Mohon tunggu...
Remegises Danial Y Pandie
Remegises Danial Y Pandie Mohon Tunggu... Editor - Editor

Saya adalah orang yang suka dengan tantangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dinamika Kompleks Hubungan antara Agama dan Budaya dalam Masyarakat Sosial Indonesia: Pemahaman, Tantangan dan Peran Pendidikan

10 Desember 2023   08:45 Diperbarui: 10 Desember 2023   08:49 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan tidak akan berkembang, jika budaya masa lalu masih yang utama. (sumber gambar: Penelitian di Desa Boti, Kab. TTS, 2022: Remegises Pandie)

                      Indonesia, sebagai negara dengan keragaman budaya dan agama yang kaya, telah lama menjadi subjek perbincangan dan penelitian mengenai hubungan yang kompleks antara agama dan budaya dalam konteks masyarakat sosialnya. Dalam kerangka ini, perpaduan antara agama dan budaya telah membentuk landasan kuat bagi identitas dan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Keanekaragaman etnis, bahasa, adat istiadat, dan agama-agama yang dianut menjadikan Indonesia sebagai laboratorium yang menarik untuk memahami bagaimana interaksi antara agama dan budaya dapat membentuk dinamika sosial yang unik.

            Berdasarkan hasil sensus penduduk bulan september 2020, jumlah penduduk Indonesia meningkat 32,57 juta jiwa dari 270,20 juta jiwa dan jumlah bahasa daerah sebanyak 718, jumlah pulau 17.491, jumlah propinsi 34, jumlah kabupaten/kota 514, dan  presentase berkeyakinan sebanyak 6 agama serta luas wilayah Indonesia 5.193.250 km2, terdiri dari luas daratan 1.919.440 km2 dan luas laut 3.273.250 km2.[1] Data-data tersebut menggambarkan begitu beragam dan begitu kaya serta betapa indahnya bangsa Indonesia. Indikator-indikator yang di gunakan untuk mengukur kemajemukan yaitu 1. Regulasi pemerintah kota (menyangkut rencana pembangunan, produk hukum dan kebijakan),2. Demografi agama (Adanya Perbedaan kepercayaan ), 3. Regulasi Sosial ( Dinamika masyarakat sipil, peristiwa di sekitar masyarakat ) 4. Dinamika kebudayaan (kebiasaan, suku dan ras), 5. Dinamika pendidikan, 6. Penerimaan masyarakat, 7. Bahasa sehari-hari, 8. Komposisi dan sebaran penduduk, serta hal-hal lain yang terkait.[2]

            Agama dan budaya memiliki peran penting dalam membentuk pola perilaku, norma, dan nilai dalam masyarakat. Kedua elemen ini sering kali saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Agama dapat menjadi salah satu pilar utama dalam membentuk budaya melalui tradisi keagamaan, ritual, dan simbol-simbol yang mempengaruhi tata nilai dan norma-norma yang dipegang oleh masyarakat.[3] Sebaliknya, budaya juga dapat membentuk interpretasi dan praktik agama yang unik, menciptakan variasi dalam cara agama dihayati dan dirayakan. Namun, hubungan antara agama dan budaya tidak selalu berjalan harmonis. Terkadang, perbedaan keyakinan agama dapat memicu konflik budaya atau bahkan pertentangan dalam masyarakat yang multikultural seperti Indonesia. Tantangan ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai bagaimana masyarakat dapat menjaga keseimbangan antara kebebasan beragama dan identitas budaya, sambil tetap memelihara toleransi dan harmoni sosial.[4]

            Dalam konteks Indonesia, yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan beragam suku bangsa dengan tradisi keagamaan yang berbeda-beda, penelitian tentang hubungan agama dan budaya menjadi semakin penting. Bagaimana agama-agama seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan agama-agama tradisional lokal berbaur dengan budaya setempat? Bagaimana pengaruh agama dan budaya tercermin dalam seni, sastra, arsitektur, dan ritual? Bagaimana masyarakat Indonesia berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari, menghormati perbedaan agama dan budaya sambil membangun persatuan?

            Artikel jurnal ini bertujuan untuk menganalisis kompleksitas hubungan antara agama dan budaya dalam masyarakat sosial di Indonesia. Dengan melihat berbagai aspek seperti sejarah, tradisi, seni, dan interaksi sosial, artikel ini berusaha untuk memberikan wawasan lebih dalam tentang bagaimana agama dan budaya saling membentuk dan memengaruhi, serta bagaimana dinamika ini berkembang dalam konteks masyarakat Indonesia yang multikultural. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang hubungan ini, diharapkan dapat ditemukan cara-cara untuk memajukan toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan harmoni sosial di tengah kompleksitas masyarakat Indonesia yang beragam. Berikut penjelasannya:

Keragaman Agama dan Budaya di Indonesia

            Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman agama dan budaya. Negara ini terletak di antara dua benua besar, yaitu Asia dan Australia, serta menghubungkan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, sehingga menjadi tempat bertemunya berbagai pengaruh budaya dan agama dari berbagai belahan dunia. Di sisi lain, Indonesia mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan ribuan kelompok etnis, yang menghasilkan keragaman budaya dan agama yang sangat kaya. Agama-agama seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan kepercayaan-kepercayaan tradisional berkembang secara paralel dengan berbagai adat istiadat dan budaya lokal. Dalam masyarakat yang semacam ini, agama dan budaya saling tumpang tindih dan membentuk identitas kolektif yang unik.

            Kompleksitas kehidupan keagamaan di era globalisasi ini menghadapi tantangan dan perubahan yang sangat ekstrem berbeda dengan masa-masa sebelumnya karena dunia sekarang tengah memasuki era globalisasi. Di Era globalisasi ini juga mengakibatkan terjadinya perubahan radikal dalam semua aspek kehidupan, tak terkecuali bidang kehidupan keagamaan yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.[5] Kondisi inilah yang kemudian melahirkan suatu perubahan radikal yang sangat cepat dan mengakibatkan efek domino yang luar biasa masif, termasuk dalam perilaku beragama. 

Lalu bagaimana cara kita memahami ajaran agama itu yang kemudian akan terwujud pada perilaku dalam kehidupan? Disinilah diperlukan pendidikan agama untuk menanamkan nilai moderasi beragama sebagai upaya untuk senantiasa menjaga agar keberagaman dan pemahaman terhadap agama tetap terjaga sesuai koridor sehingga tidak memunculkan cara beragama yang ekstrem. Di sisi lain, keragaman agama dan budaya di Indonesia telah memberikan warna dan kekayaan yang luar biasa. Namun, di tengah keragaman ini, Indonesia juga dihadapkan pada tantangan dalam memelihara kerukunan dan harmoni antara berbagai kelompok agama dan budaya yang berbeda.[6]

Agama sebagai Pemersatu dan Pembeda

            Di tengah keragaman budaya dan etnis, agama telah berfungsi sebagai perekat sosial yang mempersatukan masyarakat. Misalnya, prinsip-prinsip moral dan etika yang diajarkan oleh agama membantu mengarahkan perilaku dan interaksi antara individu dan kelompok. Di sisi lain, perbedaan agama juga dapat menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan bijak. Maka dari itu, agama telah memainkan peran sentral dalam sejarah peradaban manusia selama ribuan tahun. Di satu sisi, agama telah muncul sebagai kekuatan yang menyatukan masyarakat dengan nilai-nilai bersama, moralitas, dan tujuan spiritual. Di sisi lain, agama juga bisa menjadi sumber konflik dan perpecahan, membedakan antara kelompok yang berbeda berdasarkan keyakinan dan praktik mereka. Kehadiran agama sebagai pemersatu dan pembeda adalah refleksi dari kompleksitas manusia dalam berinteraksi dengan prinsip-prinsip keagamaan.

            Agama memiliki potensi besar sebagai pemersatu dan pembeda dalam masyarakat. Pengaruhnya bergantung pada bagaimana nilai-nilai agama diterjemahkan dan dipraktikkan oleh individu dan kelompok. Penting untuk menghormati keragaman keyakinan dan pandangan, sambil berusaha untuk memahami bagaimana agama dapat berperan dalam membantu membangun persatuan dan mengatasi perbedaan.[7] 

Upaya untuk memahami dan berdialog dengan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda dapat membantu mengurangi konflik dan mempromosikan perdamaian dalam masyarakat yang semakin kompleks dan beragam. Agama juga memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk praktik sosial, tradisi, seni, dan bahasa dalam suatu budaya. 

