Mohon tunggu...
Refliana Dela R
Refliana Dela R Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa IAIN Purwokerto

doyan baking, random

Selanjutnya

Tutup

Money

Lucu, Jika Terus Memboikot Unilever yang Support LGBTQ

28 Juni 2020   16:16 Diperbarui: 28 Juni 2020   16:15 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instagram Unilever Global

Unilever secara terang-terangan mengunggah bentuk dukungannya kepada Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer (LGBTQ) di Instagram Unilever Global. Seruan boikot semakin merambat dikalangan netizen saat Unilever mengganti logo brandnya menjadi warna pelangi.

Instagram Unilever Indonesia
Instagram Unilever Indonesia

Tapi tunggu dulu, yakin nih beneran mau boikot dan stop pemakaian produk Unilever? Tau nggak kalau Unilever itu punya banyak sekali produk, hampir dikonsumsi setiap hari dan jadi kebutuhan barang belanjaan favorit ibu, bapak, kakak, adek, pacar, dan kita semua. Kalian juga harus tau satu hal, gak cuma Unilever doang yang support LGBTQ. 

Sebelum Unilever, perusahaan besar sudah support lebih dulu seperti Starbucks, twitter, Instagram, Spotify, Facebook, sampai Google yang dicari nomor wahid saat kita ingin mencari suatu hal juga pro LGBTQ. Nah, gak sekalian tuh uninstall platform favorit buat sambat, biar totalitas gak cuma Unilevernya aja.

Hampir semua produk internasional memang sudah pro terhadap dukungan LGBTQ, karena perbedaan budaya dan harus menyesuaikan di tiap negara inilah yang memunculkan dukungan Unilever Global bagi para komunitas LGBTQ. Oke, balik ke Unilever. 

Produk sejuta umat ini tersebar hampir di 180 negara yang masing-masing tentu berbeda keragaman kulturnya. Indonesia jelas tidak melegalkan hubungan sesama jenis, mungkin bakal perang saudara di rumah sendiri kalau sampai dilegalkan. Tidak mendukung aksi LGBTQ bukan berarti harus memboikot dan bertindak rasis ke produk-produk Unilever.

 Dan ada yang gak adil di sini. Sederhana aja, netizen menyerukan boikot untuk Unilever, padahal media yang dipakai untuk berkomentar rasis merupakan platform milik perusahaan besar yang lebih dulu support.

Lucu dong kalau cuma Unilever yang diserang. Produk Apple, Android, Instagram, twitter, dan kawan lainnya juga seharusnya mendapat perlakuan yang sama, hehe.

https://twitter.com/apaansihyung/
https://twitter.com/apaansihyung/
Kalau sudah begitu yang ribet siapa? Apa iya harus berhenti konsumsi es krim Wall's, Microsoft, dan mandeg menggunakan teknologi Android? Hey, sejak zaman batu yang belum ada teknologi canggih sama sekali manusia terus berevolusi sampai bermunculan dunia digital serba mungkin seperti sekarang. 

Masa iya bakal balik ke zaman megalitikum. Tak bisa membayangkan bila benar-benar diboikot produk yang sudah menjadi kebutuhan umat manusia. Jika berhenti konsumsi produk Unilever, bukankah efeknya akan berdampak pada putus hubungan kerja karyawan karena produk Unilever tidak mampu bersaing akibat serangan dari netizen dan perusahaan tak mampu membayar upah karyawan karena finansial perusahaan merosot. 

Bagaimana dengan nasib karyawan setelahnya, masa iya di PHK karena omongan tak disaring dari netizen. Unilever menjadi ladang penghasilan untuk keluarga pekerja. 

Belum lagi akibat wabah corona yang tak kunjung usai, itu saja sudah menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat karena terbatasnya aktivitas bekerja. Unilever telah membantu pertumbuhan perekonomian Indonesia dan membantu mensejahterakan karyawan . Gak mau kan ekonomi semakin ambruk. 

Misalkan saja yang semula banyak membeli sabun Lifebuoy dari Unilever, akibat boikot tersebut masyarakat lari ke lain hati yaitu sabun Nuvo dari Wings. Meski masih ada barang substitusi merk dagang lain, tetap saja tingkat konsumsi barang dan omzet penjualan Unilever akan turun karena konsumen beralih secara serentak ke produk lain. 

Satu merk dagang ditambah merk dagang lain bukankah akan lebih baik daripada hanya tersedia satu merk barang di pasar untuk membangkitkan selera masyarakat yang menjadi faktor tingkat permintaan suatu barang. I

tu baru satu produk ya Bos, Unilever kan produknya seabreg. Nasib para pekerja Unilever yang gak mikirin LGBTQ malah kena imbasnya dan kita juga yang terlanjur candu dengan produk-produk dari Unilever. Parah deh.

Tapi sepertinya boikot dari netizen tidak akan menjadikan Unilever auto kolaps. Pasalnya, Unilever memiliki cabang hampir di penjuru dunia di mana lebih dominan yang terus mendukung daripada yang menentang. Kemungkinan lagi, beberapa bulan atau tahun mendatang, masyarakat Indonesia yang kontra dengan LGBTQ pasti akan gatal bila tidak mengonsumsi produk Unilever bagi yang sudah ketergantungan.

Kita membeli barang Unilever niatnya kan untuk kebutuhan bukan untuk mendukung seruan Pride atau LGBTQ, Tapi balik lagi ke perspektif masing-masing setelah muncul deklarasi ini. Unilever Global hanya turut mendukung terwujudnya hak asasi manusia. 

Unilever Indonesia berbeda dengan Unilever Global, mereka tetap menghormati nilai-nilai moral yang berlaku di Indonesia dan tidak menjerumuskan karyawannya untuk ikut serta mendukung deklarasi LGBTQ. Manusia memiliki hak asasi untuk bebas hidup dan berdampingan dengan siapapun. 

Memang hubungan sesama jenis sangat bertentangan dengan kultur Indonesia dan agama tentunya bagi yang kontra dengan LGBTQ. Tapi tidak dengan cara mendiskriminasi dan membenci yang berbeda pilihan orientasi seksualnya dengan kita yang heteroseksual. 

Toh, mereka tidak menyakiti dan mengganggu kita. Tetap berteman dan menghargai tanpa harus ikut campur urusan masing-masing, karena yang bisa kita lakukan adalah hidup berdampingan dengan toleransi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun