Di angkot sepertinya kami semua mati gaya lagi. Kaki minta istirahat, mata juga menuntut melanjutkan tidur. Sunyi sepi di angkot sampai kami tiba di dekat Stasiun Rangkas Bitung. Turun dari angkot hal pertama yang dicari sebenarnya adalah WC umum, karena kami belum mandi. Sambil makan siang lesehan di tukang bakso yang bersebelahan dengan warung nasi Padang, kami leyeh-leyeh sambil bergantian mandi.
Saya dan Aida pamit lebih dulu karena kami memutuskan mandi di rumah saja. Pas ada jadwal kedatangan kereta juga. Semoga tidak terlalu bau dan mengganggu penumpang lain. Untung tidak ada peraturan “yang belum mandi dilarang naik” hahaha.
PERMENUNGAN
Ciyeeee merenung??? Ha ha ha. Iya, menjadi perenungan saya tentang para saudara Baduy Dalam. Tentang orang-orang seperti keluarga Pak Juli. Tentang mereka yang tinggal disana. Tentang keunikan dan peninggalan budaya yang harus diperjuangkan untuk bisa terus dipertahankan.
Apakah generasi sekarang dan generasi berikutnya bisa terus mempertahankan kebudayaan mereka?
Apakah kesederhanaan dan kehidupan mereka yang saya lihat sangat bersahaja ini bisa diteruskan oleh generasi berikutnya.
Apakah godaan "dunia luar" yang menggiurkan dan tampak enak ini tidak mempengaruhi mereka?
Saya juga berpikir apakah tamu seperti saya dan pengunjung yang lain tidak mengganggu kehidupan mereka?
Harapan saya semoga yang mereka lihat dari para pendatang tidak mengakibatkan perubahan budaya dan tradisi mereka. Bukan bermaksud supaya mereka tidak menikmati modernisasi atau kemajuan perkembangan jaman, teknologi, fasilitas dan kemudahan lainnya.
Walaupun hanya melihat dalam waktu yang singkat, keseharian dan kehidupan mereka ini menurut saya adalah sisa-sisa kedamaian universal. Tempat damai mereka ini adalah sedikit sisa di bumi ini yang tidak disibukkan oleh hal-hal yang duniawai. Kehidupan yang tidak ribet, tidak neko-neko, yang menerima apa adanya. Kehidupan yang mengalir untuk hidup berdampingan dengan alam.