Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengungkap Fakta di Balik Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional

30 Agustus 2023   08:50 Diperbarui: 30 Agustus 2023   09:06 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: freepik.com

Sri Lanka, pulau yang menawarkan keindahan alam nan memukau, juga menyimpan cerita pahit penghilangan paksa. Antara 60.000 hingga 100.000 orang hilang sejak akhir 1980-an, seperti layaknya hilangnya matahari di ufuk barat. Penghilangan massal setelah konflik bersenjata menyiratkan sebuah keputusan sadis, dengan negara yang sengaja menyembunyikan nasib mereka yang tak bersisa.

Namun, ada sinar harapan. Sri Lanka, setelah bertahun-tahun berkutat dalam kegelapan, akhirnya mengeluarkan langkah konkret dengan mengkriminalisasi penghilangan paksa pada 2018. Meski begitu, langkah ini hanya langkah awal, karena pemerintah harus membuktikan keseriusannya dengan membantu keluarga yang terluka untuk mengungkapkan kebenaran yang tak terkubur.

Argentina, negeri di Amerika Selatan yang dahulu dilanda kegelapan diktator, juga menjadi bagian dari cerita kelam ini. Selama 1976-1983, bayangan pemerintahan militer melingkupi kehidupan, dengan 30.000 orang menjadi korban penghilangan paksa. Dalam kebrutalan yang tak terbayangkan, praktik "penerbangan maut" di mana korban dilemparkan dari pesawat militer atau helikopter, menjadi simbol ketidakberpihakan terhadap kemanusiaan.

Namun, ada langkah-langkah keadilan yang menggeliat. Amnesty International, dalam kiprahnya yang penuh tekad, telah berjuang untuk menghadirkan keadilan bagi para korban. Pengadilan sipil biasa akhirnya membawa sejumlah pejabat militer dan tokoh pemerintahan ke kursi pengadilan.

Dalam cahaya fakta-fakta yang terungkap, kita dituntut untuk tak pernah melupakan kisah-kisah ini. Penghilangan paksa, bukan hanya pelanggaran terhadap hukum, tetapi juga nyanyian luka yang terus berdendang. Saat kita melewati tanggal 30 Agustus, Hari Korban Penghilangan Paksa Internasional, marilah kita merenung dan berkomitmen untuk melawan kelamnya bayang-bayang ini dan menegakkan keadilan bagi mereka yang nyawanya terenggut di balik tirai gelap sejarah.

Mengungkap Luka Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998

Di balik jendela waktu, ada peristiwa yang tersembunyi dalam bayang-bayang sejarah. Peristiwa yang tak hanya meninggalkan bekas luka di tubuh bangsa, tetapi juga merobek-robek hak asasi manusia secara brutal. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 menjadi salah satu bab kelam yang tak boleh terlupakan dalam kronik perjalanan Indonesia.

Ketika kata-kata seperti keadilan, demokrasi, dan kebebasan mulai terdengar mengganggu telinga penguasa Orde Baru, sorotan tajam langsung diarahkan kepada para aktivis, pemuda, dan mahasiswa yang memeluk cita-cita ini. Mereka, yang dengan nyali tak tergoyahkan berdiri menghadapi kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan, dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas negara. Dalam upaya melindungi kekuasaannya, pemerintah malah melangkah ke dalam dosa berat pelanggaran hak asasi manusia.

Tak kurang dari 13 aktivis, suara-suara kritis yang berkobar, hilang tanpa jejak. Mereka diculik, dipenjara dalam ketidakpastian yang menghantui, dan tak satupun informasi tentang nasib mereka mencuat ke permukaan. Sejak saat itu, para keluarga korban hidup dalam bayang-bayang kegelapan, terombang-ambing oleh pertanyaan tanpa jawaban.

Dalam usahanya untuk menebus keadilan bagi para korban, Panitia Khusus DPR 2009 mengambil langkah berani dengan merekomendasikan presiden untuk melakukan pencarian terhadap 13 korban yang hingga kini tak kunjung diketahui nasibnya. Lebih dari sekadar itu, tiga rekomendasi penting diberikan: pembentukan pengadilan HAM ad hoc, kompensasi serta rehabilitasi bagi keluarga korban, dan ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

Namun, luka ini belum menemui penyembuhan yang memadai. Meski usaha-usaha besar telah diambil, kenyataannya belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pencarian keadilan bagi para korban dan keluarga mereka tetap menjadi bunga angan yang terhempas oleh kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun