Pertama, kebijakan deregulasi ekonomi yang ditelurkan dalam 16 paket kebijakan ekonomi. Jika dipandang secara keseluruhan, semua paket ini memiliki tujuan yang sama; Mempermudah investor dalam dan luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. Pemerintah mempermudah proses investasi tersebut dengan menghapuskan regulasi yang tidak perlu, serta menyederhanakan proses birokrasi untuk berinvestasi.
Penyederhanaan inilah yang membuat investasi lebih menguntungkan, dan mendorong kebebasan ekonomi di negara tersebut.
Kedua, kebijakan digitalisasi sektor publik melalui e-government. Digitalisasi sektor publik selalu berbicara soal penyederhanaan birokrasi yang dihadapi oleh masyarakat sebagai pelaku ekonomi. Selain itu, kebijakan ini juga membantu sektor publik untuk melakukan efisiensi dan rasionalisasi.
Upaya ini membantu menekan high-cost economy (ekonomi berbiaya tinggi) dan mendorong kebebasan ekonomi di Indonesia.
Ketiga, kebijakan pembangunan infrastruktur skala besar dengan skala KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha). Selain mendorong pembangunan infrastruktur yang diperlukan masyarakat, skema ini juga mendorong kerjasama sektor publik dan sektor privat. Sehingga, sektor publik bisa terdorong untuk melakukan efisiensi sebagai pelaku ekonomi.
Ketika sektor publik menjadi lebih efisien, maka ketiga indikator yang memengaruhi tingkat intervensi pemerintah akan semakin baik. Dampaknya, kebebasan ekonomi di Indonesia menjadi meningkat.
Apa hubungannya dengan Pilpres 2019? Record pemerintahan Jokowi dalam kebebasan ekonomi inilah yang menjadi alasan utama penulis mendukung pasangan nomor urut 01. Sebuah reformasi besar sedang berlangsung lima tahun belakangan ini. Penulis ingin reformasi besar ini berlanjut hingga 2024, agar negara kita bisa menggapai Visi Indonesia Emas 2045.
Lalu, apakah jika Jokowi kalah dalam Pilpres 2019, maka derap peningkatan kebebasan ekonomi ini akan terhenti? Iya. Derap peningkatan ini jelas akan terhenti jika pasangan nomor urut 01 kalah, dan pasangan nomor urut 02 naik menuju tampuk kekuasaan. Mengapa? Sebab retorika dan manifesto politik-ekonomi mereka sungguh sosialis.
Coba saksikan ulang cuplikan debat capres kedua yang ditayangkan pada 17 Februari 2019. Prabowo Subianto berkali-kali menyebut bahwa, "Pandangan ekonomi kami berbeda. Kami mendasarkan pandangan kami pada Pasal 33 UUD 1945." Artinya, kubu nomor urut 02 percaya pada kebijakan nasionalisasi, rebirokratisasi, serta peningkatan intervensi pemerintah dalam perekonomian.
Prabowo juga mengecam distribusi sertifikat tanah yang dilakukan pemerintahan Jokowi. Padahal, kebijakan ini adalah instrumen penguatan hak kepemilikan properti (property rights) di Indonesia. Beliau justru mengusulkan nasionalisasi tanah (Debora dalam tirto.id, 2019).
Semua ini adalah death bell terhadap kebebasan ekonomi dalam suatu negara. Dalam kata lain, kebebasan ekonomi Indonesia akan terancam jika pasangan nomor urut 02 berhasil menerapkan kebijakan ekonominya. Sebagai seorang Thatcherite, saya mendukung kandidat yang sudah terbukti meningkatkan kebebasan ekonomi Indonesia selama ia memerintah.