Perayaan agama menjadi pilar dalam kalender budaya masyarakat dan membentuk ritus dan tradisi yang mencerminkan nilai-nilai agama. Seni dan ekspresi budaya juga sering kali diwarnai oleh nilai-nilai agama, seperti lukisan dengan tema agamawi atau musik dan tari dalam upacara keagamaan. 

Hubungan antara agama dan budaya juga dapat menimbulkan tantangan, seperti konflik nilai dan keyakinan, asimilasi budaya, perubahan sosial, fanatisme agama, dan interpretasi agama yang berbeda. Penting untuk mendorong dialog terbuka, saling pengertian, dan menghormati perbedaan dalam menjaga harmoni antara agama dan budaya. Pendidikan tentang keragaman agama dan budaya serta dialog antaragama menjadi penting dalam membangun toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan. Moderasi beragama juga penting dalam menjaga keberagaman dan identitas bangsa Indonesia.[8]

            Nilai-nilai luhur agama dari penganut agama atau agama apa pun, sesungguhnya memiliki visi yang sama. Baik secara vertikal (keatas/transenden) secara horizontal (kebawah/imanan/sosial). Nilai-nilai luhur agama-agama apapun merupakan satu kesatuan untuk menjadi pusat kekuatan di semua bidang kemasyarakatan (sosial, politik, ekonomi). Namun yang menjadi pertanyaannya adalah sadarkah kita semua, bahwa nilai-nilai agama dapat merupakan 'satu kesatuan' yang prima untuk dapat berperan sebagai dasar solusi dalam menanggulangi ketidakberdayaan sosial, politik, dan hankam?

Pengaruh Agama dalam Budaya 

            Agama telah memainkan peran sentral dalam membentuk budaya Indonesia. Ritual keagamaan, perayaan, dan tradisi adat sering kali menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Misalnya, perayaan Idul Fitri, Natal, Nyepi, dan perayaan-perayaan keagamaan lainnya membantu menjaga hubungan antaranggota masyarakat yang berbeda agama.

            Pengaruh agama terhadap budaya manusia telah menjadi fenomena yang melintasi batas-batas geografis dan waktu. Agama, sebagai sistem keyakinan yang mengatur hubungan manusia dengan hal yang lebih tinggi atau ilahi, tidak hanya berdampak pada aspek spiritual, tetapi juga merasuki berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk budaya. Dalam hal ini, agama memiliki potensi untuk membentuk, membimbing, dan membentuk budaya, baik melalui norma-norma moral, praktik sosial, seni, literatur, dan bahasa. Oleh karena itu, terdapat beberapa aspek agama yang turut mempengaruhi budaya.[9]

            Pertama Norma-Norma Moral dan Etika. Salah satu cara utama agama memengaruhi budaya adalah melalui penetapan norma-norma moral dan etika. Agama seringkali memberikan panduan mengenai apa yang dianggap benar dan salah, serta memberikan kerangka kerja etika bagi masyarakat. Misalnya, banyak agama menganjurkan nilai-nilai seperti kasih sayang, kejujuran, keadilan, dan belas kasihan. Nilai-nilai ini mempengaruhi bagaimana individu dan masyarakat berinteraksi, serta membentuk norma-norma sosial yang menjadi dasar dari budaya. Contohnya, dalam masyarakat yang didominasi oleh agama-agama Abrahamik seperti Islam, Kristen, dan Yahudi, nilai-nilai moral seperti kasih sayang terhadap sesama, menghormati orang tua, dan menjaga integritas pribadi menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya.

            Ketiga Praktik Sosial dan Tradisi. Agama juga memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk praktik sosial dan tradisi dalam suatu budaya. Berbagai perayaan agama, seperti Natal, Idul Fitri, Diwali, atau Paskah, tidak hanya memiliki makna religius, tetapi juga menjadi pilar-pilar dalam kalender budaya masyarakat. Perayaan ini membentuk ritus dan tradisi yang berkaitan dengan pangan, pakaian khas, tarian, dan musik yang mencerminkan nilai-nilai agama dan memperkaya warisan budaya suatu kelompok. Misalnya, perayaan Imlek dalam budaya Tionghoa adalah momen penting yang melibatkan tradisi memberi angpao (duit lebaran), memasak hidangan khas, dan mengadakan pertunjukan seni tradisional yang mengakar kuat dalam agama dan budaya.

            Ketiga Seni dan Ekspresi Budaya. Seni dan ekspresi budaya juga sering kali diwarnai oleh nilai-nilai agama. Agama dapat menjadi sumber inspirasi untuk seni rupa, musik, tari, dan literatur. Lukisan-lukisan dengan tema agamawi, misalnya, sering digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan religius atau moral kepada masyarakat. Musik dan tari yang digunakan dalam upacara keagamaan menjadi simbol ekspresi spiritualitas dan koneksi dengan hal yang lebih tinggi. Begitu pula dengan literatur, banyak teks-teks suci dari berbagai agama memiliki pengaruh yang mendalam dalam pengembangan sastra, baik sebagai bahan referensi maupun sumber inspirasi bagi karya-karya sastra.

            Keempat Bahasa dan Komunikasi. Agama juga memiliki pengaruh pada perkembangan bahasa dan cara komunikasi. Banyak ungkapan, kata-kata, dan frasa dalam bahasa-bahasa tertentu berasal dari terminologi agama atau memiliki konotasi spiritual. Bahasa sering digunakan untuk merayakan atau menghormati nilai-nilai agama, serta untuk mengartikulasikan keyakinan dan pengalaman spiritual. Contohnya, dalam bahasa Inggris, istilah-istilah seperti "Godspeed" (kecepatan Tuhan) dan "blessing" (berkat) memiliki akar religius dan merujuk pada kehadiran agama dalam budaya.[10]

            Pada akhirnya, pengaruh agama dalam budaya adalah fenomena yang kompleks dan saling terkait. Agama tidak hanya memberikan arahan moral dan etika, tetapi juga membentuk praktik-praktik sosial, tradisi, seni, dan bahasa dalam suatu budaya. Pengaruh ini dapat melahirkan identitas budaya yang unik dan menjadi titik sentral dalam menjaga warisan budaya suatu masyarakat

Budaya dalam Kerangka Agama 

            Budaya dalam kerangka agama merujuk pada cara agama mempengaruhi dan membentuk berbagai aspek kehidupan dan praktik masyarakat. Agama memiliki pengaruh yang mendalam terhadap budaya, karena nilai-nilai, norma, kepercayaan, ritual, dan tradisi agama sering kali tercermin dalam cara orang berpakaian, berbicara, berinteraksi, menciptakan seni, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Budaya dalam kerangka agama tidak hanya mencakup aspek-aspek yang jelas terlihat seperti ritual dan perayaan, tetapi juga meresap ke dalam cara orang berpikir, berinteraksi, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Agama dan budaya saling berdampingan, saling memengaruhi, dan membentuk identitas kolektif suatu masyarakat.

            Budaya dan agama sering kali saling mempengaruhi dan membentuk satu sama lain, menciptakan identitas dan pandangan dunia yang khas bagi komunitas yang bersangkutan. Budaya dalam kerangka agama sangat kompleks dan beragam, dengan pengaruh yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Budaya ini terus berkembang seiring waktu, dipengaruhi oleh perubahan sosial, teknologi, dan interaksi antarbudaya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman agama dan budaya. Keragaman ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk agama, budaya, bahasa, adat istiadat, seni, dan tradisi. Keragaman agama dan budaya di Indonesia adalah salah satu kekayaan nasional yang penting dan perlu dihormati serta dijaga. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk memelihara harmoni antara berbagai kelompok agama dan budaya melalui kebijakan multikulturalisme.[11]

Tantangan Hubungan Agama dan Budaya 

            Hubungan antara agama dan budaya sering kali kompleks dan dapat menimbulkan berbagai tantangan. Meskipun hubungan antara agama dan budaya memiliki potensi positif, juga ada tantangan yang perlu diatasi. Berikut beberapa tantangan utama dalam hubungan antara agama dan budaya:

  • Konflik Nilai dan Keyakinan. Budaya dan agama bisa memiliki nilai-nilai dan keyakinan yang berbeda-beda. Perbedaan ini bisa menyebabkan konflik, terutama jika nilai-nilai agama bertentangan dengan praktik budaya tertentu. Misalnya, suatu budaya mungkin memiliki tradisi yang bertentangan dengan ajaran agama tertentu.
  • Asimilasi dan Identitas. Beberapa budaya mungkin merasa terancam oleh pengaruh agama baru yang datang. Asimilasi budaya dalam agama baru bisa mengancam identitas budaya asli, dan ini bisa menimbulkan perasaan ketidaknyamanan atau resistensi dalam masyarakat.
  • Perubahan Sosial. Masuknya agama baru ke dalam budaya dapat memicu perubahan sosial yang signifikan. Ini bisa mencakup perubahan dalam norma-norma perilaku, peran gender, dan struktur masyarakat secara keseluruhan. Tantangan ini bisa muncul ketika agama mengubah dinamika budaya yang sudah mapan.
  • Fanatisme Agama dan Konflik. Fanatisme agama bisa menjadi sumber konflik antarbudaya dan antaragama. Tindakan ekstrem yang didorong oleh keyakinan agama tertentu bisa mengancam kerukunan budaya dan menciptakan ketegangan dalam masyarakat.
  • Interpretasi Agama. Agama seringkali dapat diartikan dengan beragam cara. Tafsir yang berbeda-beda mengenai ajaran agama bisa menghasilkan pandangan yang kontradiktif, bahkan di dalam budaya yang sama. Ini bisa menciptakan kebingungan atau perselisihan dalam masyarakat.
  • Modernisasi dan Globalisasi. Proses modernisasi dan globalisasi bisa membawa perubahan besar dalam budaya dan agama. Pengaruh dari luar dapat merubah cara masyarakat memandang nilai-nilai tradisional agama dan budaya mereka, kadang-kadang dengan cepat dan drastis.
  • Keterbatasan Sumberdaya. Beberapa budaya mungkin memiliki keterbatasan sumberdaya untuk menjaga tradisi agama mereka. Ini bisa mengakibatkan berkurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran agama, sehingga mengancam kelangsungan tradisi budaya.
  • Dilema Etis. Terkadang, budaya dan agama bisa memunculkan dilema etis yang rumit. Misalnya, tradisi budaya tertentu mungkin melibatkan praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan atau hak asasi manusia, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana menyikapi hal tersebut.
  • Integrasi Sosial. Agama dan budaya dapat menjadi faktor penting dalam integrasi sosial, terutama di masyarakat yang beragam. Tantangan muncul ketika ada gesekan antara kelompok-kelompok agama dan budaya yang berbeda dalam upaya untuk menciptakan harmoni dan kerukunan.[12],[13]

            Dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, penting untuk mendorong dialog terbuka, saling pengertian, dan menghormati perbedaan. Mengedepankan pendidikan tentang agama dan budaya, serta mempromosikan toleransi, dapat membantu membangun hubungan yang lebih harmonis antara agama dan budaya. Toleransi membutuhkan proses penerapan dan membutuhkan waktu yang lama. Proses tersebut dapat dilakukan dalam lingkungan pendidikan formal maupun nonformal. Dalam proses pendidikan formal, toleransi dapat dilakukan di lingkungan sekolah melalui budaya sekolah dan pembelajaran di kelas. Biasanya guru menyampaikan dan memberikan contoh sikap toleran dan perilaku intoleran seseorang. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan penjelasan dan pemahaman tentang sikap toleransi. Selain itu, dalam pendidikan nonformal, proses transformasi nilai-nilai toleransi dilakukan di lingkungan masyarakat dan juga lingkungan keluarga.

Pentingnya Pendidikan dan Dialog Antar Agama 

            Untuk menjaga keseimbangan yang positif antara agama, budaya dan pendidikan yang mengedepankan pemahaman lintas budaya dan interaksi antaragama menjadi sangat penting. Melalui pendidikan, masyarakat dapat lebih memahami keragaman dan membangun toleransi serta penghargaan terhadap perbedaan. Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, pendekatan inklusif terhadap berbagai agama dan keyakinan telah menjadi bagian integral dari identitas nasional Indonesia. Hal ini mencerminkan semangat untuk membangun masyarakat yang berlandaskan pada toleransi, kerukunan, dan persatuan di tengah keragaman. Oleh karena itu, Pendidikan tentang keragaman agama dan budaya dimulai dari tingkat sekolah. Mengajarkan anak-anak tentang nilai-nilai toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan sejarah budaya Indonesia adalah langkah penting dalam membentuk generasi yang paham akan keberagaman.[14]

            Pendidikan Multikultural menawarkan alternative melalui penerapan setrategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada dimasyarakat khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dan ras. Dengan demikian tujuan dari Pendidikan Multikultural bukan hanya sekedar untuk murid-murid dapat memahami sebuah pelajaran didalam bangku sekolah, namun lebih dari pada itu dimana murid (siswa) dapat menjadi pribadi yang bersifat humanis, pluralis dan demokratis. Untuk dapat mewujudkan keinginan ini tentu pendidik meliki peran yang sangat penting dimana diharapkan kepada setiap pendidik bukan hanya dapat menciptakan transfer ilmu didalam sebuah kelas melainkan juga ikut berperan untuk menanamkan nilai-nilai Pendidikan Multikultural seperti demokrasi, humanisme dan Pluralisme kepada naradidik.[15]

            Moderasi beragama sesungguhnya merupakan jiwa bangsa Indonesia yang saling bertenggang rasa, saling menghargai dalam perbedaan, dan saling support untuk kemajuan bersama tanpa pengabaian terhadap eksistensi kelompok tertentu. Eksistensi keberagaman etnik dengan budaya, bahasa, agama dan kepercayaan telah diterima sebagai kekayaan bersama dan menjadi identitas bangsa Indonesia, yang memungkinkan warga masyarakat hidup rukun dalam perbedaan. Identitas masyarakat Indonesia yang beragama dengan nilai-nilai kebangsaan seperti demokratis; keadilan, dan penghargaan terhadap hak kebebasan beragama belakangan mengalami pemudaran di kalangan sebagian orang yang kehilangan orientasi diri kebangsaan dan keIndonesiaan dengan mengabaikan kebhinekaan yang dimiliki bangsa ini.[16]

            Menjalankan moderasi beragama harus melalui pendekatan narasi komprehensif yang sifatnya positif, baik melalui media online maupun media konvensional. Dengan kata lain, pendekatan langsung dengan tokoh agama, tokoh masyarakat/suku serta masyarakat secara umum, sehingga agama dijadikan sebagai inspirasi batin yang mendorong terciptanya keseimbangan akal, jasmani dan rohani serta hak ataupun kewajiban. Agama sebagai jalan pemersatu yang bersifat inklusif. Menerima perbedaan sebagai keniscayaan dan tidak menganggap orang lain sebagai musuh. masing-masing hidup baik dan berdampingan, sehingga tidak akan terjadi konflik yang sifatnya intoleransi. Dengan demikian, puncak dari toleransi adalah semua agama saling mendorong untuk hidup dalam kebaikan/berdampingan dalam segala aspek kehidupan. Upaya tersebut menjamin masing-masing agama dapat memperlakukan agama lain lebih terhormat, menerima perbedaan, hidup dalam damai dan terciptanya harmoni antar umat beragama.[17]

Kesimpulan 

            Hubungan antara agama dan budaya dalam masyarakat sosial Indonesia adalah perpaduan yang kompleks dan harmonis. Keterkaitan ini telah membentuk identitas nasional yang beragam dan kaya. Untuk memastikan kelangsungan harmoni dan keragaman ini, penting bagi masyarakat Indonesia untuk terus memupuk pemahaman, toleransi, dan penghargaan terhadap agama dan budaya yang berbeda.

            Dalam praktik sosial dan tradisi, agama memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk perayaan agama, ritus, dan tradisi dalam suatu budaya. Perayaan agama tidak hanya memiliki makna religius, tetapi juga menjadi pilar-pilar dalam kalender budaya masyarakat.Agama juga memiliki pengaruh pada bahasa dan komunikasi. Banyak ungkapan, kata-kata, dan frasa dalam bahasa-bahasa tertentu berasal dari terminologi agama atau memiliki konotasi spiritual. Bahasa sering digunakan untuk merayakan atau menghormati nilai-nilai agama, serta untuk mengartikulasikan keyakinan dan pengalaman spiritual.

            Seni dan ekspresi budaya juga sering kali diwarnai oleh nilai-nilai agama. Agama dapat menjadi sumber inspirasi untuk seni rupa, musik, tari, dan literatur. Lukisan, musik, tari, dan literatur yang terkait dengan agama sering digunakan untuk menyampaikan pesan religius atau moral kepada masyarakat. Dalam menjalankan moderasi beragama, pendekatan narasi komprehensif yang positif melalui media online maupun media konvensional dapat digunakan. Pendekatan langsung dengan tokoh agama, tokoh masyarakat/suku, serta masyarakat secara umum juga penting untuk menjadikan agama sebagai inspirasi batin yang mendorong terciptanya keseimbangan akal, jasmani, dan rohani serta hak ataupun kewajiban. Dalam upaya menjaga harmoni dan keragaman agama dan budaya di Indonesia, penting bagi masyarakat untuk terus memupuk pemahaman, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan.

 

Daftar Pustaka

Aliyanto, Deky Nofa, and Sinta Kumala Sari. "Makna Warna Merah Dalam Tradisi Etnis Tionghoa Sebagai Jembatan Komunikasi Untuk Memperkenalkan Makna Darah Yesus." Jurnal Gamaliel: Teologi Praktika 1, no. 2 (2019): 93--103.

Faturahman, Burhanudin Mukhamad. "Pluralisme Agama Dan Modernitas Pembangunan." Prosiding Seminar Nasional Islam Moderat 1 (September 2018): 20--41.

Heddy Shri Ahimsa-Putra. "Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi Untuk Memahami Agama." Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 2 (December 2012): 271--304.

Hudiarini, Sri. "Penyertaan  Etika Bagi  Masyarakat Akademik  Di Kalangan Dunia Pendidikan Tinggi." Jurnal Moral Kemasyarakatan 2, no. 1 (May 2017): 1--13.

Izak Resubun. "Inkulturasi Budaya Di Gereja Katolik Papua." Limen - Jurnal Agama dan Kebudayaan Vol. 11, no. 2 (April ): 27--50.

Kaseke, Fanny Yapi Markus. "Subordinasionisme Allah Tritunggal Dalam Pengajaran Pluralisme." Missio Ecclesiae 10, no. 1 (2021): 68--82.

Njuguna, Nim. "Quaker Youth Ministry and Theopraxis in a Multicultural Context." Quaker Religious Thought 135, no. 5 (2022). https://digitalcommons.georgefox.edu/qrt/vol135/iss1/5.

Pandie, Daud Alfons. "Konsep 'Satu Tungku Tiga Batu' Sosio-Kultutal Fakfak Sebagai Model Interaksi Dalam Kehidupan Antarumat Beragama." Societas Dei: Jurnal Agama dan Masyarakat 5, no. 1 (May 28, 2018): 49--49. Accessed June 16, 2023. http://178.128.110.99/index.php/SD/article/view/78.

Perangin Angin, Yakub Hendrawan, and Tri Astuti Yeniretnowati. "Ketahanan Iman Kristen Di Tengah Era Disrupsi." Jurnal Teologi (JUTEOLOG) 1, no. 1 (2020): 80--97.

Prasetya, Didimus Sutanto B, and Candra Gunawan Marisi. "Reposisi Hakikat Beragama Di Tengah Kemajemukan Indonesia." Jurnal Teologi Gracia Deo 4, no. 2 (January 2022): 264--274.

Rahmat, M. Imdadun. "Jaminan Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan Di Indonesia." Jurnal HAM 11, no. 1 (2014): 1--32.

Rohida, Leni. "Pengaruh Era Revolusi Industri 4.0 Terhadap Kompetensi Sumber Daya Manusia." Jurnal Manajemen dan Bisnis Indonesia 6, no. 1 (October 1, 2018): 114--136. Accessed July 9, 2023. https://fmi.or.id/jmbi/index.php/jurnal/article/view/187.

Siahaan, Ade Yuliany, and Fitriani Fitriani. "Kebijakan Pemerintah Terhadap Implementasi Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Againts Women (Cedaw) Atas Hak Perempuan Di Indonesia." Jurnal Darma Agung 29, no. 2 (2021): 193.

Tri Sulistiyono, Singgih. "Multikulturalisme Dalam Perspektif Budaya Pesisir." Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya 5, no. 01 (2015): 1.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun