Manusia Modern dan Masyarakat Risiko
Mengenai bahaya modern, sosiolog Ulrich Beck memperkenalkan istilah "Masyarakat Risiko". Geoffrey. R. Skoll di dalam bukunya Social Theory of Fear: Terror, Torture, and Death in a Post-Capitalist World (2010) menggambarkan istilah itu sebagai pergeseran sosial dari masa lalu ketika bahaya utama manusia yang awalnya berawal dari alam, sedangkan di masa kini bahaya utama itu berasal dari produk manusia.
Anthony Giddens, seperti yang dikutip Pip Jones, Liz Bradbury, dan Shaun Le Bouttilier di dalam buku Pengantar Teori-Teori Sosial (2016) membagi risiko menjadi dua, yaitu risiko eksternal (external risk) dan risiko buatan (manufactured risk). Risiko eksternal adalah risiko yang dialami yang datang dari luar, dari ketetapan tradisi atau ketetapan alam, sedangkan risiko buatan adalah risiko yang diciptakan oleh dampak besar perkembangan pengetahuan kita mengenai dunia.Â
Lebih lanjut, menurut Giddens risiko adalah perbedaan antara kekhawatiran mengenai apa yang dapat diperbuat alam terhadap kita dan kekhawatiran mengenai apa yang dapat kita lakukan terhadap alam.
Salah satu poin penting Masyarakat Risiko yang dijelaskan Geoffrey adalah bagaimana risiko itu adalah efek bumerang yang timbul sejalan dengan penggunaan teknologi-teknologi yang awalnya digunakan untuk memperoleh profit. Prinsip ini berkaitan dengan karakteristik masalah modern, yaitu ketakutan komunal dan rasa tidak aman.
Di sinilah analisis Carl Jung tentang bagaimana manusia akhirnya memisahkan dirinya dari alam yang dulu pernah menjadi bagian hidup kaum primitif berperan besar dalam eksploitasi berlebihan yang menimbulkan risiko-risiko yang jauh lebih membahayakan. Mulai dari semakin besar bahaya yang dapat ditimbulkan dari kecelakaan teknologi hingga ke efek penggunaan teknologi terhadap alam seperti global warming, longsornya tanah, dan lain sebagainya yang adalah suatu sebab tindakan manusia.
Jung memperingatkan bahwa manusia semakin mendominasi alam dan memenuhinya dengan mesin-mesin raksasa, yang kejeniusannya membuat kecenderungan untuk menciptakan hal-hal yang semakin berbahaya, bahkan semakin baik dan ampuh sebagai alat pemusnah massal. Dari sini kita dapat melihat betapa manusia terlena dengan segala kemudahan yang ia telah raih, yang jelas membuat kita ketergantungan dan semakin parah lagi membawa kita pada kerakusan yang marak.
Dikutip dari buku Dari Mao ke Mercuse: Percikan Filsafat Marxis Pasca-Lenin (2013), dari Mazhab Frakfurt, Max Horkheimer dan Theodor Adorno mengatakan bahwa manusia mau maju, tetapi kemajuan malah semakin menjadi proses dehumanisasi, yang mana disebabkan oleh rasionalitas yang hanya dipahami sebagai sarana kalkulasi penguasaan dunia.Â
Wawasan keselamatan dan pengembangan menyeluruh manusia menjadi cita-cita yang terancam karena dalam perspektif teknik, manusia itu sendiri menjadi bagian dalam proses produksi dan oleh karena itu harus ditundukkan terhadap tuntutan efisiensi produksi industrial.
Lebih lanjut, pada persoalan dialektika penguasaan alam, Francis Bacon berperan dalam menghasilkan pemikiran mengenai pengetahuan tentang alam yang memberi kepada manusia kekuasaan atas alam. Manusia harus mengerti cara kerja alam untuk dapat membuatnya tunduk.Â
Secara sederhana, perkembangan pengetahuan manusia terhadap alamlah yang membuat manusia dapat mengeksploitasi alam secara besar-besaran, meninggalkan suatu masa di mana alam masih dipenuhi mitos dan misteri, serta keterhubungan dirinya dengan alam yang mengelilinginya.