Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perputaran Aneh Distribusi Pendapatan Kita dan Bandingannya pada Masa Klasik

14 Januari 2020   22:51 Diperbarui: 16 Januari 2020   10:58 1411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat agraris Asia Tenggara memiliki struktur masyarakat yang tegas dan pengaturan yang kuat namun cukup sederhana. Kelompok masyarakat petani memiliki skala yang kecil dan keterikatan yang kuat.

Masyarakat tani Asia Tenggara yang hidup subsisten ini sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai masyarakat bawah pada masanya -setaraf ekonomi dengan masyarakat bawah yang saya maksud sebelumnya. Pada masyarakat ini, terdapat pula lembaga sosial yang menjamin adanya distribusi pendapatan.

Lembaga sosial ini mewujud dalam dana seremonial. Masyarakat petani Asia Tenggara yang hidup secara subsisten setidaknya harus memenuhi empat beban biaya yang mendukung kehidupan mereka, yaitu makanan minimum mereka, biaya penggantian alat dan barang yang rusak atau berumur, biaya seremonial untuk hubungan sosial, dan biaya sewa tanah. 

Biaya atau dana seremonial adalah aspek yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Biaya ini dikeluarkan untuk menjaga hubungan antarindividu dan hubungan keluarga-masyarakat. 

Oleh sebab itu, biaya terbeban kepada keluarga petani ketika mereka mengadakan pernikahan, syukuran, atau perayaan lain.

Dalam perayaan ini, keluarga penyelenggara akan membagikan makanan atau bahan makanan kebutuhan kepada tetangga. Pada titik ini, keluarga penyelenggara mendistribusikan pendapatannya. 

Namun demikian, skema ini tidak berlaku satu arah. Keluarga lain di lingkungan tersebut pada kesempatan lain juga akan melaksanakan biaya seremonialnya. 

Dengan demikian, kehidupan di antara masyarakat petani Asia Tenggara disokong oleh saling silang distribusi pendapatan. Pada masyarakat yang semacam ini, pengemis tidak akan dapat hidup.

Dengan demikian, apakah tidak ada pengemis atau pengamen pada masa ini? Beberapa sumber epigrafi Srivijaya mencatat bahwa orang-orang semacam ini telah hidup paling awal pada abad kelima atau ketujuh. 

Lalu muncul pernyataan lanjutan, bagaimana mereka dapat hidup di tengah masyarakat yang memiliki pengaturan demikian ketat dan kelompok yang demikian erat? Sumber Melayu Kuno menyebut pengemis atau pengamen dengan sebutan menmen.

Kelompok manusia yang disebut tadi digambarkan hidup berpindah dan terkadang berkelompok. Menmen selalu merupakan orang-orang yang pandai bermusik atau melakukan penampilan hiburan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun