Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Patah Hati dan Jatuh Cinta dengan Bahasa Indonesia

4 Maret 2024   10:54 Diperbarui: 4 Maret 2024   17:36 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin karena senang membaca, utamanya novel tentu saja. Maka sepertinya menulis tak begitu sulit rasanya. Saya yakin semua orang yang rajin menulis di Kompasiana merasakan manfaat senang membaca semenjak kecil. Bagaimanapun menulis sebenarnya hanyalah berusaha menuangkan isi pikiran dalam bentuk tulisan, dan bertutur sesuai dengan kosa kata yang beragam. Hasil koleksi otak semenjak awal bisa membaca.

Sementara banyak kawan tak suka dengan pelajaran bahasa Indonesia sewaktu sekolah menengah. Justru menjadi salah satu mata pelajaran favorit bagi saya. Hal itu dikarenakan biasanya ujian akhir semester berupa mengarang. Rasanya mata pelajaran itulah yang lembaran ujiannya ditulis sampai penuh beberapa halaman folio.

Bahasa bagi saya teramat menyenangkan. Hingga akhirnya pelajaran bahasa yang ada menjadi favorit, baik bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Dua-duanya awalnya terasa menyenangkan. Walau di beberapa sisi bagi saya lebih nyaman mempelajari bahasa Inggris, karena aturan bahasanya relatif terstruktur dan tak berubah-ubah.

Sampai akhirnya saya mengalami patah hati dengan bahasa Indonesia semasa semester awal kuliah. Bahasa Indonesia merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa baru. Selama proses perkuliahan berjalan dengan lancar. Tanpa ada ujian tengah semester, hanya ada ujian akhir semester sebagai penentu kelulusan.

Hal yang sedikit mengganjal saat perkuliahan adalah, dosen pengajar seakan-akan mendoktrin bahwa mata kuliah yang diampunya adalah kuliah yang sangat serius dan agung serta sulit untuk dipelajari.

Oleh karena itu tak pernah ada yang lulus dengan nilai A. Sungguh doktrin dan kebanggaan yang aneh.

Kalaulah bahasa Indonesia adalah yang terhebat, kenapa harus dijabarkan dengan cara yang susah. Bukankah harusnya dipermudah agar bahasa persatuan negara kita ini bisa terasa menyenangkan saat dipelajari. Bukan dengan cara yang kaku.

Sampai akhirnya saat ujian akhir semester itu, semua soal dijawab dengan cukup lancar. Walaupun saya kalau ujian sedikit agak jorok. Karena tak punya dan tak terbiasa pakai tipe-ex saat mengerjakan soal. Jikalau ada jawaban yang saya pikir salah dan ingin memperbaikinya. Jawaban lama saya coret saja, diganti dengan jawaban baru di baris di bawahnya.

Tapi saya menjawabnya dengan cukup baik, bahkan sempat memberikan contekan dengan kawan di samping.

Setelah usai masa ujian. Ada desas-desus kalau dosen pengajar tak suka ada coretan di lembar jawaban. Senangnya dengan kerapian. Tanpa peduli esensi jawaban mahasiswa. Dan kabar tak sedap itu menjadi nyata. Hasil ujian saya untuk bahasa Indonesia adalah D, alias dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang lagi tahun depan.

Saya marah dan patah hati sekaligus. Terlebih saat harus menerima kenyataan bahwa teman yang saya kasih contekan malah lulus. Bayangkan kelulusan hanya ditentukan oleh kerapian dan kepemilikan benda bernama tipe-ex.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun