Adakah,
Secangkir kopi dapat mengusir dinginnya malam di kaki Gunung Galunggung itu ..?
Sejuta RINDU menebar asa di langit malam Takbiran...
Di Desa Sukaratu...
Di rumah pondok sederhana yang di kelilingi pagar tinggi,
dan orang-orang yang siap mengawasi...
Adakah mereka juga mengerti,
Kesepian yang ada dalam hati, di saat-saat seperti ini..?
Bagimu, malam Takbir mungkin menjadi “energi kegelisahan”, yang menggeliat-geliat dan juga "terkoyak"...
Energi yang bagi banyak orang di KOTA: membuat nekad menyusuri perjalanan panjang MUDIK,
Meski harus berdesakkan dengan waktu...
Agar dapat pulang .. ..
Menuju Rumah Mudik di kampung halaman, yang lebih berjati diri...
Bersilaturahmi dan bercanda ria bersama keluarga tercinta, yang papah sekali pun...
Tapi, di sana engkau masih sering bermimpi tentang REMBULAN...
Dan selalu bertanya: Pa, kapan datang menjemput..??
Sesungguhnya, kami tidak tahu .....
Selama “waham-waham” itu masih kerap menganggu dan menggelisahkan jiwamu...
Yang kami tahu,
ODIMZ, anakku: “Kamu sekarang sudah pandai MENGAJI...”
Lukislah langit malam Takbiran ini, dengan suara merdu Mengajimu...
Air mata kerinduan Papa dan Mamamu di Malam TAKBIRAN pun : tak terasa menetes...