Saya melihat ada kedewasaan dan keikhlasan yang kuat dalam dirinya. Dia terlihat romantis, tapi juga tidak suka mengikat pasangannya dengan komitmen yang rumit-rumit. Dia seperti orang yang berjiwa besar.... Cintanya yang sangat besar dan tulus terhadap istri dan anak-anaknya tersebut, membuat dia menjadi berjiwa besar terhadap akhir dari kondisi sakitnya ini. Sikap yang terlihat “out of the box” ! Mungkin, karena dia juga “merasa” bahwa hidupnya tidak akan lama lagi, sehingga dia ingin membahagiakan dan tidak mau menyusahkan orang-orang yang disayanginya. “Kartu Kredit yang dari Bank Mandiri itu bisa dipakai kalau mau refreshing,” katanya ke Aty, istrinya...
Tiba-tiba, saya seperti mendapat pelajaran baru darinya, tentang makna KETULUSAN. Mulai dengan meminta MAAF kepada semua orang yang mejenguknya (bezuk). Kemudian membolehkan istri dan anak-anaknya (yang tidak sekedar menjaga dia sakit), namun juga diselangi dengan diijinkan ber-istirahat ala masyarakat kelas menengah Indonesia masa kini: jalan-jalan ke mall ! Luar biasa..! “Your life must go on, my dear family...,” katanya berulangkali sambil menatap istrinya. Aty, istrinya kemudian tampak seperti mau menangis, dan lalu memeluknya erat setiap kali terjadi dialog seperti itu. Mungkin Aswin bebar. Dalam keadaan seperti ini, maka HADIAH termanis yang bisa diberikan oleh sang Suami bukan hanya sekedar harta warisan. Akan tetapi, juga kebebasan mengeskpresikan KEBAHAGIAAN… Mungkin, ijin “jalan-jalan” dari Rumah Sakit itu semacam pesan, bahwa jangan terlalu bersedih hati jika nanti ditinggal. Hidup kalian setelah ini, justru harus berjalan lebih baik sebagaimana mestinya.
***
Akhirnya, program kegiatan Rehabilitasi Fisioterapi saya di RS “Harapan Kita” pun usai. Saya kemudian kembali ke rumah kami yaang sederhana di kota Cimahi. Tapi, pagi ini saya mendengar kabar: Aswin telah berpulang...! Saya terdiam sesaat! Kemudian terbayang dialog dan wajahnya saat pertemuan terakhir kami di Rumah Sakit “Cipto” tersebut.... Dengan tatapan mata polos yang tampak begitu tulus meskipun dengan pipi yang terlihat semakin cekung… Di saat terakhir itu, dia seperti menjadi sosok manusia lain yang terlahir kembali dalam keadaan “Qusnul Khotimah” (yang lebih baik), yang siap melanjutkan perjalanan berikutnya ke alam lain...
Betapa kemudian saya semakin merasakan bahwa antara kehidupan dan kematian itu terlihat begitu tipis. Apalagi buat orang-orang yang sedang menderita penyakit berat yang kronis. . Dan, tidak ada yang tahu juga: kapan hidup kita akan berakhir dan diakhiri oleh DIA yang Maha Kuasa tersebut. Ada orang yang lolos dari penyakit berat yang dideritanya, meskipun secara akal sehat sebenarnya tidak mungkin. Tapi ada yang kemudian benar-benar diambil-NYA karena sudah tiba waktunya.
Yang jelas, semakin jauh kini perjalanan yang telah kita tempuh (di antaranya karena umur yang terus bertambah), maka akan semakin dekat pula giliran dari jadwal itu TIBA… Hari ini Aswin telah dihampiri...dan kemudian telah menunaikan tuntas tugas-tugsnya di dunia yang fana ini......
Selamat Jalan, Aswin Wairawan....! Sampai ketemu di alam di sana...
===============================================================================================================================
(Artikel di atas ditulis oleh Rendra Tris Surya, ketika di kamar kosan Kota Bambu Selatan,Jakarta Barat, sebagai respek saya untuk mengenang seorang sahabat: Aswin Wairawan....)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H