Bantuan militer yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada Israel saat ini mencapai hampir $4 miliar dolar setiap tahun.
Perang di Timur Tengah demi Keamanan Israel
Sejak tragedi runtuhnya Menara Kembar pada 11 September 2001, invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat ke Irak dan Afghanistan telah menjadi sumber perdebatan yang tak kunjung berakhir. Dalam prosesnya, berbagai kejanggalan dan pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban memunculkan teori-teori konspirasi yang berpendapat bahwa peristiwa 9/11 mungkin adalah hasil dari operasi bendera palsu yang disusun dengan tujuan tertentu. Operasi tersebut disinyalir dimaksudkan untuk melegitimasi campur tangan politik Amerika Serikat di Timur Tengah, dengan dalih membawa demokrasi dan melancarkan perang melawan terorisme.
Sejak saat itu, media Amerika telah memperbesar kata "terorisme" dan mengaitkannya dengan Islam. Tindakan radikalisme yang dilakukan oleh sejumlah kecil individu yang mengatasnamakan Islam menjadi pemicu ketegangan dan stereotip negatif yang terasa membabi buta, bahkan bagi mereka yang hanya ingin menjalankan keyakinan mereka dalam agama Islam.
Perdebatan ini masih berlanjut, dan wacana mengenai peristiwa 9/11 dan tindakan Amerika Serikat di Timur Tengah tetap menjadi sorotan utama. Tentu saja, masyarakat berhak untuk mencari kebenaran dan mengajukan pertanyaan yang relevan, tetapi dalam prosesnya, kita juga harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam pandangan sempit atau stereotip yang dapat merugikan keragaman dan toleransi.
Lalu apa hubungannya invasi Amerika dan NATO di Timur Tengah dengan keberadaan Israel?
Jangan pernah melupakan sejarah, pada 14 mei 1948, tepat ketika Israel diproklamasikan sebagai sebuah Negara yang berdiri di atas tanah Palestina, sehari setelahnya terjadi penyerbuan oleh negara-negara yang berada di sekitarnya. Tentara dari Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak dan negara Arab lainnya menyerbu Israel. Lalu munculah perang Arab Israel pertama yang dimenangkan dengan mudah oleh Israel. Setelahnya rentetan konflik Negara-negara Arab dan Israel semakin banyak, hal yang tentu didasari oleh sifat tamak manusianya yang seenak hati mengambil tanah Palestina dan berbuat semena-mena kepada negara di sekitarnya.
Dalam kancah politik internasional, negara-negara Islam juga banyak yang memusuhi Israel, meskipun lambat laun dengan dukungan politik, Israel dapat perlahan diterima. Namun, negara-negara dengan pemerintah yang masih mempertahankan akal sehat dan moral, tentu tidak semudah itu menerima keberadaan Israel di tanah Arab.
Saddam Hosein, secara kebetulan, adalah sosok yang tegas terhadap Israel. Pada Perang Teluk II tahun 1991, Israel berhadapan dengan ancaman yang serius ketika sejumlah rudal Scud diluncurkan ke wilayahnya, termasuk kota-kota besar seperti Tel Aviv dan Haifa. Ancaman ini datang dari rezim Saddam Hussein di Irak yang sedang terlibat dalam konflik dengan Amerika Serikat dan koalisi internasional. Pada perkembangannya, Perang Teluk II menjadi konflik antara Irak dan Amerika Serikat untuk mewujudkan ambisi ekonomi dan politis di kawasan Timur Tengah. Sehingga bisa ditarik benang merah dari peristiwa Perang Teluk I hingga II ke invasi Amerika pasca false flag pada 11 September 2001.
Israel, yang takut untuk melawan Irak saat itu hanya bisa mensiagakan sistem pertahanan rudal Patriot yang diberikan oleh Amerika Serikat di sekitar wilayahnya.
Padahal Israel memiliki cita-cita untuk mengembalikan kejayaan seperti dahulu kala saat Raja Daud dan Sulaiman berkuasa. Daerah kekuasaan Israel yang tertulis dalam kitab-kitab mereka jauh lebih luas dibandingkan saat ini. Masalah internal di tepi barat saja tidak selesai-selesai hingga saat ini, ketakutan mereka untuk mengeksekusi dan mengakhiri perlawanan rakyat Palestina tentu diakibatkan oleh dukungan tanpa henti Negara-negara Islam terutama yang dekat, yakni di Timur Tengah. Indonesia saja yang jauh di tenggara selalu memberikan dukungan terhadap perjuangan Palestina.