Mohon tunggu...
Refi MariskaAnggraini
Refi MariskaAnggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Refi Mariska Anggraini

Waktu tak akan pernah berputar kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu, manfaatkan waktu untuk melakukan hal yang terbaik di setiap kesempatan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Filsafat terhadap Kemajuan Peradaban Manusia

30 Oktober 2021   18:49 Diperbarui: 30 Oktober 2021   19:03 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam penulisan artikel ini disajikan berdasarkan makalah yang dipresentasikan oleh seorang tokoh yang bernama Etienne Gilson pada kongres Internasional Keenam Filsafat yang diadakan di Harvard pada tahun 1926 mengenai "Peran Filsafat dalam Sejarah Peradaban". Gilson menguraikan tiga kecenderungan umum di kalangan sejarawan filsafat mengenai arti dari filsafat. 

Pertama, dalam teori sejarah filsafat menjadi kajian sumber-sumber dan mencari penjelasan filsafat di luar dirinya. Pendapat ini mengutip dari Harder, Taine, Marx, dan Durkheim sebagai perwakilan yang berpendapat bahwa filsafat adalah sebuah bidang yang diperlukan dari sebab-sebab dalam sejarah seperti elemen fisik atau sosial di luar filsuf.

Kedua, ada para filsuf yang mencoba untuk melampaui sumber-sumber filsafat tertentu, bahkan melampaui konsep dan gambaran yang didalamnya mengekspresikan dalam menemukan intuisi yang menghasilkan aslinya. Para filsuf ini ingin melampaui bahan yang mengajukan filosofi serta menemukan intuisi asalnya.

Dari kedua pandangan dari para filsuf tidak ada satupun dari keduanya yang dapat didamaikan satu sama lain. Sehingga Gilson menghindari kedua pandangan tersebut, maka ia  mengemukakan bahwa filsafat di atas segalanya cinta kebijaksanaan dan tidak ada kebijaksanaan tanpa kebenaran, tetapi kebenaran tidak bergantung pada masyarakat maupun dari hakekat filsafat namun memang sebuah kebenaran berasal dari kebenaran itu sendiri. 

Filsafat memiliki peran besar bagi manusia terhadap pemahaman yang dapat membawa manusia untuk bertindak lebih bernilai. Sistem filsafat memang tampak unik yang dikondisikan oleh hubungan-hubungan yang diperlukan untuk menghubungkan sebuah gagasan sehingga dalam semua elemen sejarah, filsafat yang dipahami hanya mempertahankan nilai kebenarannya yang pada dasarnya adalah filsafat. 

Melalui definisi tersebut dapat dipahami bahwa filsafat bertujuan untuk menemukan kebenaran, menerapkan nilai, bertindak kreatif, menerapkan tujuan, menetapkan arah, serta menentukan pada jalan baru.

Dalam merenungkan kefilsafatan akan melahirkan sebuah hasil pemikiran yang berfungsi sebagai simbol eksistensi (keberadaan) serta kehidupan manusia, melalui interaksi ini maka peradaban manusia mulai terbentuk dan mengalami kemajuan. Ada beberapa argumen dari bebetrapa ahli mengenai peran filsafat terhadap peradaban, yakni:

  • Pertama, setiap filsafat muncul sebagai ekspresi, cermin dari sebuah peradaban yaitu berkenaan dengan apa yang harus dilakukan serta apa yang akan di dedikasikan oleh para filsuf pada waktunya terhadap kejeniusannya. Jika filsafat tidak memiliki fungsi lain selain membawa kesadaran yang jelas tentang manusia pada setiap peradaban, maka ruang lingkupnya  tidak akan melebihi periode peradaban yang diungkapkannya. 

  • Para filsuf menemukan bahwa sebagaimanapun Plato, Aristoteles memperkenalkan konsep filsafat non-historis yang relevan di zamannya, masih memiliki banyak hal untuk dilakukan kepada filsuf karena pemikiran historis mereka mengandung elemen abadi yang terus menerus membuat para filsuf memikirkan kontemporer dengan semua akal manusia. Kebenaran filsafat non-histeris ini lebih tinggi tinggi daripada kebenaran peradaban sejarah. 

  • Nilai setiap peradaban berasal dari keterlibatan perannya dalam kebenaran yang dilaluinya. Sejauh sebuah peradaban yang turut berperan dalam kebenaran maka akan menggoreskan pesan yang tidak bisa lagi dihapus oleh waktu.

  • Kedua, terlepas dari peradaban, dimana para filsuf bergantung sehingga menemukan ide-ide pada esensi yang diperlukan dalam sebuah kebenaran yang nyata, filsuf bergerak untuk membebaskan dan melepaskan semua yang tidak berkaitan dengan esensinya. 

  • Sehingga Gilson mendefinisikan semua filsafat sebagai "eksperimen metafisika yang didorong hingga batasnya yang berisi dari satu ide" atau "termasuk pemikiran alam semesta yang berfungsi sebagai esensi". 

  • Semuanya terjadi seakan sejarah filsafat secara keseluruhan merupakan penyelidikan besar tentang isi pemikiran manusia yang dilakukan tanpa henti, yang mengungkapkan esensi kecerdasan dalam mendefinisikan filsafat manusia. Bagi Gilson sejarah peradaban menjadi sejarah filsafat, dia memperlakukan filsafat pada setiap manusia sebagai eksperimen akal.

  • Tiga, interpretasi berbeda tentang sejarah filsafat yang digariskan Gilson sesuai dengan tiga pandangan tentang peran filsafat dalam sejarah peradaban. 

  • Bila filsafat larut ke dalam elemen yang diambil dari lingkungan sosial yang melahirkannya. Setiap filsafat merupakan ekspresi ideologis dari suatu keadaan peradaban tertentu, sebaliknya jika filsafat merupakan sebuah ilmu realitas dari aktivitas berpikir. Maka filsafat bukan lagi hasil dari sebuah peradaban melainkan filsafat yang menciptakan peradaban. 

  • Namun jika filsafat adalah ekspresi dari kebenaran abadi secara progresif yang mendominasi manusia dan masyarakat melalui perantara para filsuf, maka filsafat bukanlah akibat terciptanya peradaban maju tetapi sebagai transenden (diluar segala kesanggupan manusia yang terjadi pada alam semesta) yang berkaitan dengan setiap keadaan peradaban tertentu.

Gilson kemudian bertanya apakah sejarah memungkinkan kita untuk menentukan mana dari tiga interpretasi ini yang benar atau sampai mana kebenaran setiapnya. 

Sejarah menunjukkan filosofi bahkan yang yang telah lama Plato, tidak ada seorang pun dapat menafsirkan misalnya seperti St. Thomas yang tanpa memperhatikan pengaruh integral dari Aristoteles, St. Agustine, dalam pemikirannya. 

Demikian pula Descartes seorang matematikawan serta filsuf pada masanya yang mengatakan "Apa yang tidak diberdebatkan adalah kenyataan bahwa tidak ada satu filosofi pun yang tidak memiliki akar dalam lingkungan sosial tempat filsafat itu lahir". Semakin kuat, orisinal dan pemikiran yang dianalisi oleh seorang sejarawan, semakin ia mengungkapkan dirinya sebagai reseptif dan asimilasi. 

Itulah sebabnya setiap filsafat besar pertama adalah mencari dari mana dalam menganggap peradaban yang merupakan penjumlahannya. Tetapi ini tidak cukup untuk menjelaskan secara lengkap asal-usul filsafat, meskipun filsafat secara langsung mewakili peradaban yang diakspresikannya, itu bukan hasilnya melainkan sesuatu yang lebih dari elemen  yang dipinjamnya sesuai yang diperlukan dari sebuah peradaban.

Arus intelektual dari setiap zaman tidak mengambil dalam pikiran manusia melainkan setiap arus menegaskan dirinya dengan kekuatan yang dimiliki sehingga tampaknya tidak mampu maju kecuali menekan seuatu yang lain, sehingga mengubah pikiran manusia menjadi tempat konflik yang mampu menghasilkan, menegaskan ide-ide yang diperlukan dan kontradiktif tapi tidak mampu mencapai resolusi. 

Maka menghasilkan sebuah pilihan untuk menerima skeptisistema (memandang sesuatu yang tidak pasti) dalam berpikir, atau menunggu dengan sabar sampai arus dapat menemukan keseimbangannya dalam pemikiran seorang filsuf besar. 

Misalnya Gescartes menunjukkan bahwa fisika matematis Galileo tidak serta merta berarti meninggalkan kebenaran besar tentang Tuhan dan jiwa, padahal Tuhan dan jiwa merupakan landasan metafisik yang diperlukan untuk fisika sejati. 

Adapun Kant juga mempertahankan kebenaran Tuhan dan jiwa dalam fisika Newton, Kant terinsiprasi oleh Newton bahwa dengan kritik ganda terhadap alasan yang menunjukkan dalam kondisi apa fisika dan etika dimungkinkan sehingga dapat diyakini bahwa pemahaman manusia sesuai dengan prinsip mekanisme Newton bahwa alam semesta berjalan menurut prinsip hukum yang mekanisme.

Filsafat mampu bertahan melampaui peradaban ini yang diungkapkan para toko filsuf seperti Plato, Aristoteles, Aquinas, Descartes, Kant dan lain-lain yang mempercayai bahwa filsafat mengandung kebenaran abadi diluar kebutuhan dan historis, serta elemen nontemporal yang terus sezaman dengan akal manusia. 

Yang menjadi permasalahan setiap generasi adalah masalah yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Dalam filsafat manusia harus masuk jauh kedalam diri manusia untuk dapat melampauinya, manusia harus mereduksi ide menjadi esensi murni untuk menjadikannya universal. 

Filsafat melakukan reduksi dalam melampaui batas waktu pada peradaban manusia yang bahkan peristiwa filsafat yang terlokalisasi di masa lalu menjadi momen unik dalam sejarah yang tidak dapat diubah, lebih tepatnya peristiwa di luar kondisi ruang dan waktu yang bertahan dalam beberapa cara dari dulu hingga masa kini yang abadi. 

Metode dari Socrates, ide Plato, sifat Aristoteles dan intuisi murni Bergson, meraka memiliki masa muda yang didedikasikan pada kebutuhan internal untuk esensi dari filsafat yang beralalasan bahwa berpikir merupakan sesuatu yang penting yang menghasilkan ilmu Sains sehingga menjadi abadi dan berguna mengikuti kemajuan peradaban manusia dari masa ke masa.

Jadi peradaban bukan hanya cara hidup suatu bangsa pada waktu tertentu, melainkan sepeti harta yang berakumulasikan kebenaran serta nilai-nilai spiritual yang umum bagi seluruh umat manusia. Filsafat tidak hanya melahirkan keteraturan dalam pikiran tetapi juga melahirkan kebenaran, dengan demikian tidak ada kontradiksi internal di antara ketiga pendapat dari para ahli dalam penulisan mengenai peran sejarah filsafat dalam peradaban. 

Filsafat jelas merupakan hasil dari sejarah, namun filsafat juga menciptakan sejarah dalam peradaban melalui berbagai upaya realistis sebagai bentuk nontemporal pada kebenaran. 

Maka filsafat berperan dalam membangun peradaban. Manusia sebagai makhluk yang banyak bertanya, pertanyaan manusia tidak kunjung habisnya sehingga dengan sifat itu membuat manusia mulai berpikir mengenai segala sesuatu disekelilingnya untuk menjawab semua pertanyaan  yang merisaukannya, dari sinilah muncul dasar dari pembentukan filsafat. 

