Unilever secara terang-terangan mengunggah bentuk dukungannya kepada Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer (LGBTQ) di Instagram Unilever Global. Seruan boikot semakin merambat dikalangan netizen saat Unilever mengganti logo brandnya menjadi warna pelangi.
Tapi tunggu dulu, yakin nih beneran mau boikot dan stop pemakaian produk Unilever? Tau nggak kalau Unilever itu punya banyak sekali produk, hampir dikonsumsi setiap hari dan jadi kebutuhan barang belanjaan favorit ibu, bapak, kakak, adek, pacar, dan kita semua. Kalian juga harus tau satu hal, gak cuma Unilever doang yang support LGBTQ.Â
Sebelum Unilever, perusahaan besar sudah support lebih dulu seperti Starbucks, twitter, Instagram, Spotify, Facebook, sampai Google yang dicari nomor wahid saat kita ingin mencari suatu hal juga pro LGBTQ. Nah, gak sekalian tuh uninstall platform favorit buat sambat, biar totalitas gak cuma Unilevernya aja.
Hampir semua produk internasional memang sudah pro terhadap dukungan LGBTQ, karena perbedaan budaya dan harus menyesuaikan di tiap negara inilah yang memunculkan dukungan Unilever Global bagi para komunitas LGBTQ. Oke, balik ke Unilever.Â
Produk sejuta umat ini tersebar hampir di 180 negara yang masing-masing tentu berbeda keragaman kulturnya. Indonesia jelas tidak melegalkan hubungan sesama jenis, mungkin bakal perang saudara di rumah sendiri kalau sampai dilegalkan. Tidak mendukung aksi LGBTQ bukan berarti harus memboikot dan bertindak rasis ke produk-produk Unilever.
 Dan ada yang gak adil di sini. Sederhana aja, netizen menyerukan boikot untuk Unilever, padahal media yang dipakai untuk berkomentar rasis merupakan platform milik perusahaan besar yang lebih dulu support.
Lucu dong kalau cuma Unilever yang diserang. Produk Apple, Android, Instagram, twitter, dan kawan lainnya juga seharusnya mendapat perlakuan yang sama, hehe.
Kalau sudah begitu yang ribet siapa? Apa iya harus berhenti konsumsi es krim Wall's, Microsoft, dan mandeg menggunakan teknologi Android? Hey, sejak zaman batu yang belum ada teknologi canggih sama sekali manusia terus berevolusi sampai bermunculan dunia digital serba mungkin seperti sekarang.Â
Masa iya bakal balik ke zaman megalitikum. Tak bisa membayangkan bila benar-benar diboikot produk yang sudah menjadi kebutuhan umat manusia. Jika berhenti konsumsi produk Unilever, bukankah efeknya akan berdampak pada putus hubungan kerja karyawan karena produk Unilever tidak mampu bersaing akibat serangan dari netizen dan perusahaan tak mampu membayar upah karyawan karena finansial perusahaan merosot.Â