Mohon tunggu...
Romeo Saru
Romeo Saru Mohon Tunggu... Administrasi - ASN / Gemar literasi/ Kota Sorong Papua Barat Daya /

"Perbedaan antara sesuatu yang tidak mungkin dan yang mungkin, terletak pada cara berpikir seseorang" -Haryanto Kandani-

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Reportase Pilkada: Aroma Patronase dalam Hasil Seleksi CPNS 2018 Kabupaten Raja Ampat

9 Desember 2020   20:47 Diperbarui: 9 Desember 2020   21:00 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Panitia Seleksi CPNS 2018 Kab. Raja Ampat Yusuf Salim memberikan penjelasan kepada pencaker CPNS 2018 Kabupaten Raja Ampat (olahan pribadi)

Lagu lama, trada jurus baru ka?

Kalimat di atas merupakan ungkapan kekesalan seorang teman sekaligus salah seorang pencaker pada seleksi CPNS 2018 Kab. Raja Ampat  di sebuah warung kopi di Pasar Remu Kota Sorong. Warung kopi yang menjadi andalan kami sejak jaman sekolah itu selalu diramaikan dengan isu-isu kejadian kota Sorong dan sekitarnya. 

Perbincangan kami bersama teman-teman kemarin sore terpusat pada PILKADA 2020 dan dua berkas: 1) Rekap Hasil Integrasi SKD dan SKB Pengadaan CPNS Kab. Raja Ampat 2018 oleh Panitia Seleksi Nasional CPNS; dan 2) Pengumuman hasil CPNS 2018 Kab. Raja Ampat oleh Panitia Seleksi CPNS Daerah Kab. Raja Ampat.

Beberapa hari menjelang Pilkada Serentak 2020, media sosial diramaikan oleh sebaran Rekap Hasil CPNS oleh Panselnas. Pasalnya, rekapan Panselnas tersebut berbeda dengan Hasil Akhir yang diumumkan oleh Pemerintah Kabupaten pada tanggal 15 Oktober 2020. Hasil Akhir yang ditandatangani oleh Sekda Kabupaten, Yusuf Salim yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Seleksi dituding curang dan penuh muatan politik.

Sebagai contoh terdapat beberapa formasi yang mengabaikan sistem peringkat yang tertera dalam Permen PAN-RB Nomor 61 Tahun 2018. Misalnya untuk formasi  PENGADMINISTRASI UMUM di RSUD, yang diluluskan adalah peserta peringkat ke-4 dan ke-16 untuk mengisi dua kuota di formasi tersebut. Lah terus peringkat ke-1 dan ke-2 nya dikemanakan? Jika alasan perubahan adalah untuk pemenuhan kuota Orang Asli Papua (OAP) seperti yang diutarakan Yusuf Salim, nah peringkat ke-1 dan ke-2 nya kan OAP juga. Bahkan peringkat ke-3 s/d ke-15 juga ada OAP nya, kenapa ke-16 yang lulus? Kan aneh... It just... doesn't make any sense.

Penulis melakukan riset sederhana dengan membandingkan berkas rekap hasil seleksi CPNS Panselnas dengan punya Panselda, penulis menemukan hampir setengah dari total formasi yang diseleksikan, mengalami skenario yang sama dengan formasi PENGADMINISTRASI UMUM di RSUD di atas.

Pembicaraan Warkop-ers sore kemarin pun menyebar ke patronase dalam Pilkada 2020 Kab. Raja Ampat, di mana calon bupati bertindak sebagai patronus mengatur hasil CPNS untuk kepentingan clientele-nya saja yakni peserta seleksi CPNS yang diluluskan dengan cara yang "susah dicerna akal pikiran". Sederhananya membeli hak pilih pake jabatan PNS. 

Bukan tanpa pasal, pembicaraan ini berakar dari kejadian sebelumnya, pengumuman hasil tes CPNS 2018 diundur sangat lama dibanding kab/kota lain di Papua barat sampai mendekati hari-H Pilkada. 

Penundaan yang kelamaan itu dituding warkop-ers, sengaja dilakukan patronus untuk mendapatkan waktu yang dibutuhkan sampai pemetaan clientele selesai dilakukan tim sukses. sehingga ketahuan, jabatan PNS baru tersebut diberikan kepada cliente yang mana saja. 

Pengumuman hasil CPNS juga dilakukan tanpa sepengetahuan penjabat bupati sekarang, yang juga merupakan lawan politik incumbent, seolah memperkuat dugaan warkop-ers kami tentang adanya klientalisme yang berkembang di Kab. Raja Ampat, dan pencaker di CPNS 2018 menjadi korban. Sedikit kejanggalan dibumbui kopi hitam menjalar ke mana-mana, legenda politik dinasti tercipta.

Tapi, seperti kata bung Adolf Isac Deda, ini "Hanya sebuah tulisan ringan.... Hasil kepo di warung kopi." Benar dan tidaknya informasi haruslah disaring dengan pikiran kritis. Untuk itu bagi para pencaker yang merasa dicurangi, ada baiknya menanyakan langsung kepada Ketua Panitia Seleksi Daerah, agar beliau menjelaskan perihal "kecurangan" tersebut. 

Kalo masih merasa ada "kecurangan", bawa saja ke jalur hukum. Jangan terburu-buru ricuh dan termakan isu yang katanya "makin digosok makin sip."  Untuk pemimpin daerah, marilah kita membangun daerah yang bebas dari penyakit-penyakit demokrasi seperti patronase yang kalo kata temanku ini sudah jadi lagu lama. 

Selalu lebih baik bagi diri kita sendiri jika daerah yang kita huni punya kemakmuran yang merata secara adil. Janganlah ambil keadilan itu dari masyarakat, hal tersebut tidak menguntungkan, sebaliknya hanya akan merusak kemakmuran diri sendiri.

Dari kacamata penulis, patronase merupakan salah satu faktor yang mengancam pembangunan daerah. Ketika seleksi CPNS yang nantinya menjadi ujung tombak pembangunan mengesampingkan kualitas SDM yang ada, maka kualitas pembangunan pun menurun. Hal ini berlaku visa versa. Bukan kecap aja, yang katanya jadi terbaik kalo diproduksi menggunakan biji kedelai terbaik tapi pembangunan juga. 

Ketika pelayan masyarakat diangkat dari kualitas (baca: peringkat) terbaik maka pembangunan daerah kita juga makin baik. Maka kualitas hidup kita juga meningkat. Untuk itu diperlukan perhatian khusus dari seluruh pihak untuk mengawal. 

Bukan mau anggap remeh mereka di peringkat bawah hasil CPNS, cuma peringkat teratas diyakini lebih mampu untuk melayani masyarakat dalam formasinya masing-masing. 

Sedangkan yang peringkat bawah, punya kualitas di bidang masing-masing yang belum tepat dengan kriteria pelayan masyarakat dalam formasi yang diminta. Kacang tanah bukan bahan yang tepat untuk pembuatan kecap, melainkan kedelai. Tapi kacang tanah juga punya manfaat yang begitu besar yang tidak kalah dengan kedelai, hanya saja bukan untuk pembuatan kecap. Kira-kira begitu analoginya.

Bukannya mengajak tuk jadi sok pembela rakyat namun lebih ke pengawal keadilan, demi kemakmuran diri masing-masing.

Sebagai tambahan:

Patronase adalah sebuah pembagian keuntungan di antara politisi untuk mendistribusikan sesuatu secara individual kepada pemilih, parapekerja atau pegiat kampanye, dalam rangka mendapatkan dukungan politik dari mereka. 

Dengan demikian, patronase merupakan pemberian uang tunai, barang, jasa, dan keuntungan ekonomi lainnya (seperti pekerjaan, jabatan di suatu organisasi atau pemerintahan atau kontrak proyek) yang didistribusikan oleh politisi, termasuk keuntungan yang ditujukan untuk individu (misalnya, amplop berisi uang tunai) dan kepada kelompok/komunitas (misalnya, lapangan sepak bola baru untuk para pemuda di sebuah kampung). 

Patronase juga bisa berupa uang tunai atau barang yang didistribusikan kepada pemilih yang berasal dari dana pribadi (misalnya, dalam pembelian suara atau biasa dikenal money politics dan vote buying) atau dana-dana publik (misalnya, proyek-proyek pork barrel yang di biayai oleh pemerintah). Dikutib dari: Scott, J.C. 1972. Patron-klien Politics and Political Change in Southeast Asia. The American Political Science Review.

Sumber penulisan:

Papua Channel

Humas Raja Ampat

Lampiran Pengumuman Hasil Seleksi CPNS 2018 Kab. Raja Ampat

Rekap Hasil Integrasi SKD dan SKB Pengadaan CPNS Kab. Raja Ampat 2018 oleh Panitia Seleksi Nasional CPNS 2018

Permen PAN-RB Nomor 61 Tahun 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun