Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengungkap Fakta di Balik Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional

30 Agustus 2023   08:50 Diperbarui: 30 Agustus 2023   09:06 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: freepik.com

Sejarah Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional

Dalam setiap lembaran kalender, terdapat tanggal yang membawa ingatan kolektif akan peristiwa penting dalam sejarah dunia. Hari ini, tanggal 30 Agustus, tidak hanya sekadar tanggal dalam kalender. Ia merupakan suara yang berbicara bagi ribuan suara yang telah dicabut dan meronta dalam gelapnya penghilangan paksa. Hari ini, kita merenungkan Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional, suatu pengingat keras akan ketidakadilan yang terjadi di berbagai belahan dunia.

Kita harus bersyukur atas keberadaan organisasi non-pemerintah yang dengan tegas berdiri melawan ketidakadilan ini. Pada tahun 1981, sebuah cahaya harapan berawal dari Kosta Rika dengan lahirnya Latin American Federation of Associations for Relatives of Detained-Disappeared (F.E.D.E.F.A.M.). Organisasi ini bukan sekadar simbol perlawanan terhadap pemenjaraan rahasia, penghilangan paksa, dan penculikan di Amerika Latin; ia adalah pencerah yang menerangi kegelapan di mana suara-suara yang hilang berusaha menggema.

Pentingnya Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional tidak dapat diabaikan. Peristiwa penghilangan paksa, sebuah tindakan yang merenggut hak asasi manusia paling mendasar, masih berlangsung di berbagai penjuru dunia. F.E.D.E.F.A.M. dengan tekun berjuang untuk menghentikan malapetaka ini, mengingatkan kita bahwa di balik setiap statistik terdapat nyawa yang tercabut. Mereka mengharapkan bahwa mata semua orang akan terbuka, menyadari bahwa ribuan korban hilang tenggelam dalam kelamnya ketidakpastian.

Namun, kenyataannya lebih menghantarkan kita pada keprihatinan. Baru pada tahun 2010, Perserikatan Bangsa-Bangsa mulai secara serius mengangkat isu ini ke permukaan. Ribuan nyawa yang hilang, dipermainkan oleh konflik bersenjata dan rezim tirani di lebih dari 85 negara, mendapatkan sorotan yang pantas. Pada tahun 2011, langkah yang lebih konkret diambil dengan mengakui tanggal 30 Agustus sebagai Hari Internasional Korban Penghilangan Paksa. Langkah ini tidak sekadar mengenang, tetapi juga mengingatkan kita tentang Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa.

Dalam dunia yang semakin terkoneksi, di mana informasi dapat menyebar begitu cepatnya, kita memiliki tanggung jawab kolektif untuk menghentikan ketidakadilan ini. Tindakan penghilangan paksa bukanlah sekadar tindakan kekerasan terhadap individu, tetapi juga serangan terhadap kemanusiaan dan martabat. Setiap upaya yang dilakukan untuk menghentikan perbuatan ini, baik dari pemerintah, organisasi non-pemerintah, atau individu, adalah langkah ke arah perdamaian dan keadilan.

Baca juga: Esensi Merdeka

Kisah-Kisah yang Tak Boleh Dilupakan

Dunia ini penuh dengan kisah-kisah yang tak jarang membuat bulu kuduk merinding. Bukan cerita fiksi yang datang dari lembaran novel atau layar kaca, tetapi kisah nyata yang menyoroti kelamnya penghilangan paksa. Hari ini, kita akan menyusuri lorong-lorong suram di beberapa wilayah dunia yang telah menjadi saksi bisu peristiwa mengerikan ini.

Suriah, nama negara yang tak bisa disebut tanpa mendengar gemuruh konflik dan penderitaan. Lebih dari 82.000 nyawa telah menjadi taruhan dalam permainan penghilangan paksa sejak 2011. Angka ini, yang lebih besar dari kapasitas stadion penuh, seolah tak memberikan efek apa pun pada kenyataan di lapangan. Bukan hanya pemerintah yang menjadi aktor di balik layar gelap ini, tetapi kelompok oposisi bersenjata juga tak luput dari tuduhan serupa.

Meski jutaan mata terpaku pada panggung konflik Suriah, ribuan nyawa yang hilang terasa seakan tenggelam dalam hiruk-pikuk berita. Dalam kepungan keraguan, keluarga-keluarga yang ditinggalkan berusaha merobek tirai kelam untuk menemukan jejak orang-orang tercinta. Satu-satunya konfirmasi datang dari pemerintah Suriah, yang menyatakan bahwa setidaknya 161 nyawa telah padam secara tragis sejak awal baku tembak.

Sri Lanka, pulau yang menawarkan keindahan alam nan memukau, juga menyimpan cerita pahit penghilangan paksa. Antara 60.000 hingga 100.000 orang hilang sejak akhir 1980-an, seperti layaknya hilangnya matahari di ufuk barat. Penghilangan massal setelah konflik bersenjata menyiratkan sebuah keputusan sadis, dengan negara yang sengaja menyembunyikan nasib mereka yang tak bersisa.

Namun, ada sinar harapan. Sri Lanka, setelah bertahun-tahun berkutat dalam kegelapan, akhirnya mengeluarkan langkah konkret dengan mengkriminalisasi penghilangan paksa pada 2018. Meski begitu, langkah ini hanya langkah awal, karena pemerintah harus membuktikan keseriusannya dengan membantu keluarga yang terluka untuk mengungkapkan kebenaran yang tak terkubur.

