Prawacana
Sekitar 60’an warga Desa Wadas-Purworejo ditangkap Kepolisian Resort Purworejo dalam aksi penolakan proyek penambangan batu andesit. Rencana penambangan Batu andesit ini berkaitan dengan pembanguann proyek Bendungan Bener sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).
Proyek pembangunan Bendungan Bener berada dibawah kementrian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Proyek ini melibatkan tiga BUMN (http://surl.li/biqry) yaitu PT Brantas Abipraya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, dan PT Waskita Karya (Persero) tbk.
Dikutip dari akun Instagram @Wadas_melawan setidaknya ada tiga (http://surl.li/biqsk) alasan kenapa Sebagian warga desa Wadas masih menolak pembebasan lahan seluas 124 Ha untuk pertambangan batu Andesit tersebut. Pertama warga khawatir penambangan akan mematikan mata pencaharian warga lokal yang bergantung pada alam.
Kedua proyek bendungan justru akan merusak lingkungan dan berakhir dengan terancamnya serta sumber daya penghidupan penduduk lokal. Ketiga perbukitan Wadas yang akan disasar oleh proyek bendungan juga merupakan area penyangga kawasan Menoreh yang rawan longsor.
Sementara sebagian warga lainnya mau menerima (http://surl.li/biqst) karena proyek ini memperhitungkan pembebasan lahan dengan ganti untung yaitu sebesar minimal Rp.120.000,- per meter persegi dan setelah proyek penambangan selesai. Bekas tambang akan direstorasi dan masyarakat dapat memanfaatkan kembali melalui kesepakatan antara Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).
Komunikasi Yang Demokratis
Tulisan ini akan kembali mencoba menyegarkan para stakeholder terkait, bahwa terdapat mekanisme komunikasi demokratis yang praktis dan baik untuk memperoleh kesepakatan atau bahkan ketidaksepakatan untuk menerima intervensi proyek, mekanisme ini disebut dengan Persetujuan Atas Dasar Informasi Di Awal dan Tanpa Paksaan (PADIATAPA) atau dikenal juga dengan Free Prior Of Informed Consent (selanjutnya akan disebut FPIC).
Disebut persetujuan awal karena mekanisme komunikasi yang “demokratis” ini dijalankan sebelum sebuah proyek beroperasional, mekanisme ini mengharuskan kegiatan/proyek tidak boleh dijalankan sebelum memperoleh persetujuan dari masyarakat terdampak proyek (social license to operate).
Atas dasar informasi karena, penting untuk memberikan informasi yang transparant serta komunikatif dua arah, yang kanal/ruang komunikasinya disebarkan dengan metode yang (meminjam istilah pada pilpres 2019) terstruktur, sistematis dan massif. Hal ini bertujuan untuk mengkanalisasi banjir informasi yang dapat menyebabkan ambiguitas informasi yang dapat menimbulkan konflik sosial.
Penulis tidak bisa memastikan, apakah mekanisme ini sudah dijalankan oleh tiga Perusahaan Milik Negara pemenang proyek Waduk Bener. Sebagai Perusahaan Milik Negara yang telah membuat laporan keberlanjutan atau dikenal dengan “sustainability report” yang berkomitment berprinsipkan “Good Corporate Government” (transparan, akuntabilitas, bertanggung jawab, mandiri serta setara), tentu seharusnya mekanisme tersebut seharusnya sudah dijalankan.