Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 18, Malaka) - Menuju Pelabuhan

31 Maret 2024   05:49 Diperbarui: 31 Maret 2024   15:44 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: editan penulis sendiri dari bahan di freepik.com

            Sungai Malaka sedikit bercabang di depan, dapat dimasuki kapal-kapal kecil tapi tidak dengan kapal besar Malaka, mereka terus melaju di jalur utamanya. Diantara cabang-cabang itu berjejer toko-toko dan rumah makan serta jembatan yang menghubungkan pinggir sungai satu dengan lainnya. Kapal-kapal kecil tadi lalu lalang di bawah jembatan. Di depan, mereka melihat Masjid yang sangat besar, cukup untuk menampung seluruh jamaat yang berada dalam radius tiga kilometer di sekitar.

            "Masjid Selat. Ade beberapa di sini. Ini yang paling besar," Masjid ini diberi warna biru di dinding dan hijau di kubah.

            Di belakang masjid ketika kapal melaju terlihat dengan jelas tempat-tempat penginapan bagi para pengunjung yang datang ke Malaka. Beberapa dihiasi lampion yang masih menyala. Kemudian di atas tempat penginapan yang bertingkat ini ternyata ada tempat makan. Mereka yang sarapan lebih awal pagi ini dapat melihat Abdi, Dalem, Pak Affar dan beberapa kru yang masih di luar kapal dengan jelas. Beberapa tangan melambai kepada mereka.

            "Waah, baru kali ini saya melihatnya..." tangan Abdi dan Dalem otomatis membalas mereka yang melambai dari atas penginapan.

            "Seperti bangunan kraton ya penginapannya.. Beda dengan rumah-rumah lain yang tadi kita temui."

            "Iye, salah satu yang termahal disini," jelas Pak Affar.

            "Pantas.. enak ya bisa makan dari atas," ucap Abdi.

            "Waah, kalau itu di depan banyak Abdi. Lihatlah!" Pak Affar menyuruh mereka melihat ke arah depan dimana kanal seperti melebar dan menanjak ke atas.

            "Cume tipuan mate, sebenarnye air sungai yang tidak terlalu penuh karna masih musim kemarau dan memang kanal di depan lebih lebar," jelasnya.

            Tapi bukan itu yang menjadi pencuri perhatian, di depan berjejer toko, tempat makan, penginapan, dan gedung-gedung pertemuan yang tinggi. Setiap tempat dihiasi dengan bunga yang beraneka warna.

            "Waaahh," Tak banyak yang bisa diucapkan Abdi dan Dalem untuk menunjukkan kekaguman mereka. Mata keduanya tak henti-henti melihat ke arah pinggir sungai yang mereka lalui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun