Semua terasa begitu cepat dan sedikit membingungkan. Hal terakhir yang ada di pikiran Abdi adalah meluangkan waktu lebih banyak dengan menjelajah setiap sudut Malaka, menikmati pemandangan yang ada serta mencoba berbagai jenis makanan sambil terus belajar di Masjid maupun gedung-gedung yang mengadakan konferensi dan ceramah untuk umum. Kegiatan terakhir terjadwal dengan sangat baik karena tingginya minat belajar masyarakat Malaka yang begitu majemuk. Belum lagi banyaknya tamu dari luar baik dari utara maupun selatan yang berdatangan, membuat kota pelabuhannya menjadi pelabuhan paling sibuk bahkan mengalahkan Samudera, Buton, dan Demak.
      "Sudah lihat lautan luas lagi kita Lem," ucap Abdi seketika ketika keduanya melamun memandang ke depan.
      "Yah, paling tidak bisa bareng banyak kapal Di, jadi gak takut diserang, apalagi ada Imam eh Komandan Hassan..." ucap Dalem bersyukur.
      Kapal yang berangkat berjumlah sembilan, empat dari samudera lima dari Palembang Darussalam. Rencananya mereka akan berada di Sarawak selama tiga minggu sebelum menempuh perjalanan ke Mamluk untuk menghadiri undangan.
      "Kenapa ya Kapal dari Malaka baru akan berangkat di minggu ketiga?" tanya Abdi.
      "Gak tahu Di, mungkin masih ngurusi kejadian percobaan penculikan kemarin," Dalem asal menjawab.
      "Iya juga sih.. apalagi yang jadi korban Pak Affar, kerabatnya Hang Tuah sang Laksamana.. Huff..."
      "Banyak banget ya yang kita alami semenjak naik sekoci, pingin liburan dan belajar normal lagi.. Banyak banget sih kejadian aneh," Abdi melanjutkan.
      "Belum lagi satu kapal Samudera yang ternyata rusak dan harus kembali..."
      "Mikirin yang lain aja Di, aku laper nih..."