Mohon tunggu...
Regina Azizah
Regina Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Saya seorang mahasiswa dari kampus UIN Imam Bonjol Padang,

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

ChatGPT Menyebabkan ketergantungan terhadap Manusia

11 Desember 2024   09:15 Diperbarui: 13 Desember 2024   06:03 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Oleh: Reghina Azizah

Tanpa kalian sadari AI jauh lebih berbahaya dari nuklir. Karena dalam beberapa

tahun terakhir, kemajuan pesat dalam teknologi kecerdasan buatan (AI) telah

mengubah banyak aspek dari kehidupan kita..HA Simon mengklaim bahwa

kecerdasan buatan (AI) adalah bidang yang memungkinkan komputer

melakukan tugas-tugas yang lebih unggul dari manusia. Begitupula dengan

Knight dan Rich yang sependapat dengan Simon bahwa kecerdasan buatan (AI)

adalah cabang ilmu komputer yang mengamati upaya membangun komputer

sebagai sesuatu yang dapat dilakukan manusia, bahkan lebih baik dari itu.

Terutama semenjak hadirnya alat bantuan seperti ChatGPT, yang

memungkinkan interaksi manusia dengan mesin sehingga memudahkan

manusia untuk mendapatkan informasi. Dari membuat tugas sehari-hari hingga

menyediakan jawaban cepat dan relevan untuk hampir semua pertanyaan, AI

juga mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berinteraksi. Dengan bantuan alat

seperti ChatGPT, kita dapat memperoleh informasi dalam hitungan detik tanpa

perlu mencarinya secara manual. Bahkan, AI dapat membantu kita

menyelesaikan tugas-tugas kreatif seperti menulis, menggambar, atau

memecahkan masalah lainnya. Namun, yang jadi masalah saat ini adalah ketika

ChatGPT ini hanya digunakan untuk copy paste tugas dan juga menyelesaikan

masalah-masalah yang seharusnya diselesaikan oleh manusia.

PERAN ChatGPT DALAM PENDIDIKAN

Hal ini sangat berpengaruh pada para pelajar baik anak sekolah siswa/i maupun

mahasiswa. Kebanyakan pelajar Indonesia itu orientasi tentang pendidikan nya

adalah mencari nilai, bukan mencari ilmu.

Jadi, jika misalkan kita hanya mengejar nilai, kita nggak akan mendapatkan

esensi dari apa yang kita pelajari. Dan nilai itu sendiri harusnya jadi sebuah

penilaian tentang seberapa baik kompetensi kita dalam ilmu pengetahuan

tersebut. Nah jadi karena orientasi para pelajar itu hanya tentang nilai, alhasil

terjadilah tindakan, seperti contek menyontek, copy paste dari google, dari

ChatGPT. Dan ini juga yang membuat ketika mereka persentasi itu hanya

membaca saja gitu. Karena apa? ya karena mereka tidak mendapatkan ilmunya  dan ketika mereka tidak mendapatkan ilmunya, bagaimana cara mereka

mempersentasikannya?Sedangkan ilmunya saja tidak ada, dan tidak dipelajari.

Tapi mereka masi bersikap santai saja walau tidak mendapatkan ilmunya.

Karena apa? Karena mereka berpikir yang penting mendapatkan nilainya, dan

akhirnya mereka jadi membenci persentasi, membenci sesi tanya jawab,

membenci diskusi dan yang parah nya lagi mereka jadi benci untuk berpikir.

Dan dari situlah mereka menjadi manusia kosong yang berbuat curang.

Lantas bukankah kehadiran AI membuat manusia semakin bergantung pada

teknologi?Apakah pada akhirnya peradaban manusia akan digantikan oleh AI?

Jawabannya adalah bisa jadi iya. Karena semakin banyak orang mengandalkan

AI untuk menjalankan fungsi-fungsi sehari-hari mereka, semakin sedikit ruang

yang mereka berikan untuk berpikir secara mandiri dan kreatif. Hal ini akan

menimbulkan ketergantungan dan ini bisa jadi sangat berbahaya, terutama bagi

generasi muda yang tumbuh bersama teknologi ini.

RESIKO AI DALAM LINGKUP PEKERJAAN

Tidak hanya bagi generasi muda saja bahkan ini juga akan berpengaruh pada

lingkup tenaga kerja. Anggaplah jika semakin banyak industri yang

mengandalkan teknologi AI ini untuk pekerjaan, semakin sedikit pekerjaan yang

tersedia bagi manusia. Atau bahkan bisa jadi AI akan menggantikan manusia di

beberapa tahun yang akan datang.

Menurut Prof. Dr. Suyanto, S.T., M.Sc., Guru Besar Bidang Kecerdasan Buatan

dari Telkom University (Tel-U), berpendapat bahwa kemajuan teknologi justru

dapat memunculkan berbagai pekerjaan baru dengan jumlah yang lebih banyak

di masa mendatang. Sama halnya dengan teknologi mesin uap tiga abad silam

yang justru memicu revolusi industri dan memunculkan lebih banyak profesi

baru, seperti supir, masinis, pilot, pramugari, dan berbagai profesi lain, yang

mungkin belum pernah terbayang sebelumnya. Tidak menutup kemungkinan AI

juga akan menghadirkan berbagai profesi baru di kemudian hari.

Walaupun AI menciptakan peluang baru, banyak pekerjaan yang sebelumnya

dilakukan oleh tenaga manusia mulai digantikan oleh mesin. Ini menimbulkan

ketimpangan ekonomi, di mana sebagian orang menjadi semakin terpinggirkan

karena mereka tidak memiliki keterampilan untuk bersaing dengan kemampuan

AI. Bukankah hal itu sangat menakutkan, yang seharusnya AI ini membantu

justru menjadi alat pesaing bagi manusia  Memang sih ketergantungan pada AI memang tak bisa dihindari, mengingat

manfaat yang ditawarkannya. Namun, kita harus menghadapinya dengan

bijaksana. Salah satu langkah penting adalah membangun kesadaran tentang

pentingnya keseimbangan antara penggunaan teknologi dan pengembangan

keterampilan manusia yang lebih mendalam. Pendidikan, misalnya, kita bisa

jadikan ChatGPT ini untuk membantu memproses informasi tapi bukan berarti

mengambil seluruh nya mentah-mentah tanpa dianalisis atau berpikir lagi atau

bisa dibilang copy paste seluruhnya.

Meskipun begitu bukan berarti kita tidak diperbolehkan memakai ChatGPT.

Saya akui, saya sendiri sering menggunakan ChatGPT ini. Tapi justru yg jadi

masalah saat ini adalah ketika ChatGPT ini hanya digunakan untuk copy paste

tugas dan juga menyelesaikan masalah-masalah yang seharusnya diselesaikan

oleh manusia. Namun beda ceritanya ketika kita memakai chtgpt untuk

mendapatkan informasi dan belajar. Ketika ChatGPT digunakan untuk

mengubah diri kita sendiri agar kita membuat sesuatu, bukan ChatGPT yang

membuat sesuatu untuk kita.

Di samping itu, Prof. Dr. Suyanto juga menyampaikan bahwa tiap profesi

memiliki peluang tidak tergantikan dengan melakukan personalisasi atau

generalisasi. Personalisasi dapat membuat manusia memiliki pengetahuan atau

keterampilan yang spesifik, misalnya dokter spesialis, psikolog, atau bahkan

seniman yang ahli pada spesifikasi tertentu. Sebaliknya, generalisasi akan

membuat manusia mampu berpikir secara sistematis dan tidak tergantikan

dengan AI karena memiliki beragam pengetahuan dan terlatih memandang

masalah secara holistik dengan solusi yang sistematik.

AI memang bisa mempermudah bahkan menggantikan pekerjaan manusia.

Namun bukan berarti peran manusia akan hilang begitu saja. Sepintar-pintarnya

AI, tetap butuh pemikiran kritis serta daya analisis dan kreatifitas dari manusia

untuk membuatnya bekerja lebih maksimal. Hal yang sama juga akan terjadi

pada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik. Walaupun ada mesin

dan AI yang mengganti tenaga manusia nantinya. Tentu tetap ada operator

quality assurance yang bertugas memastikan mesin dapat bermanfaat dengan

optimal. Kesimpulannya, pekerjaan yang membutuhkan tenaga-tenaga fisik

memang akan lebih banyak terganti dengan keberadaan AI, namun pekerjaan-

pekerjaan yang membutuhkan daya analisis tinggi tidak akan begitu saja

digantikan. 

Pada akhirnya, tantangan terbesar bagi generasi AI adalah bagaimana kita

menjaga kecerdasan buatan sebagai alat yang mendukung, bukan sebagai

pengganti kemampuan dasar manusia. Selain itu, kita juga perlu mengingat

bahwa AI hanyalah alat. Dalam penggunaannya juga harus didorong untuk

meningkatkan kualitas hidup dan bukan menggantikan esensi dari keberadaan

kita sebagai individu yang berpikir, berkreasi, dan berinteraksi satu sama lain.

Jika kita mampu menjaga keseimbangan ini, generasi AI bisa berkembang tanpa

mengorbankan kemandirian dan kreativitas kita. Namun hal ini kembali lagi

kepada diri kita sendiri, bagaimana cara kita menggunakan AI. Jangan sampai

AI yang memperalat manusia atau menguasai pikiran manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun