Perkembangan pemikiran pragmatisme di Korea Selatan telah mendorong adanya ekspansi kebudayaan yang sangat hebat. Sejak paruh kedua dekade 1990, kebudayaan Korea yang dibawa oleh tokoh-tokoh Korea Selatan telah mencapai Asia Tenggara. Perkembangan ini menjadi semakin hebat pada dekade 2010 dengan menguatnya pengaruh kebudayaan Korea Selatan dalam pasar musik Amerika Serikat.Â
Dengan perkembangan yang demikian hebat, grup musik semacam Bangtan Boys (BTS), Blackpink, EXO, dan sederetan nama besar lain menjadi agensi ekspansi kebudayaan yang memengaruhi selera pasar global. Bertolak dari kenyataan ini, nama-nama besar itu tentu telah memenuhi 'standar kelayakan' untuk menjadi tokoh sejarah.
Bila seorang sejarawan dinilai berdasarkan kemampuannya untuk mengamalkan metode kesejarahan, para fans (K-Popers) dari grup musik tadi juga dapat dimasukkan dalam kategori sejarawan. Perlu kita ungkapkan terlebih dahulu pertalian antara metode kesejarahan itu dengan semangat pengidolaan yang dimiliki oleh para fans grup musik Korea Selatan tadi.Â
Secara umum, Gottschalk mengungkapkan bahwa terdapat empat tahapan metode kesejarahan yang idealnya diamalkan dalam penelitian sejarah. Keempat tahapan itu adalah pencarian sumber atau heuristik, penilaian sumber atau kritik, analisis sumber atau interpretasi, dan penulisan atau historiografi. Dalam perkembangan zaman yang sekarang ini, standar yang ditetapkan untuk masing-masing tahapan telah banyak mengalami perubahan.
Sumber sejarah yang semula dibatasi pada dokumen tertulis meluas pada bentuk-bentuk lainnya termasuk kelisanan dan audio visual. Dengan perubahan garis pembatasan terhadap bentuk sumber sejarah, terdapat tiga tahapan yang terpengaruh secara langsung, yaitu heuristik, kritik, dan interpretasi.Â
Dengan demikian, kita dapat memandang dengan jelas bahwa tersedianya himpunan sumber yang luas mengenai BTS, Seventeen, atau EXO ada pada bentuk kelisanan dan audio visual tadi.Â
Semangat pengidolaan pada beberapa grup musik itu mendorong para fans untuk mengumpulkan berbagai 'sumber sejarah' yang berkaitan dengan idola mereka. Lagipula, kegiatan ini tidak ada bedanya dengan kegiatan heuristik yang dilakukan oleh para sejarawan kepada tokoh politik yang menjadi seleranya. Â
Pada tahap kritik, seorang sejarawan akan memilih sudut pandang dan mengesampingkan sumber yang dinilainya tidak relevan dengan fakta yang ingin dibangun olehnya.Â
Demikian pula, seorang fans grup musik Korea Selatan akan mengumpulkan berbagai sumber berdasarkan sudut pandang yang ingin dilihatnya pada idolanya. Perbedaan yang mendasar antara seorang fans dan seorang sejarawan pada tahap ini adalah persentase subjektivitas. Namun demikian, sebaik-baiknya seorang sejarawan menyingkirkan subjektivitas, subjektivitas itu akan tetap ada.