Lagu lama, trada jurus baru ka?
Kalimat di atas merupakan ungkapan kekesalan seorang teman sekaligus salah seorang pencaker pada seleksi CPNS 2018 Kab. Raja Ampat  di sebuah warung kopi di Pasar Remu Kota Sorong. Warung kopi yang menjadi andalan kami sejak jaman sekolah itu selalu diramaikan dengan isu-isu kejadian kota Sorong dan sekitarnya.Â
Perbincangan kami bersama teman-teman kemarin sore terpusat pada PILKADA 2020 dan dua berkas: 1) Rekap Hasil Integrasi SKD dan SKB Pengadaan CPNS Kab. Raja Ampat 2018 oleh Panitia Seleksi Nasional CPNS; dan 2) Pengumuman hasil CPNS 2018 Kab. Raja Ampat oleh Panitia Seleksi CPNS Daerah Kab. Raja Ampat.
Beberapa hari menjelang Pilkada Serentak 2020, media sosial diramaikan oleh sebaran Rekap Hasil CPNS oleh Panselnas. Pasalnya, rekapan Panselnas tersebut berbeda dengan Hasil Akhir yang diumumkan oleh Pemerintah Kabupaten pada tanggal 15 Oktober 2020. Hasil Akhir yang ditandatangani oleh Sekda Kabupaten, Yusuf Salim yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Seleksi dituding curang dan penuh muatan politik.
Sebagai contoh terdapat beberapa formasi yang mengabaikan sistem peringkat yang tertera dalam Permen PAN-RB Nomor 61 Tahun 2018. Misalnya untuk formasi  PENGADMINISTRASI UMUM di RSUD, yang diluluskan adalah peserta peringkat ke-4 dan ke-16 untuk mengisi dua kuota di formasi tersebut. Lah terus peringkat ke-1 dan ke-2 nya dikemanakan? Jika alasan perubahan adalah untuk pemenuhan kuota Orang Asli Papua (OAP) seperti yang diutarakan Yusuf Salim, nah peringkat ke-1 dan ke-2 nya kan OAP juga. Bahkan peringkat ke-3 s/d ke-15 juga ada OAP nya, kenapa ke-16 yang lulus? Kan aneh... It just... doesn't make any sense.
Penulis melakukan riset sederhana dengan membandingkan berkas rekap hasil seleksi CPNS Panselnas dengan punya Panselda, penulis menemukan hampir setengah dari total formasi yang diseleksikan, mengalami skenario yang sama dengan formasi PENGADMINISTRASI UMUM di RSUD di atas.
Pembicaraan Warkop-ers sore kemarin pun menyebar ke patronase dalam Pilkada 2020 Kab. Raja Ampat, di mana calon bupati bertindak sebagai patronus mengatur hasil CPNS untuk kepentingan clientele-nya saja yakni peserta seleksi CPNS yang diluluskan dengan cara yang "susah dicerna akal pikiran". Sederhananya membeli hak pilih pake jabatan PNS.Â
Bukan tanpa pasal, pembicaraan ini berakar dari kejadian sebelumnya, pengumuman hasil tes CPNS 2018 diundur sangat lama dibanding kab/kota lain di Papua barat sampai mendekati hari-H Pilkada.Â
Penundaan yang kelamaan itu dituding warkop-ers, sengaja dilakukan patronus untuk mendapatkan waktu yang dibutuhkan sampai pemetaan clientele selesai dilakukan tim sukses. sehingga ketahuan, jabatan PNS baru tersebut diberikan kepada cliente yang mana saja.Â
Pengumuman hasil CPNS juga dilakukan tanpa sepengetahuan penjabat bupati sekarang, yang juga merupakan lawan politik incumbent, seolah memperkuat dugaan warkop-ers kami tentang adanya klientalisme yang berkembang di Kab. Raja Ampat, dan pencaker di CPNS 2018 menjadi korban. Sedikit kejanggalan dibumbui kopi hitam menjalar ke mana-mana, legenda politik dinasti tercipta.
Tapi, seperti kata bung Adolf Isac Deda, ini "Hanya sebuah tulisan ringan.... Hasil kepo di warung kopi." Benar dan tidaknya informasi haruslah disaring dengan pikiran kritis. Untuk itu bagi para pencaker yang merasa dicurangi, ada baiknya menanyakan langsung kepada Ketua Panitia Seleksi Daerah, agar beliau menjelaskan perihal "kecurangan" tersebut.Â