***
Pada mulanya tarif kamar kost harian ini, yang dilengkapi AC dan kamar mandi dalam tersebut, dihargai Rp 170.000 per malam.Tapi karena saya katakan akan menginap selama 5 hari, akhirnya disepakati menjadi Rp 150.000. Kost Harian ini ternyata lumayan bagus! Berada di lingkungan perumahan Grand Land, dekat dengan jalan besar menuju ke kawasan Batam Centre. “Hanya 10 menit dari sini kalau mau ke Politeknik Negeri Batam. Dan sekitar 15 menit ke Batam Mall atau ke Pelabuhan Internasional Batam Center,” kata Mbak Djati pengelola Kost. Gedung kost ini terdiri dari dua lantai dengan jumlah kamar sekitar 24 buah, yang tampak selalu terlihat penuh. Hanya beberapa menit berjalan kaki dari tempat kost, terdapat ruko yang menjual berbagai keperluan sehari-hari. Salah satu penjual toko kelontong ruko tersebut, seorang wanita tua dari Kalimantan, saya ajak ngobrol ketika berbelanja di tokonya. “ Wah, enak nih orang Batam. Kalau mau ke Singapura bisa tiap minggu. Ibu sudah berapa kali ke Singapura atau ke Johor Malaysia?” tanya saya polos.
“Alah..pak..! Boro-boro-lah ke sana...Kita di sini mencari makan saja sudah begitu susah-lah. Jauh-jauh datang buka toko buat cari makan. Ng-lah, kalau hanya buang-buang uang di Singapura. Di sana segalanya mahal! Saya belum pernah ke sana. Dan ng perlu juga ke sana. Ngapain? Kalau tidak ada tujuan kerja yang jelas.. ..” celetuk si Ibu tua dengan logat khas totok Cina-nya itu.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Dari toko ini, kemudian kami berjalan kaki menuju ke tempat kuliner yang tumbuh subur berserakkan di hampir semua kawasan kota Batam. Di sini, di malam hari, tampak penjual kuliner berbagai makanan khas hampir seluruh suku di Indonesia. Batam yang dihuni oleh sebagian besar pendatang tersebut, menjadikan pusat kuliner di mana-mana menjadi semacam melting pot (tempat bertemu/janjian) para karyawan muda sambil mencari udara segar malam hari. Nangkring makan di sini suasananya agak berbeda dengan di kota lain, seperti Bandung, atau bahkan kota multi etnik seperti Jakarta. Berbagai orang yang datang dan ngobrol sambil makan di berbagai meja ini, menggunakan bahasa daerahnya masing-masing. Sehingga malam itu terasa seperti sedang makan di acara kondangan di kampung-kampung wilayah jauh Indonesia yang de facto menjadi kekayaan masyarakat majemuk ini. Bahkan penjual masakan pempek Palembang yang kami singgahi, terdengar kental dialek Sumsel-nya. Suasana pun kemudian terlihat ramai dan riuh bagai warna pelangi "budaya kuliner". Namun suasananya tampak ceria, ramah dan tertib..
[caption caption="(Ket photo: Suasana depan gedung kost-kostan di salah satu kawasan BATAM. Tampak parkir motor dan mobil dari malam sampai pagi, di luar pagar seperti ini. Tanpa terlihat ada rasa was-was akan hilang. / Photo by: Rendra Tris Surya)"]
***
Setelah hampir satu jam kami asyik menikmati kuliner khas Batam, dan menikmati suasana malam di salah satu pusat kuliner para pekerja di Ruko Grand Land dekat Kawasan Industri Camo itu. Kami pun kembali ke tempat kost, dan waktu menunjukkan pukul 22:00. Di perjalanan kami melewari banyak tempat-tempat kost yang ternyata bertebaran di kawasan ini. “Di Batam banyak kawasan kost-kostan seperti ini,” kata seorang penghuni kost. Dan uniknya, di semua tempat kost-kostan itu seperti terlihat begitu aman. Padahal sebelumnya saya membaca dari Internet, akhir-akhir ini di kota Batam kerap kali terjadi penjambretan tas saat berkenderaan motor di berbagai kawasan yang sepi. Tapi, kok semua penghuni kost begitu berani memarkir motor maupun mobil di luar begini? Mungkinkah aksi kejahatan penjambretan tidak ada hubungannya dengan pencurian motor? Bahkan, di salah satu pagi, ketika saya sedang mencari koran di ruko ini. Tampak beberapa anak muda bertato sedang terduduk lesu di depan ruko yang masih tutup. Dari baunya, seperti mereka habis begadang, mabuk dan minum alkohol pada malam sebelumnya.