Filsafat secara intrinsik yakni suatu peristiwa yang sangat berkaitan dengan inti peradaban manusia, sebagai bagian yang melekat pada percobaan manusia dalam menghadapi pertentangan, kemenangan, kekalahan dalam hidup serta kebutuhannya. (Fafara, 2019)

Ilmu yang memiliki kedudukan sebagai jiwa yang utuh dan menempati jenjang teratas dalam menciptakan kekuatan adalah ilmu filsafat, sebab bidang studinya universal. Ilmu filsafatlah yang menbuktikan manusia akan kebutuhan manusiawi-nya yang mendasar dan tanpa filsafat di suatu masyarakat maka ilmu tidak akan mampu bertahan. 

Dengan demikian filsafat memiliki sumber dengan segala kemungkinan serta kemajuan bagi manusia dalam mengembangkan kehidupan dunia yang tak terbatas dan tak terhingga. 

Peradaban yakni gabungan dari semangat dan sikap serta cara yang menuntun kehidupan sosial dan perilaku masyarakat, tak bisa terpisahkan dari tradisi filosofis untuk senantiasa membantu manusia menyikapi hidup dan menuntun kebahagiaan yang pada akhirnya membawa kemajuan bagi peradabannya. 

Sebab kebahagiaan haruslah memiliki sebagian dari bentuk perenungan berdasarkan pada pemahaman yang menghubungkan  ide-ide filosof dan kontemplatif secara unik yang tidak terdiri dari kegiatan intelektual. (Rosyidah, 2010) Dalam entelektual sejarah khusunya Polandia telah mempertahankan gambaran dalam peradaban yang mendahului perubahan, dimana dalam suatu agama memiliki kekuatan retalif, metafisika klasik serta epistemologi dibahas pada bagian dari kurikulum pendidikan yang mengandaikan suatu kontinutas. 

Memori sejarah yang panjang dari Polandia dapat membantu filsuf melihat Eropa dari perspektif yang lebih luas secara historis dan filosofis dengan tetap menjadi pembela sejati dalam pembela peradaban bagian Barat pada arti yang sesungguhnya.

Dengan hal ini maka filsafat sebagai akar ilmu tersusun dalam suatu struktur hierarki yang meletakkan metafisika sebagai dasar yang darinya tumbuh berbagai akar  yang memiliki ragam cabang. 

Semua akar cabang filsafat yakni dasar tumbunya beragam teori yang lazimnya dikenal dengan sebutan ilmu, dari filsafatlah bangunan segala iptek terwujud yang selanjutnya tumbuh serta berkembang di semua sistem budaya dan peradaban manusia di dunia. 

Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya filsafat itu merupakan suatu ilmu khusus yang berdiri sendiri (secara teoritis) juga merupakan pengetahuan atau kerangka dasar bagi segala ilmu pengetahuan lainnya (secara praktis) dalam bidangnya masing-masing yang pada akhirnya mampu menuntun manusia mengembangkan budaya dan peradabannya. Sejak semula, filsafat ditandai dengan rencana umat manusia untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia dan Tuhan. 

Itulah sebabnya filsafat pada gilirannya mampu melahirkan sains-sains besar, seperti fisika, etika, matematika, dan metafisika yang menjadi batu bata pembentuk peradaban manusia. Jadi nyatalah bagi kita bahwa filsafat memegang peranan amat besar melalui penerapannya dalam segala bidang kehidupan manusia di mana pun dan kapan pun juga. 

Tiada satu pun bidang kehidupan manusia di dunia ini yang lolos dari jangkauan filsafat. Dari paparan di atas dapat kita lihat hubungan antara filsafat dan realitas-realitas sosial yang membentuk peradaban manusia. (Rosyidah, 2010)

Oleh : Refi Mariska Anggraini

FakultasTarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

DAFTAR PUSTAKA

 

Fafara, R. J. (2019). Gilson on philosophy and civilization. Studia Gilsoniana, 8(2), 213--227.doi.org

Rosyidah, I. (2010). Relevansi Ilmu Pengetahuan, Filsafat, Logika dan Bahasa dalam Membentuk Peradaban. al-HArakah, 12(1), 19--36.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun