaan: Mewujudkan Visi Freire melalui Reformasi Hukum
Freire menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dalam pendidikan. Dalam konteks Indonesia, ini bisa diterjemahkan menjadi penguatan otonomi sekolah dan peran serta masyarakat dalam pendidikan.Â