Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menginap di Kost Harian Kota Batam (Catatan Perjalanan)

26 September 2015   02:01 Diperbarui: 27 September 2015   00:48 2154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak pernah diduga, bahwa pada bulan Agustus 2015 ini, akhirnya saya berkesempatan mengunjungi wilayah Sumatera bagian Timur yang terkenal dengan hiruk-pikuk kegiatan industri internasional tersebut, yaitu Kota Batam. Suara halus dari kantor adminsitrasi LSP Teknisi Akuntansi Jakarta di ujung telpon sana yang tiba-tiba menelpon, bertanya: "Pak, hari Jumat dan Sabtu 14-15 Agustus ada tugas sebagai asesor ke Batam. Siap khan pak..?

Wah, kebetulan nih! Bukankah ini salah satu tempat yang menarik banyak orang untuk dikunjungi? Selama ini saya cuma mendengar, bagaimana Pulau Batam ini dikelola dan dikembangkan serta dibangga-banggakan oleh mantan Presiden BJ Habibie. “Kita harus mampu membuat Pulau Batam ini seperti Singapore, yang dapat memberi daya tarik tersendiri sebagai tujuan investor utama di Indonesia,” katanya pada suatu ketika.

[caption caption="Keterangan photo: Suasana RUKO di Grand Land pada suatu siang, yang banyak dijadikan sebagai tempat kost-kostan para pekerja industri BATAM. Di depan ruko ini terdapat tempat kuoiner khas berbagai daerah Indonesia dan menjadi salah satu tempat "nangkring" anak-anak muda pekerja Batam. / Photo by: Rendra Tris Surya)""][/caption] 

Lalu saya menjadi semangat dan berbunga-bunga menjawab: “Siap! Tapi seperti biasa ya, akomodasi dan biaya perjalan tersebut berbentuk Kas saja.  Saya akan menyiapkan sendiri penginapan dan lain-lainnya. OK?” Dan tampaknya permintaan saya yang sebenarnya sederhana itu, sebagaimana biasanya, selalu disetujui. Lho, kok tidak mau disiapkan hotel?

Maksudnya demikian, saya agak males pergi ke luar kota, apalagi sampai jauh ke luar Pulau segala , kalau semata-mata hanya memikirkan tugas. Sebagaimana kebanyakan orang lain, begitu selesai pekerjaan, lalu segera terburu-buru pulang. Buat saya hal seperti ini cuma menuai capek belaka, dengan perolehan honor kerja yang tak seberapa. Perjalanan tersebut kemudian seperti tidak memiliki “nilai tambah” yang berarti bagi saya yang juga punya hobi travelling. Oleh karena itu, setiap ada penugasan keluar kota dari berbagai pihak (sebagaimana yang saya terima selama ini). Seperti dari Kampus lain sebagai dosen luar biasa. Atau dari LSP TA sebagai Asesor, dari Perusahaan Training (Training Provider) sebagai Trainer, dari Perusahaan Konsultan sebagai Auditor Teknologi Informasi. Bahkan ketika menampilkan makalah hasil penelitan saya dalam forum ilmiah seminar nasional di kota lain. Dalam momen-momen tersebut, selalu saya manfaatkan buat kegiatan ber-Backpacker barang sejenak.

Tentu saja. agar tugas utama tidak terganggu dan tetap selalu dapat dikerjakan secara profesional, maka biasanya saya akan datang satu atau dua hari lebih awal dari jadwal penugasan tersebut. Dan akan kembali pulang ke Bandung beberapa hari setelahnya. Oleh karena itu, menjadi kebiasaan pula bagi saya untuk mencari penginapan alternatif yang lebih murah (diantaranya kost harian ini), agar bisa lebih lama tinggal tanpa harus menganggu “asap dapur” keluarga di rumah ketika asyik ber-backpacking. Lagi pula, kalau bisa lebih murah, mengapa harus yang lebih mahal..? Bukankah begitu prinsip dasar berpetualang seorang backpacker ?

Meskipun belum pernah terjadi selama ini, akan tetapi kalau seandainya panitia tidak setuju dengan kesepakatan mencari penginapan murah ini. Mungkin disebabkan peraturan akuntansi yang ketat mengenai pengeluaran biaya, yang harus dicatat dan dipertanggungjawabkan menggunakan metode “At cost”. Artinya, berapa dana yang “nyata” dikeluarkan, maka sebesar itu pula yang dipertanggungjawabkan. Misalnya, kalau saya mencari penginapan alternatif yang lebih murah di kost harian, maka hanya sebesar biaya penginapan murah itu pula yang diberikan ke saya (walaupun menjadi lebih rendah dari hak saya). Maka saya akan mengatakan begini: “Oh maaf, saya tidak bisa ditugaskan ke luar kota kali ini. Lagi ada kesibukan ini dan itu...”. (Hehe2.. gampang khan..?).

Karena menurut saya, rasanya sia-sia saja jika harus mengerjakan tugas tambahan (diluar kewajibansaya sebagai pengajar), dengan  pergi ke luar kota hanya semata-mata untuk mencari honor tambahan. Bukankah di Bandung dan Jakarta saja, sudah cukup banyak pekerjaan sampingan yang bisa saya kerjakan, tanpa harus capek-capek melalui perjalanan panjang seperti ini? Jadi, mestinya wajar memang jika kemudian ber-backpacking adalah semacam bonus dari suatu penugasan ke berbagai wilayah Indonesia yang demikian luas, demikian beraneka ragam dan begitu indah ini. Terutama tentu, bagi yang menyukai Travelling....  Dan sekali lagi: tugas utama tetap harus dikerjakan terlebih dahulu dengan komitmen yang tinggi, antusias dan profesional, sebelum memulai kegiatan ber-backpacking ria ini sebagai bonus tersebut...

 

Kuliner Daerah dan Motor

Sebagai kota teramai ketiga di Sumatera, dan tersibuk (dengan kegiatan industri internasionalnya), kedua setelah Jakarta. Maka, tentu saja banyak kost-kostan karyawan di seputar kota Batam tumbuh subur berkembang. Setelah menelusuri melalui Internet, saya menemukan beberapa nomor telpon kost harian yang dicari. Saya memilih Maryanto, anak muda dari etnik Cina-Jawa yang sudah belasan tahun tinggal di Batam, yang biasanya lebih serius. “Saya mengelola kost-kostan  bersama isteri, sebagai selingan saja kalau lagi tidak sedang sibuk menangani perusahaan di Singapura. Tiap minggu saya ke luar negeri nih..” katanya ketika bertemu. Dia tipe masyarakat Batam kelas menengah, yang cukup banyak yang memiliki bisnis tertentu di Singapura. “Karena perjalanan cuma 45 menit. Petugas imigrasi di Pelabuhan Harbour Front sana malah sampai sudah hafal dengan wajah saya,” katanya terkekeh.. Maryanto sosok anak muda yang dinamis dan senang juga kalau diajak berdiskusi, terutama soal politik lokal. “Kalau Gubernur Kepri ini orang muda, pasti Batam akan lebih dinamis dan cepat majulah,” katanya sedikit mengkritik pemimpin daerahnya. “Tidak apa-apa pemimpin tua berusia 70 tahun, asal jujur! " jawab saya. "Daripada anak muda, namun hobinya mengkorupsi uang negara sebagaimana banyak di mana-mana,” lanjut saya juga dengan semangat menyambung guyonnya. Inilah asyiknya menginap di kost harian seperti ini. Kebanyakan penghuninya adalah mahasiswa atau karyawan muda yang masih menyimpan idealisme tentang negerinya (walaupun sering terlihat dipermukaan, mereka sudah seperti "baut dalam sistem industri" yang harus patuh dan taat dalam bekerja).  Diskusi seperti ini biasanya dilakukan sesaat malam-malam menjelang istirahat dalam suasana blak-blakan dan apa adanya....sambil guyon-guyonan.

***
Pada mulanya tarif kamar kost harian ini, yang dilengkapi AC dan kamar mandi dalam tersebut, dihargai Rp 170.000 per malam.Tapi karena saya katakan akan menginap selama 5 hari, akhirnya disepakati menjadi Rp 150.000. Kost Harian ini ternyata lumayan bagus! Berada di lingkungan perumahan Grand Land, dekat dengan jalan besar menuju ke kawasan Batam Centre. “Hanya 10 menit dari sini kalau mau ke Politeknik Negeri Batam. Dan sekitar 15 menit ke Batam Mall atau ke Pelabuhan Internasional Batam Center,” kata Mbak Djati pengelola Kost. Gedung kost ini terdiri dari dua lantai dengan jumlah kamar sekitar 24 buah, yang tampak selalu terlihat penuh. Hanya beberapa menit berjalan kaki dari tempat kost, terdapat ruko yang menjual berbagai keperluan sehari-hari. Salah satu penjual toko kelontong ruko tersebut, seorang wanita tua dari Kalimantan, saya ajak ngobrol ketika berbelanja di tokonya. “ Wah, enak nih orang Batam. Kalau mau ke Singapura bisa tiap minggu. Ibu sudah berapa kali ke Singapura atau ke Johor Malaysia?” tanya saya polos.

Alah..pak..! Boro-boro-lah ke sana...Kita di sini mencari makan saja sudah begitu susah-lah. Jauh-jauh datang buka toko buat cari makan. Ng-lah, kalau hanya buang-buang uang di Singapura. Di sana segalanya mahal! Saya belum pernah ke sana. Dan ng perlu juga ke sana. Ngapain? Kalau tidak ada tujuan kerja yang jelas.. ..” celetuk si Ibu tua dengan logat khas totok Cina-nya itu.

 

(Keterangan Photo: Kamar kost kami yang terlihat bersih dan nyaman. Jika, kamar seperti ini sudah terasa bagaikan "oase kecil" di tengah gerahnya udara kota Batam. Dan menjadi rumah sementara penghilang penat dari berbaga kegiatan di sana. Lalu buat apa harus tinggal di hotel yang tarifnya lebih mahal saat travelling..? Ber-Backacking itu pada dasarnya adalah "connecting to the people", dan mencari makna tentang kehidupan di tengah heterogenitas keunikkan banyak orang. Tentu saja, sambil menikmati indahnya alam, lezatnya kuliner dan seterusnya... / Photo by: Rendra TrisSurya)

--------------------------------------------------------------------------------------------

 

Dari toko ini, kemudian kami berjalan kaki menuju ke tempat kuliner yang tumbuh subur berserakkan di hampir semua kawasan kota Batam. Di sini, di malam hari,  tampak penjual kuliner berbagai makanan khas hampir seluruh suku di Indonesia. Batam yang dihuni oleh sebagian besar pendatang tersebut, menjadikan pusat kuliner di mana-mana menjadi semacam melting pot (tempat bertemu/janjian) para karyawan muda sambil mencari udara segar malam hari. Nangkring makan di sini suasananya agak berbeda dengan di kota lain, seperti Bandung, atau bahkan kota multi etnik seperti Jakarta. Berbagai orang yang datang dan ngobrol sambil makan di berbagai meja ini, menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Sehingga malam itu terasa seperti sedang makan di acara kondangan di kampung-kampung wilayah jauh Indonesia yang de facto menjadi kekayaan masyarakat majemuk ini. Bahkan penjual masakan pempek Palembang yang kami singgahi, terdengar kental dialek Sumsel-nya. Suasana pun kemudian terlihat ramai dan riuh bagai warna pelangi "budaya kuliner". Namun suasananya tampak ceria, ramah dan tertib..

