Dia pantengin tu buku lekat lekat. Terus pantengin gue, terus pantengin buku ituu lagi. "aku kasihan lihat anak kecil nangis."
Bohong! Gue tahu itu bohong. Dari caranya yang ga berani mandangin mata gue saat dia ngomong and nada bicaranya gue tahu dia bohong.
'BOHONG!' gue tulis kata itu di buku gede gede sambil mandangin dia kesal. Kenapa sih ga ngomong aja yang sebenarnya?
"kenapa mau tahu?" dia balik bertanya. 'gue beneran pengen tau'.
"ga ada pentingnya kamu tahu apa enggak. Bukankah begitu kita berpisah, kita juga akan melupakannya?"
'kenapa kamu berkata begitu?' jujur dengar kata katanya barusan bikin gue pengen nangis. Apa bagi dia gue ini bukan apa apa? Apa karena itu juga dia ga mau ambil foto itu? Karena bagi dia gue ini bukan siapa siapa? Padahal, gue tuh seneng banget sama dia.
"kamu mirip sama adikku" gue denger dia ngomong. Gue perhatiin dia terbelalak. Kaget banget. Gue tunggu dia ngomong lagi.
"aku itu seorang perantauan. Mencoba mengubah nasib aku dan keluarga aku di negeri orang. Aku udah lama ga pulang ke Indonesia. Dan aku punya adik perempuan yang seumuran sama kamu" dia menghela napas dan matanya memandang kosong ke depan.
"aku sayang banget sama dia. Baju yang tadi juga aku pikir cocok banget buat dia. Tapi ketika lihat kamu yang suka banget sama baju itu, aku jadi merasa lihat dia lagi ketawa pakai baju itu" dia tersenyum ke arah gue. Ternyata ia pilih baju itu buat adiknya bukan gue.
"karena itu aku beliin baju itu untuk kamu, supaya bisa lihat kamu ketawa,u bukan nangis"
'karena itu juga kamu ngelindungin aku dari cowok tadi?'