Oleh karena itu, sewajarnya pemerintah bisa memperketat regulasi tata ruang dan agraria agar bencana urban sprawl ini bisa diatasi. Penerapan UGB (Urban Growth Boundary) seperti yang diterapkan di banyak kota di dunia berhasil menahan laju penyebaran perkotaan hingga di bawah 20%. Aturan ini perlu diimplementasikan untuk memastikan lahan pertanian dan greenbelt di pedesaan bisa dipertahankan untuk menekan indeks UHI dan ketahanan pangan.
Keterlibatan pihak swasta dalam hal hunian juga perlu dibatasi dan sudah sewajarnya tanggung-jawab ini diberikan pada pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat yang baru saja dibentuk. Belajar dari Singapura, program House Development Board (HDB) ala Lee Kuan Yew sangat layak untuk ditiru sebagai Langkah untuk mengakomodasi kebutuhan tempat tinggal masyarakat secara adil dan merata.
Sebagai poin terakhir, perumahan berklaster pada umumnya sulit dijangkau trasnportasi publik karena densitasnya yang rendah dan mencakup area yang luas dan penyebaran populasi yang merata secara horizontal.Â
Jadi, pemusatan populasi di tengah kota juga menjadi fokus utama agar pembangunan berkelanjutan berbasis transit oriented development bisa diwujudkan dengan baik.Â
Dengan itu semua, alih fungsi lahan terkendali, gentrifkasi tidak terjadi lagi dan segregasi sosial hilang dari bumi pertiwi. Kota akan benar-benar memanusiakan manusia sebagai ruang hidup yang inklusif dan nyaman bagi masyarakatnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H