Arus intelektual dari setiap zaman tidak mengambil dalam pikiran manusia melainkan setiap arus menegaskan dirinya dengan kekuatan yang dimiliki sehingga tampaknya tidak mampu maju kecuali menekan seuatu yang lain, sehingga mengubah pikiran manusia menjadi tempat konflik yang mampu menghasilkan, menegaskan ide-ide yang diperlukan dan kontradiktif tapi tidak mampu mencapai resolusi.Â
Maka menghasilkan sebuah pilihan untuk menerima skeptisistema (memandang sesuatu yang tidak pasti) dalam berpikir, atau menunggu dengan sabar sampai arus dapat menemukan keseimbangannya dalam pemikiran seorang filsuf besar.Â
Misalnya Gescartes menunjukkan bahwa fisika matematis Galileo tidak serta merta berarti meninggalkan kebenaran besar tentang Tuhan dan jiwa, padahal Tuhan dan jiwa merupakan landasan metafisik yang diperlukan untuk fisika sejati.Â
Adapun Kant juga mempertahankan kebenaran Tuhan dan jiwa dalam fisika Newton, Kant terinsiprasi oleh Newton bahwa dengan kritik ganda terhadap alasan yang menunjukkan dalam kondisi apa fisika dan etika dimungkinkan sehingga dapat diyakini bahwa pemahaman manusia sesuai dengan prinsip mekanisme Newton bahwa alam semesta berjalan menurut prinsip hukum yang mekanisme.
Filsafat mampu bertahan melampaui peradaban ini yang diungkapkan para toko filsuf seperti Plato, Aristoteles, Aquinas, Descartes, Kant dan lain-lain yang mempercayai bahwa filsafat mengandung kebenaran abadi diluar kebutuhan dan historis, serta elemen nontemporal yang terus sezaman dengan akal manusia.Â
Yang menjadi permasalahan setiap generasi adalah masalah yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri. Dalam filsafat manusia harus masuk jauh kedalam diri manusia untuk dapat melampauinya, manusia harus mereduksi ide menjadi esensi murni untuk menjadikannya universal.Â
Filsafat melakukan reduksi dalam melampaui batas waktu pada peradaban manusia yang bahkan peristiwa filsafat yang terlokalisasi di masa lalu menjadi momen unik dalam sejarah yang tidak dapat diubah, lebih tepatnya peristiwa di luar kondisi ruang dan waktu yang bertahan dalam beberapa cara dari dulu hingga masa kini yang abadi.Â
Metode dari Socrates, ide Plato, sifat Aristoteles dan intuisi murni Bergson, meraka memiliki masa muda yang didedikasikan pada kebutuhan internal untuk esensi dari filsafat yang beralalasan bahwa berpikir merupakan sesuatu yang penting yang menghasilkan ilmu Sains sehingga menjadi abadi dan berguna mengikuti kemajuan peradaban manusia dari masa ke masa.
Jadi peradaban bukan hanya cara hidup suatu bangsa pada waktu tertentu, melainkan sepeti harta yang berakumulasikan kebenaran serta nilai-nilai spiritual yang umum bagi seluruh umat manusia. Filsafat tidak hanya melahirkan keteraturan dalam pikiran tetapi juga melahirkan kebenaran, dengan demikian tidak ada kontradiksi internal di antara ketiga pendapat dari para ahli dalam penulisan mengenai peran sejarah filsafat dalam peradaban.Â
Filsafat jelas merupakan hasil dari sejarah, namun filsafat juga menciptakan sejarah dalam peradaban melalui berbagai upaya realistis sebagai bentuk nontemporal pada kebenaran.Â
Maka filsafat berperan dalam membangun peradaban. Manusia sebagai makhluk yang banyak bertanya, pertanyaan manusia tidak kunjung habisnya sehingga dengan sifat itu membuat manusia mulai berpikir mengenai segala sesuatu disekelilingnya untuk menjawab semua pertanyaan  yang merisaukannya, dari sinilah muncul dasar dari pembentukan filsafat.Â