 

[caption caption="(Ket photo: Suasana depan gedung kost-kostan di salah satu kawasan BATAM. Tampak parkir motor dan mobil dari malam sampai pagi, di luar pagar seperti ini. Tanpa terlihat ada rasa was-was akan hilang. / Photo by: Rendra Tris Surya)"]

[/caption]

 

***
Setelah hampir satu jam kami asyik menikmati kuliner khas Batam, dan menikmati suasana malam di salah satu pusat kuliner para pekerja di Ruko Grand Land dekat Kawasan Industri Camo itu. Kami pun kembali ke tempat kost,  dan waktu menunjukkan pukul 22:00. Di perjalanan  kami melewari banyak tempat-tempat kost yang ternyata bertebaran di kawasan ini. “Di Batam banyak kawasan kost-kostan seperti ini,” kata seorang penghuni kost. Dan uniknya, di semua tempat kost-kostan itu seperti terlihat begitu aman. Padahal sebelumnya saya membaca dari Internet, akhir-akhir ini di kota Batam kerap kali terjadi penjambretan tas saat berkenderaan motor di berbagai kawasan yang sepi. Tapi, kok semua penghuni kost begitu berani memarkir motor maupun mobil di luar begini? Mungkinkah aksi kejahatan penjambretan tidak ada hubungannya dengan pencurian motor? Bahkan, di salah satu pagi, ketika saya sedang mencari koran di ruko ini. Tampak beberapa anak muda bertato sedang terduduk lesu di depan ruko yang masih tutup. Dari baunya, seperti mereka habis begadang, mabuk dan minum alkohol pada malam sebelumnya.

Tidak usah khawatir, di sini aman pak! Asal motornya di kunci ganda saja...“ kata Maryanto si pemilik kost tempat kami menginap meyakinkan. Di depan ruko ini ada Pos Polisi yang siap berpatroli setiap jam, katanya lebih lanjut. Saya pun akhirnya, ketika  keesokkan hari dapat pinjaman motor. Ikut-ikutan memarkir motor pinjaman (si oranye) di luar Gedung Kost ini dengan agak tenang. Sungguh, tidak terbayang: apa yang terjadi jika puluhan penghuni kost di Jakarta, kemudian karena sempitnya lahan, lalu memarkirkan motornya di luar gedung di pinggir jalan seperti ini, mulai malam hingga  besok paginya?

Ya, inilah barangkali salah satu keunikkan Kota Batam..

Hiruk-pikuk kota Batam sebagai kota besar industri internasional, dan sebagai pusat belanja barang impor sebagaimana di gembar-gemborkan selama ini, menyebabkan banyak bermunculan ruko-ruko di seantero kota. “Awalnya Ruko itu prospeknya bagus, karena Kota Batam khan tempat wisata belanja juga,” kata Maryanto. Tapi sekarang sudah tidak semarak seperti dahulu lagi. Banyak Ruko kemudian beralih fungsi menjadi tempat kost-kostan. “Karena harga rumah sangat mahal di Batam bagi pekerja biasa seperti kami. Jadi tidak mungkin kami mencicil, atau bahkan menyewa rumah  di sini,“ kata salah seorang pekerja level staf di suatu perusahaan, yang juga penghuni kost.

Oh, itu sebabnya banyak ruko-ruko di Batam, yang kemudian dialihkan fungsi menjadi tempat kost-kostan seperti ini di hampir semua kawasan. Oleh karena itu, tampaknya kota Batam boleh juga nih sekarang disebut sebagai “Kota Ruko”, atau “Kota Kost-Kostan” ... Walaupun tidak tampak banyak kampus di kota ini, sebagaimana umumnya lokasi suatu kawasan kost-kostan....

==============

[caption caption="(Ket Photo: Suasana jalan raya pada suatu sore di depan kawasan kost-kostan Grand land. Hanya sekitar 10 menit melalui jalan ini menuju ke kawasan terkenal  yaitu Batam Centre Mall dan Pelabuhan internasional Batam Centre / Photo by: Rendra Tris Surya) "]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun