Bagaimana jika Israel menghendaki kembalinya luas wilayah seperti zaman dahulu? Tentu tidak akan mendapat sambutan yang mudah dari Negara-negara Timur Tengah. Apalagi jika masih ada Irak, Saddam Hosein tidak akan segan-segan meluncurkan kembali rudal ke sana. Oleh karena itu perlu adanya penyesuaian ideologi, sehingga paling tidak bisa diajak berdiskusi mengenai keberadaan Israel di sana. Tentu, jika terjadi perang pun, negara-negara di sekitarnya paling tidak bisa 'dikendalikan' dengan baik.
Itulah konsekuensi logis dari lamanya invasi Amerika dan NATO ke Timur Tengah, penyesuaian ideologi dibalik indahnya istilah 'demokrasi'. Pemerintah-pemerintah boneka dibentuk diberbagai negara, kerjasama digalang demi masa depan yang terukur dan terkendali. Terakhir, putra mahkota Arab Saudi, MBS, yang dekat sekali dengan barat. Penting untuk menggenggam Arab, karena memang secara politik pastilah sangat menentang keberadaan Israel di Palestina.
Untungnya, Afganistan masih bisa melawan dan merdeka di bawah Pemerintahan Taliban. Kata Taliban berarti 'para mahasiswa', mereka yang terpelajar dan melakukan perlawanan di sana.
Keberadaan Israel tak bisa lepas dari peradaban barat, khususnya Inggris dan Amerika. Cara mereka dalam menjajah Palestina menjadi persoalan utama yang menjadi perhatian seluruh dunia, khususnya dunia Islam, yang sebagian besarnya berada di Timur Tengah.
Sumber: berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H