Mohon tunggu...
rendhi
rendhi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Teknik Informatika Universitas Telkom Purwokerto

Seseorang yang minat pada bidang teknologi informasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integrasi Kebijakan Publik dan Good Governance untuk Perlindungan Warga Negara Terhadap Bullying

15 November 2024   17:43 Diperbarui: 19 November 2024   19:23 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak: Sinergi antara kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan yang baik merupakan kunci dalam melindungi warga negara dari tindakan perundungan (bullying). Kebijakan yang efektif harus mencakup pendekatan holistik yang melibatkan berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dan teknologi, untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi semua individu. Tata kelola yang baik, dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat, memainkan peran penting dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengawasi kebijakan anti-perundungan. Artikel ini mengeksplorasi strategi-strategi efektif yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk memberdayakan warga, mendorong budaya anti-bullying, serta memastikan penegakan hukum yang kuat. Dengan kombinasi pendekatan preventif dan reaktif, sinergi kebijakan publik dan tata kelola yang baik mampu memberikan perlindungan yang lebih komprehensif terhadap warga dari ancaman perundungan.

Kata kunci: Sinergi, kebijakan publik, tata kelola, bullying, warga negara  

Pendahuluan

Dalam bidang ilmu hukum khususnya pada bagian yang berkaitan erat dengan pembuatan dan penegakan hukum, permasalahan sumber hukum merupakan hal yang perlu selalu dipahami, dianalisis dan diangkat permasalahan serta solusinya, sehingga dapat diharapkan akan terjadi keselarasan dengan perkembangan hukum sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Baik dari kalangan ilmu hukum di Indonesia, maupun kata atau istilah sumber hukum sering digunakan dalam beberapa pengertian. Penggunaan suatu istilah dalam beberapa pengertian merupakan hal yang sering terjadi. Dalam hal ini, pertama-tama perlu dipahami dalam arti apa istilah tersebut digunakan oleh penggunanya. Sebaliknya jika kita akan menggunakan istilah hukum seperti itu, kita juga perlu menjelaskan dalam pengertian apa kita akan menggunakannya, dari pengalaman yang sering terjadi dalam perdebatan atau polemik yang berlarut-larut, karena disebabkan oleh suatu hal. kesalahpahaman dalam menggunakan istilah yang sama namun masing-masing menggunakan pengertian yang berbeda padahal sebenarnya tidak ada perbedaan dalam prinsipnya. Kata Good Governance berasal dari bahasa Inggris yang berarti pemerintahan yang baik. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat ke-27, sekitar 125 tahun yang lalu, yang mengatakan bahwa pemerintahan harus dijalankan dengan baik. Akademisi memberikan respon yang baik terhadap pidatonya, sehingga akhirnya menjadi ilmu pengetahuan.

Konsep good governance merupakan pengembangan dari gaya pemerintah Dimana batas batas antara sektor public dan sektor privat menjadi kabur. Pengaburan batas-batas ini sejalan dengan kebutuhan dari negara modern untuk lebihmelihatkan mekanisme politik dan pengakuan akanpentingnya isu-isu yang menyangkut empati dan perasaan dari publik.ada beberapa orang yang mendefinisikan good governance dengan berbagai versi yaitu : Yusuf Wanandi, menurut beliau good governance adalah kekuasaanyang didasarkan peada peraturan perundang-undangan yang berlak, secara kebijakannya diambil secara transparan serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyrakat.

Negara, dalam hal ini pemerintah, harus menjamin bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk dilindungi dari ancaman dan mempunyai rasa aman, sebagaimana diatur dalam pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Setiap Orang mempunyai hak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dikuasainya, serta hak atas rasa aman dan terlindungi dari bahaya rasa takut untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia”. (Anita, 2021)

Teori perlindungan hukum menurut Setiono mengartikan perlindungan hukum sebagai pencegahan untuk melindungi masyarakat terhadap tindakan sewenang-wenang pemerintah yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat agar masyarakat dapat mencapai harkat dan martabat kemanusiaannya. (Tri Rizky, 2022)

Melindungi korban juga merupakan salah satu tujuan pemidanaan, khususnya penyelesaian konflik, dimana penyelesaian konflik akibat tindak pidana akan menciptakan suasana keuntungan dalam masyarakat. Perlindungan hukum meliputi perlindungan preventif dan perlindungan represi. Perlindungan hukum preventif merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah. Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan dimaksudkan untuk memberikan pembatasan terhadap pelaksanaan kewajiban. Sedangkan perlindungan UU Represif merupakan perlindungan pamungkas berupa sanksi berupa denda, penjara dan hukuman tambahan yang dijatuhkan jika terjadi pelanggaran (Tri Rizky, 2022)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode literature review, yang berfokus pada analisis sistematis dari literatur yang relevan untuk mengidentifikasi dan memahami bagaimana sinergi antara kebijakan publik dan good governance dapat efektif dalam melindungi warga dari bullying. Literature review dilakukan melalui pencarian pada jurnal, laporan kebijakan, dan publikasi pemerintah mengenai kebijakan anti-bullying serta tata kelola pemerintahan. Melalui metode ini, penelitian berupaya membangun pemahaman yang komprehensif tentang strategi-strategi efektif yang dihasilkan dari sinergi antara kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan untuk melindungi warga dari bullying. 

Hasil dan Pembahasan

Bullying masih menjadi masalah yang tersebar luas di banyak masyarakat, mempengaruhi individu dari segala usia dan latar belakang. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan dampak buruk dari penindasan, kesadaran akan perlunya strategi efektif yang tidak hanya mengatasi penindasan namun juga menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi masyarakat juga semakin meningkat. Sinergi kebijakan publik dan tata kelola yang baik memainkan peran penting dalam menyusun dan menerapkan strategi-strategi ini. Artikel ini mengeksplorasi bagaimana kebijakan publik dan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dapat bekerja sama untuk melindungi warga negara dari penindasan

Oleh karena itu kebijakan publik berfungsi sebagai kerangka kerja yang digunakan pemerintah untuk menetapkan peraturan, regulasi, dan program untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Terkait dengan perundungan, kebijakan publik yang efektif harus mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan seluruh warga negara. Di sisi lain, tata kelola yang baik mengacu pada proses dan keputusan yang membentuk cara kekuasaan dijalankan dalam masyarakat. Ini mencakup prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Ada pun beberapa Fungsi Utama Kebijakan Publik dalam Melindungi Warga Negara

1. Menetapkan Kerangka Hukum: Kebijakan publik dapat menciptakan undang-undang yang secara khusus menyasar perilaku penindasan, sehingga memberikan perlindungan hukum bagi para korban.

2. Mengalokasikan Sumber Daya: Dapat mengarahkan pendanaan dan sumber daya ke program yang ditujukan untuk pencegahan, pendidikan, dan dukungan bagi para korban.

3. Memfasilitasi Pendidikan dan Kesadaran: Kebijakan dapat mendorong kampanye yang mendidik masyarakat tentang dampak penindasan dan mendorong budaya saling menghormati dan inklusivitas

Selain memiliki fungsi utama Good Governance juga memiliki Prinsip Tata Kelola yang Baik untuk Implementasi Kebijakan yang Efektif. Tata kelola yang baik meningkatkan efektivitas kebijakan publik melalui prinsip-prinsip inti:

1. Transparansi: Memastikan proses pembuatan kebijakan terbuka, memungkinkan masyarakat memahami keputusan dan terlibat dalam wacana.

2. Akuntabilitas: Pejabat dan lembaga bertanggung jawab atas tindakan mereka, menumbuhkan kepercayaan pada sistem yang dirancang untuk melindungi warga negara.

3. Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan memungkinkan adanya beragam perspektif dan mendorong kebijakan yang benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ketika prinsip-prinsip ini diintegrasikan ke dalam kerangka kebijakan publik yang bertujuan untuk memerangi penindasan, prinsip-prinsip ini akan menciptakan strategi yang lebih responsif dan efektif. Mengatasi bullying memerlukan pendekatan multi-sisi yang mengintegrasikan upaya dari berbagai sektor, terutama pendidikan, hukum, dan kesehatan.

A. Sektor Pendidikan

1. Program Anti-Penindasan: Sekolah dapat menerapkan program khusus yang mendidik siswa tentang teknik pencegahan dan intervensi penindasan.

2. Pelatihan untuk Staf: Pendidik harus menerima pelatihan tentang cara mengenali perilaku intimidasi dan cara melakukan intervensi dengan tepat.

B. Sektor Hukum

1. Penegakan Legislasi: Pemerintah perlu menegakkan undang-undang anti-intimidasi dan menyediakan mekanisme pelaporan yang jelas bagi para korban.

2. Layanan Dukungan: Sistem hukum harus menawarkan layanan dukungan bagi korban penindasan, memastikan mereka memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan.

C. Sektor Kesehatan

1. Layanan Kesehatan Mental: Sangat penting untuk memberikan dukungan psikologis bagi korban penindasan, membantu mereka menghadapi dampak emosional setelahnya.

2. Kampanye Kesehatan Masyarakat: Inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mental dapat mengurangi kejadian perundungan dengan membina lingkungan masyarakat yang mendukung.

Dengan membina kolaborasi antar sektor, masyarakat dapat mengembangkan strategi komprehensif yang dapat mengatasi kompleksitas perundungan dengan lebih efektif.

Beberapa program anti-bullying internasional telah terbukti efektif di berbagai negara dan berpotensi diterapkan di Indonesia, berikut merupakan program yang dapat menangani kasus bullying dari berbagai negara yang dapat diimplementasikan di Indonesia:

1. Finlandia

Program KiVa adalah program anti-bullying berbasis sekolah yang mengajarkan keterampilan sosial, empati, dan pengelolaan konflik. Program ini melibatkan seluruh komunitas sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan positif. Sekolah dapat mengadopsi modul pendidikan yang mengajarkan keterampilan sosial dan penyelesaian konflik. Pendekatan ini juga melibatkan guru, siswa, dan orang tua melalui pelatihan dan sosialisasi. Dapat dimulai sebagai proyek percontohan di beberapa sekolah untuk melihat efektivitasnya sebelum diterapkan lebih luas.

2. Australia

Program Bullying No Way dijalankan oleh pemerintah Australia untuk menyediakan sumber daya pendidikan bagi sekolah dan mengadakan kampanye kesadaran nasional yang disebut National Day of Action Against Bullying and Violence. Inisiatif ini menekankan kolaborasi antara sekolah, penegak hukum, dan layanan kesehatan, yang menunjukkan pendekatan kohesif dalam pencegahan penindasan. Indonesia dapat membuat hari kesadaran nasional tentang bullying yang mirip, di mana sekolah-sekolah di seluruh negeri didorong untuk mengadakan kegiatan anti-bullying, seperti diskusi, pelatihan, dan kegiatan positif lainnya. Program ini juga dapat mencakup kurikulum anti-bullying yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

3. Jepang

Di Jepang terdapat kegiatan perisakan (bullying) di dalam dunia pendidikan yang dinamakan ijime. Faktor utama penyebab terjadinya ijime adalah keinginan untuk menghilangkan perbedaan di dalam kelompok. Korban akan terus mendapatkan tindakan ijime sampai mereka menghilangkan perbedaan mereka dengan siswa lain. Terlebih lagi pada masa kini ijime dapat terjadi di media sosial yang digunakan oleh sebagian besar remaja Jepang. Ijime di media sosial dapat memiliki efek yang lebih buruk bagi korban karena tindakan ijime tidak berhenti di sekolah, tetapi selalu mengikuti sang korban bahkan sampai ke rumah. Tekanan dari lingkungan bagi korban ijime untuk mengubah kepribadian korban agar menjadi sama dengan anggota lain di dalam lingkungan sosial dapat menimbulkan tekanan batin bagi korban. Bila tekanan batin yang dirasakan korban ijime dapat membuat korban absen untuk bersekolah dalam waktu lebih dari 30 hari, hal tersebut diidentifikasi di Jepang sebagai futoko. Bila solusi atas perilaku futoko yang dilakukan korban ijime tidak dapat ditemukan, maka perilaku futoko dapat berkembang menjadi perilaku hikikomori. Hikikomori adalah perilaku di mana seseorang menolak untuk keluar rumah selama lebih dari enam bulan. Tulisan ini akan menjelaskan perilaku ijime dan fenomena hikikomori yang muncul sebagai dampaknya. Kemudian tulisan ini akan mengkaji langkah-langkah yang ditempuh untuk meminimalisir ijime di dalam dunia pendidikan. Program penanganan kasus bullying di Jepang adalah Program Imunitas Ijime. Program ini dibuat bersamaan dengan arahan masa depan untuk pencegahan bullying, penerapan program ini di Indonesia bisa efektif dengan beberapa penyesuaian sesuai budaya dan sistem pendidikan Indonesia.

