Kita sebagai masyarakat memiliki kewajiban untuk mengenang peristiwa bersejarah ini, agar kebenaran tidak terus terkubur dalam lupa. Kita harus menuntut agar janji-janji keadilan dan hak asasi manusia yang telah diucapkan tak hanya menjadi angin lalu. Waktu telah mengajarkan kita bahwa lupa adalah musuh dari perubahan. Kita harus terus menerus mengingat dan berjuang, agar di masa depan, kelamnya peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 hanya menjadi kenangan yang menguatkan tekad kita untuk menjaga keadilan, demokrasi, dan kemanusiaan.
Ketika kita memperingati Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional, mari kita heningkan diri sejenak untuk merenungkan nyanyian-nyanyian yang terdengar samar di tengah kegelapan. Mari kita mendukung langkah-langkah yang diambil oleh F.E.D.E.F.A.M. dan organisasi serupa untuk mengembalikan suara-suara yang hilang kepada keluarga mereka, untuk mengembalikan hak asasi manusia yang telah dicabut. Dan, yang tak kalah pentingnya, mari kita berkomitmen untuk mencegah bahwa masa depan tidak akan lagi dicorongkan oleh bayang-bayang penghilangan paksa.
Peristiwa penghilangann paksa diri seseorang yang juga terjadi di Indonesia pada masa lalu sangatlah disayangkan. Seseorang lebih baik dieksekusi secara terbuka daripada harus hilang untuk selamanya. Hanya mereka yang sewenang-wenang yang akan dengan senang hati menghilangkan keberadaan orang tersebut, sehingga jejak kehadirannya tidak lagi menjadi momok bagi mereka yang berkuasa. Â Â
Di balik tanggal 30 Agustus yang tertera dalam kalender, mari kita jadikan setiap hari sebagai momentum untuk menghentikan penghilangan paksa dan mengangkat suara bagi mereka yang tidak lagi dapat bersuara. Kita adalah suara bagi mereka yang hilang, dan melalui suara ini, kita berdiri bersama dalam membangun dunia yang lebih adil, manusiawi, dan penuh dengan cahaya kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H