Argentina, negeri di Amerika Selatan yang dahulu dilanda kegelapan diktator, juga menjadi bagian dari cerita kelam ini. Selama 1976-1983, bayangan pemerintahan militer melingkupi kehidupan, dengan 30.000 orang menjadi korban penghilangan paksa. Dalam kebrutalan yang tak terbayangkan, praktik "penerbangan maut" di mana korban dilemparkan dari pesawat militer atau helikopter, menjadi simbol ketidakberpihakan terhadap kemanusiaan.

Namun, ada langkah-langkah keadilan yang menggeliat. Amnesty International, dalam kiprahnya yang penuh tekad, telah berjuang untuk menghadirkan keadilan bagi para korban. Pengadilan sipil biasa akhirnya membawa sejumlah pejabat militer dan tokoh pemerintahan ke kursi pengadilan.

Dalam cahaya fakta-fakta yang terungkap, kita dituntut untuk tak pernah melupakan kisah-kisah ini. Penghilangan paksa, bukan hanya pelanggaran terhadap hukum, tetapi juga nyanyian luka yang terus berdendang. Saat kita melewati tanggal 30 Agustus, Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional, marilah kita merenung dan berkomitmen untuk melawan kelamnya bayang-bayang ini dan menegakkan keadilan bagi mereka yang nyawanya terenggut di balik tirai gelap sejarah.

Mengungkap Luka Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998

Di balik jendela waktu, ada peristiwa yang tersembunyi dalam bayang-bayang sejarah. Peristiwa yang tak hanya meninggalkan bekas luka di tubuh bangsa, tetapi juga merobek-robek hak asasi manusia secara brutal. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 menjadi salah satu bab kelam yang tak boleh terlupakan dalam kronik perjalanan Indonesia.

Ketika kata-kata seperti keadilan, demokrasi, dan kebebasan mulai terdengar mengganggu telinga penguasa Orde Baru, sorotan tajam langsung diarahkan kepada para aktivis, pemuda, dan mahasiswa yang memeluk cita-cita ini. Mereka, yang dengan nyali tak tergoyahkan berdiri menghadapi kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan, dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas negara. Dalam upaya melindungi kekuasaannya, pemerintah malah melangkah ke dalam dosa berat pelanggaran hak asasi manusia.

Tak kurang dari 13 aktivis, suara-suara kritis yang berkobar, hilang tanpa jejak. Mereka diculik, dipenjara dalam ketidakpastian yang menghantui, dan tak satupun informasi tentang nasib mereka mencuat ke permukaan. Sejak saat itu, para keluarga korban hidup dalam bayang-bayang kegelapan, terombang-ambing oleh pertanyaan tanpa jawaban.

Dalam usahanya untuk menebus keadilan bagi para korban, Panitia Khusus DPR 2009 mengambil langkah berani dengan merekomendasikan presiden untuk melakukan pencarian terhadap 13 korban yang hingga kini tak kunjung diketahui nasibnya. Lebih dari sekadar itu, tiga rekomendasi penting diberikan: pembentukan pengadilan HAM ad hoc, kompensasi serta rehabilitasi bagi keluarga korban, dan ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

Namun, luka ini belum menemui penyembuhan yang memadai. Meski usaha-usaha besar telah diambil, kenyataannya belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pencarian keadilan bagi para korban dan keluarga mereka tetap menjadi bunga angan yang terhempas oleh kenyataan.

Kita sebagai masyarakat memiliki kewajiban untuk mengenang peristiwa bersejarah ini, agar kebenaran tidak terus terkubur dalam lupa. Kita harus menuntut agar janji-janji keadilan dan hak asasi manusia yang telah diucapkan tak hanya menjadi angin lalu. Waktu telah mengajarkan kita bahwa lupa adalah musuh dari perubahan. Kita harus terus menerus mengingat dan berjuang, agar di masa depan, kelamnya peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 hanya menjadi kenangan yang menguatkan tekad kita untuk menjaga keadilan, demokrasi, dan kemanusiaan.

Ketika kita memperingati Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional, mari kita heningkan diri sejenak untuk merenungkan nyanyian-nyanyian yang terdengar samar di tengah kegelapan. Mari kita mendukung langkah-langkah yang diambil oleh F.E.D.E.F.A.M. dan organisasi serupa untuk mengembalikan suara-suara yang hilang kepada keluarga mereka, untuk mengembalikan hak asasi manusia yang telah dicabut. Dan, yang tak kalah pentingnya, mari kita berkomitmen untuk mencegah bahwa masa depan tidak akan lagi dicorongkan oleh bayang-bayang penghilangan paksa.

Peristiwa penghilangann paksa diri seseorang yang juga terjadi di Indonesia pada masa lalu sangatlah disayangkan. Seseorang lebih baik dieksekusi secara terbuka daripada harus hilang untuk selamanya. Hanya mereka yang sewenang-wenang yang akan dengan senang hati menghilangkan keberadaan orang tersebut, sehingga jejak kehadirannya tidak lagi menjadi momok bagi mereka yang berkuasa.   

Di balik tanggal 30 Agustus yang tertera dalam kalender, mari kita jadikan setiap hari sebagai momentum untuk menghentikan penghilangan paksa dan mengangkat suara bagi mereka yang tidak lagi dapat bersuara. Kita adalah suara bagi mereka yang hilang, dan melalui suara ini, kita berdiri bersama dalam membangun dunia yang lebih adil, manusiawi, dan penuh dengan cahaya kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun