Mengutip pernyataan Yayat Yatmaka pada interview di Kompas (10 Februari 2022), bahwa proyek tambang andesit ini telah memecah warga bahkan menyebabkan pertengkaran keluarga.
Menurut hemat penulis langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyelesaikan persoalan perpecahan warga, perlu dilakukan rekonsiliasi antar warga-keluarga yang telah terpecah. Hal ini diperlukan agar dapat terbentuk suasana saling pecaya bahwa kedua belah pihak dapat menemukan solusi terbaik.
Langkah kedua perusahaan pemenang proyek perlu menghentikan operasionalnya untuk sementara di desa Wadas hingga ditemukannya kesepakatan dalam proses FPIC. Ketiga para kelompok kepentingan untuk dapat menahan diri dan mempercayakan proses demokratis dalam pengambilan keputusan seutuhnya kepada warga Desa Wadas.
Kemudian yang keempat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Gubernur Ganjar Pranowo dapat mengadvokasi dan mengadopsi langkah-langkah FPIC, dimulai dari tahapan mengkomunikasikan dampak, mengkonsultasikan dampak, pengumpulan informasi, menegosiasikan solusi, pengambilan keputusan serta penyusunan “social & environment safeguard” secara partisipatif.
Akhir kata penulis menyadari bahwa persoalan “resolusi konflik” merupakan seni, pengetahuan ditambah insting pengalaman, dinamika lapangan tidak selalu sesuai dengan rencana atau teori. Namun penulis yang sudah berkutat 15 tahun dalam “resolusi konflik”, masih mengimani bahwa penerapan prinsip dan mekanisme FPIC dapat melahirkan bisnis yang berkelanjutan.
Noted:
Tulisan ini tidak mewakili organisasi maupun perusahaan tempat dimana pernulis bekerja, tulisan ini merupakan opini pribadi. (email : alvin.y.sandy@gmail.com).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H