Perusahaan dan petani perlu memahami bahwa praktik-praktik ini tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga merusak masa depan pertanian dan perkebunan mereka.
Ketiga, kurangnya penegakan hukum dan pemantauan terhadap praktik-praktik ilegal yang menyebabkan kebakaran juga menjadi masalah serius. Perlu ada kerjasama yang lebih erat antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk memastikan bahwa hutan dan lahan dilindungi dengan baik.
Selama musim kemarau, asap dari kebakaran hutan dan lahan mengancam kesehatan manusia. Partikel-partikel berbahaya dalam asap tersebut dapat menyebabkan masalah pernapasan, terutama pada anak-anak dan orang tua.Â
Selain itu, dampak ekonomi kebakaran ini juga tak bisa diabaikan. Hilangnya lahan pertanian dan perkebunan, kerusakan properti, dan biaya penanganan kebakaran semuanya berdampak negatif pada perekonomian.
Titik Panas dan Ancaman Kebakaran yang Terus Meningkat
Puncak musim kemarau telah tiba, dan dengan datangnya musim kering, Indonesia kembali menghadapi ancaman serius: kebakaran hutan dan lahan.Â
Data terbaru dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa jumlah titik panas (hotspot) dalam 10 hari terakhir sangat dominan di Kalimantan, dengan sebanyak 460 titik panas.Â
Rinciannya adalah 247 titik panas di Kalimantan Barat, 107 di Kalimantan Tengah, 70 di Kalimantan Timur, dan 36 di Kalimantan Selatan.
Selain Kalimantan, titik panas juga terdeteksi di wilayah lain, termasuk 170 titik panas di Nusa Tenggara Timur (NTT), 139 di Papua, dan 91 di Sumatera Selatan. Angka-angka ini mengingatkan kita akan potensi kebakaran hutan yang selalu mengintai di musim kemarau.
Di Kalimantan Barat, luas karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tahun 2023 hingga bulan Juli telah mencapai 1.962,59 hektar.Â
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya