Mohon tunggu...
rendhi
rendhi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Teknik Informatika Universitas Telkom Purwokerto

Seseorang yang minat pada bidang teknologi informasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integrasi Kebijakan Publik dan Good Governance untuk Perlindungan Warga Negara Terhadap Bullying

15 November 2024   17:43 Diperbarui: 19 November 2024   19:23 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Program KiVa adalah program anti-bullying berbasis sekolah yang mengajarkan keterampilan sosial, empati, dan pengelolaan konflik. Program ini melibatkan seluruh komunitas sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan positif. Sekolah dapat mengadopsi modul pendidikan yang mengajarkan keterampilan sosial dan penyelesaian konflik. Pendekatan ini juga melibatkan guru, siswa, dan orang tua melalui pelatihan dan sosialisasi. Dapat dimulai sebagai proyek percontohan di beberapa sekolah untuk melihat efektivitasnya sebelum diterapkan lebih luas.

2. Australia

Program Bullying No Way dijalankan oleh pemerintah Australia untuk menyediakan sumber daya pendidikan bagi sekolah dan mengadakan kampanye kesadaran nasional yang disebut National Day of Action Against Bullying and Violence. Inisiatif ini menekankan kolaborasi antara sekolah, penegak hukum, dan layanan kesehatan, yang menunjukkan pendekatan kohesif dalam pencegahan penindasan. Indonesia dapat membuat hari kesadaran nasional tentang bullying yang mirip, di mana sekolah-sekolah di seluruh negeri didorong untuk mengadakan kegiatan anti-bullying, seperti diskusi, pelatihan, dan kegiatan positif lainnya. Program ini juga dapat mencakup kurikulum anti-bullying yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

3. Jepang

Di Jepang terdapat kegiatan perisakan (bullying) di dalam dunia pendidikan yang dinamakan ijime. Faktor utama penyebab terjadinya ijime adalah keinginan untuk menghilangkan perbedaan di dalam kelompok. Korban akan terus mendapatkan tindakan ijime sampai mereka menghilangkan perbedaan mereka dengan siswa lain. Terlebih lagi pada masa kini ijime dapat terjadi di media sosial yang digunakan oleh sebagian besar remaja Jepang. Ijime di media sosial dapat memiliki efek yang lebih buruk bagi korban karena tindakan ijime tidak berhenti di sekolah, tetapi selalu mengikuti sang korban bahkan sampai ke rumah. Tekanan dari lingkungan bagi korban ijime untuk mengubah kepribadian korban agar menjadi sama dengan anggota lain di dalam lingkungan sosial dapat menimbulkan tekanan batin bagi korban. Bila tekanan batin yang dirasakan korban ijime dapat membuat korban absen untuk bersekolah dalam waktu lebih dari 30 hari, hal tersebut diidentifikasi di Jepang sebagai futoko. Bila solusi atas perilaku futoko yang dilakukan korban ijime tidak dapat ditemukan, maka perilaku futoko dapat berkembang menjadi perilaku hikikomori. Hikikomori adalah perilaku di mana seseorang menolak untuk keluar rumah selama lebih dari enam bulan. Tulisan ini akan menjelaskan perilaku ijime dan fenomena hikikomori yang muncul sebagai dampaknya. Kemudian tulisan ini akan mengkaji langkah-langkah yang ditempuh untuk meminimalisir ijime di dalam dunia pendidikan. Program penanganan kasus bullying di Jepang adalah Program Imunitas Ijime. Program ini dibuat bersamaan dengan arahan masa depan untuk pencegahan bullying, penerapan program ini di Indonesia bisa efektif dengan beberapa penyesuaian sesuai budaya dan sistem pendidikan Indonesia.

Dari ketiga program tersebut dapat menunjukkan bahwa dengan menggabungkan kebijakan publik dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, negara-negara tersebut telah menciptakan sistem yang kuat yang secara signifikan mengurangi insiden bullying.

Kesimpulan

Bullying adalah masalah serius yang mengancam kesejahteraan individu dan ketertiban sosial. Dalam upaya menanggulangi masalah ini, sinergi antara kebijakan publik dan prinsip good governance menjadi sangat penting. Kebijakan publik yang dirancang dengan baik dapat menyediakan kerangka hukum dan tindakan preventif yang diperlukan untuk melindungi warga negara dari bullying, baik di lingkungan fisik maupun digital. Di sisi lain, penerapan prinsip good governance---seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik---menjamin bahwa kebijakan tersebut dijalankan secara adil, efektif, dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Studi kasus menunjukkan bahwa ketika kebijakan anti-bullying diimplementasikan dengan pendekatan good governance, hasilnya lebih signifikan dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi warga. Oleh karena itu, untuk menghadapi kompleksitas bullying di era modern, pemerintah di berbagai negara perlu terus memperkuat integrasi kebijakan publik dan prinsip good governance dalam penanganan bullying guna menciptakan perlindungan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Daftar Pustaka

Agoes, I. I., & Lewoleba, K. K. (2023). Perlindungan hukum terhadap korban perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan pendidikan. Jurnal Ilmu Hukum, 5(1).

Darmayanti, E., Tarigan, E. K., Khadafi, M., Livira, M. L., & Parnihotan, A. (2023). Law Akibat Hukum Terhadap Anak Dibawah Umur Sebagai Pelaku Bullying Legal Akibat Hukum Terhadap Anak Dibawah Umur Sebagai Pelaku Bullying: Akibat Hukum Terhadap Anak Dibawah Umur Sebagai Pelaku Bullying. PUBLIDIMAS (Publikasi Pengabdian Masyarakat), 3(2), 255-263.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun