"Kalau sama Atuk, Sanny gak malu kalau telat, nanti Atuk bilang sama bu gurunya kalau Sanny abis jatuh" jawab Sanny.
"Iya bentar, Atuk siap-siap dulu" kakeknya mulai mengenakan jaket abu-abunya dan memakai minyak rambut khasnya. Kemudian memanaskan motor terlebih dahulu.
"Ayo cepat Sanny, nanti pelajarannya dimulai" kata kakeknya.
Sanny menaiki motor dan duduk di belakang kakeknya.
Kakek Sanny mengendarai motor dengan tenang.
"Sanny harus jadi anak mandiri ya, jadi perempuan yang kuat, gak boleh bergantung kepada orang lain"
"Iya Tuk" jawab Sanny kecil.
Setelah tamat iqro'. Sanny belajar membaca Al-Qur'an dengan kakeknya. Setiap selesai sholat magrib, Sanny menghafal beberapa surat pendek dipandu kakeknya.
Sore hari di bulan Ramadhan keluar mengendarai motor untuk membeli beberapa paku. Sudah azan magrib, tetapi kakek Sanny belum pulang juga. Hujan sudah mulai rintik. Setelah azan, terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Kakek Sanny datang dengan keadaan tangan berdarah. Darah yang keluar sangat banyak, sampai menetes-netes. Satu keluarga panik dan langsung membawa kakek ke klinik. Luka tangannya langsung dijahit. Ada tujuh jahitan.
Ternyata di perjalanan, kakek Sanny mengalami kecelakaan dengan mobil truk. Untung kakek Sanny menghindar, tapi sayangnya jatuh ke got air. Supir mobil truk berhenti dan memberi kakek Sanny uang seratus ribu dan langsung pergi. Kakek Sanny tidak mempermasalahkan itu semua. Dia merupakan orang yang sangat sabar. Sepulang dari klinik, Sanny membanti ibu merawat kakek. Terkadang menyuapinya makan. Setelah luka tangan kakek Sanny mengering, kakek Sanny membuka bekas jahitannya sendiri. Kuat banget.
Sanny telah kelas tiga SD. Kakeknya telah lama menderita penyakit gantung. Dia tidak mau dibawa ke rumah sakit. Dia tidak mau merepotkan orang lain. Kakek Sanny hanya mengonsumsi obat dokter.