Dari ketiga program tersebut dapat menunjukkan bahwa dengan menggabungkan kebijakan publik dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, negara-negara tersebut telah menciptakan sistem yang kuat yang secara signifikan mengurangi insiden bullying.

Kesimpulan

Bullying adalah masalah serius yang mengancam kesejahteraan individu dan ketertiban sosial. Dalam upaya menanggulangi masalah ini, sinergi antara kebijakan publik dan prinsip good governance menjadi sangat penting. Kebijakan publik yang dirancang dengan baik dapat menyediakan kerangka hukum dan tindakan preventif yang diperlukan untuk melindungi warga negara dari bullying, baik di lingkungan fisik maupun digital. Di sisi lain, penerapan prinsip good governance---seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik---menjamin bahwa kebijakan tersebut dijalankan secara adil, efektif, dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Studi kasus menunjukkan bahwa ketika kebijakan anti-bullying diimplementasikan dengan pendekatan good governance, hasilnya lebih signifikan dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi warga. Oleh karena itu, untuk menghadapi kompleksitas bullying di era modern, pemerintah di berbagai negara perlu terus memperkuat integrasi kebijakan publik dan prinsip good governance dalam penanganan bullying guna menciptakan perlindungan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Daftar Pustaka

Agoes, I. I., & Lewoleba, K. K. (2023). Perlindungan hukum terhadap korban perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan pendidikan. Jurnal Ilmu Hukum, 5(1).

Darmayanti, E., Tarigan, E. K., Khadafi, M., Livira, M. L., & Parnihotan, A. (2023). Law Akibat Hukum Terhadap Anak Dibawah Umur Sebagai Pelaku Bullying Legal Akibat Hukum Terhadap Anak Dibawah Umur Sebagai Pelaku Bullying: Akibat Hukum Terhadap Anak Dibawah Umur Sebagai Pelaku Bullying. PUBLIDIMAS (Publikasi Pengabdian Masyarakat), 3(2), 255-263.

Ezra Sihite. (2017). Kiva, Program Anti-Bullying Finlandia yang Terbukti Efektif.

Gultom, J. D., Putri, L. T., Imaniyar, N., Dzil Izzati, I., Maharani, M. A., & Fahrhezi, T. A. (2023). Perlindungan hukum korban perundungan dan urgensi pencegahannya bagi masyarakat (Studi kasus perundungan siswa SD). Madani: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(5), 149-155.

Gusti Putu Arysutha Negara; Ilma Sawindra Janti, supervisor; Endah Hayuni Wulandari. (2019). Ijime dalam lingkungan pendidikan menengah Jepang sebagai penyebab munculnya perilaku Hikikomori = Ijime in the Japanese middle school environment as the cause of Hikikomori behavior. Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia.

Joeniarto, Y. (1991). Selayang pandang tentang sumber-sumber hukum tata negara di Indonesia (Ed. 2, cet. 2). Yogyakarta: Liberty.

Rukmana, V. (2022). Perlindungan hukum terhadap korban dan pelaku bullying anak di bawah umur. Jurnal Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, 10(2), 78.

Santoso, T. S. E., Yulianto, H., Febrianty, Y., & Mahipal. (2023). Penegakan hukum terhadap perlindungan anak dari kekerasan fisik dan non-fisik atau perundungan (bullying) di Indonesia dalam perspektif sosiologi hukum. Program Studi Magister Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Pakuan, 1(9).

Sugiarto, A. J. (n.d.). Perlindungan tindak bullying yang terjadi di kalangan pelajar. Universitas Tarumanagara.

Wijaya, W., Pudjiarti, E. S., & Winarni, A. T. (2018). Buku ajar good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Demak, Jawa Tengah: Pustaka Magister.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun