Mohon tunggu...
Raymundus Putra Situmorang
Raymundus Putra Situmorang Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Pertahanan RI, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Keep Learning and Just Do It!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedaulatan Indonesia: Pemanfaatan Fenomena Upwelling dalam Pengawasan Illegal Fishing untuk Menegakkan Kedaulatan di Laut China Selatan

31 Mei 2024   23:41 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:27 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Situmorang et al., (2022) pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa dalam pengawasan penangkapan ikan secara ilegal, fenomena upwelling sangat penting untuk dimanfaatkan. Para pelaku illegal fishing disimbolkan dengan bentuk beberapa bangun datar setiap bulannya dan intensitas kekuatan upwelling di simbolkan dengan 4 warna utama, warna merah melambangkan intensitas sangat kuat; warna kuning melambangan intensitas kuat; warna hijau melambangkan intensitas lemah; dan warna biru melambangkan intensitas sangat lemah). Dengan menggunakan fenomena upwelling dalam pengawasan pelanggaran perairan ilegal, maka dapat diidentifikasi lokasi yang mungkin memiliki banyak ikan. Maka dari itu, pihak-pihak yang bertanggung jawab (stakeholders) atas pengawasan pelanggaran penangkapan ikan secara ilegal akan lebih mudah menangkap para pelaku tindak illegal fishing karena titik kelimpahan ikan sudah diketahui. Hal ini dilakukan karena pengawasan dan penangkapan yang dilakukan di wilayah yang mungkin memiliki ikan juga dilakukan oleh pelaku penangkapan ikan secara ilegal, yang juga cenderung menangkap ikan di wilayah yang mungkin memiliki ikan. Selanjutnya, penggunaan data upwelling dalam pengawasan penangkapan ikan secara ilegal juga membantu dalam pelaksanaan strategi, yaitu patroli menjadi lebih efisien karena tidak lagi berkeliling-keliling tetapi langsung mengawasi area di mana ikan dapat ditemukan.S

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Situmorang et al., (2022) pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa dalam pengawasan penangkapan ikan secara ilegal, fenomena upwelling sangat penting untuk dimanfaatkan. Para pelaku illegal fishing disimbolkan dengan bentuk beberapa bangun datar setiap bulannya dan intensitas kekuatan upwelling di simbolkan dengan 4 warna utama, warna merah melambangkan intensitas sangat kuat; warna kuning melambangan intensitas kuat; warna hijau melambangkan intensitas lemah; dan warna biru melambangkan intensitas sangat lemah). 

Dengan menggunakan fenomena upwelling dalam pengawasan pelanggaran perairan ilegal, maka dapat diidentifikasi lokasi yang mungkin memiliki banyak ikan. Maka dari itu, pihak-pihak yang bertanggung jawab (stakeholders) atas pengawasan pelanggaran penangkapan ikan secara ilegal akan lebih mudah menangkap para pelaku tindak illegal fishing karena titik kelimpahan ikan sudah diketahui. 

Hal ini dilakukan karena pengawasan dan penangkapan yang dilakukan di wilayah yang mungkin memiliki ikan juga dilakukan oleh pelaku penangkapan ikan secara ilegal, yang juga cenderung menangkap ikan di wilayah yang mungkin memiliki ikan. Selanjutnya, penggunaan data upwelling dalam pengawasan penangkapan ikan secara ilegal juga membantu dalam pelaksanaan strategi, yaitu patroli menjadi lebih efisien karena tidak lagi berkeliling-keliling tetapi langsung mengawasi area di mana ikan dapat ditemukan.

Pemanfaatan fenomena upwelling dalam pengawasan illegal fishing bisa menjadi solusi inovatif untuk menegakkan kedaulatan di wilayah ini. Dalam konteks pengawasan illegal fishing dan penegakan kedaulatan di Laut Cina Selatan, fenomena upwelling memiliki relevansi strategis yang signifikan, berikut adalah argumen-argumen yang memperkuat implementasi data upwelling sebagai salah satu indikator dalam pengawasan illegal fishing:

1. Memanfaatkan Upwelling sebagai Alat Deteksi, fenomena upwelling dapat diidentifikasi dan diprediksi menggunakan teknologi satelit penginderaan jauh dan sensor laut. Dengan memetakan area upwelling, negara-negara dapat mengidentifikasi daerah-daerah yang kemungkinan besar akan menjadi titik utama aktivitas perikanan. 

Dengan memanfaatkan fenomena upwelling dalam pengawasan illegal fishing maka dapat dilihat daerah ataupun wilayah potensi kelimpahan ikan. Penerapan teknologi ini memungkinkan negara untuk mengarahkan upaya pengawasan secara lebih efektif dan efisien ke wilayah upwelling.

2. Fokus pada Daerah Kelimpahan Ikan, daerah upwelling dikenal sebagai tempat yang kaya akan sumber daya ikan karena tingginya produktivitas primer. Para nelayan ilegal cenderung memanfaatkan kondisi ini untuk mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah. Dengan mengetahui kapan dan di mana terjadinya fenomena upwelling, patroli maritim dapat lebih fokus dan intensif di daerah-daerah ini. 

Hal ini dilakukan karena pengawasan dan penangkapan yang dilakukan di wilayah yang mungkin memiliki ikan juga dilakukan oleh pelaku penangkapan ikan ilegal, yang juga cenderung menangkap ikan di wilayah yang mungkin memiliki ikan. Kemudian, dengan menggunakan data upwelling, pengawasan penangkapan ikan secara ilegal juga membantu dalam penerapan strategi; patroli menjadi semakin efektif karena tidak lagi berkeliling-keliling tetapi langsung mengawasi area di mana ikan dapat ditemukan. Pengawasan yang lebih ketat di titik utama perikanan ini akan meningkatkan risiko tertangkapnya pelaku illegal fishing, sehingga diharapkan dapat mengurangi aktivitas ilegal tersebut.

3. Efek Positif pada Keberlanjutan Ekosistem, pengawasan yang efektif di area upwelling tidak hanya mencegah kerugian ekonomi tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan ekosistem laut. Upwelling membawa nutrien yang penting bagi rantai makanan laut, dan penangkapan ikan yang berlebihan di daerah ini dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam kasus illegal fishing sering kali dilakukan tanpa memperdulikan dampak jangka panjang bagi ekosistem laut. Hal ini diakibatkan: a). kapal pelaku illegal fishing melakukan penangkapan ikan secara berlebihan (overfishing) tanpa memperhatikan batas kuota atau musim penangkapan yang telah ditetapkan dan menyebabkan rusaknya populasi ikan hingga ke titik di mana mereka tidak bisa lagi berkembang biak secara efektif dan tentunya hal ini berkaitan dengan terganggunya rantai makanan, penurunan populasi ikan tersebut dapat mengganggu keseimbangan rantai makanan, mempengaruhi predator dan mangsa lainnya; b). Kapal pelaku illegal fishing melakukan penangkapan yang bersifat merusak seperti menggunakan bahan peledak atau racun, hal ini mengakibatkan rusaknya terumbu karang jika dalam praktik illegal fishing kapal tersebut menggunakan bahan peledak. Kemudian penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti pukat harimau yang dapat merusak dasar laut dan menghilangkan vegetasi bawah laut yang penting bagi ekosistem; c). Kapal pelaku Illegal fishing sering kali tidak selektif dan menyebabkan penangkapan bycatch, yaitu ikan atau organisme laut lainnya yang tidak diinginkan dan biasanya dibuang kembali ke laut, seringkali dalam kondisi mati atau sekarat. Banyak spesies yang tidak menjadi target penangkapan, seperti penyu, burung laut, dan mamalia laut, tertangkap sebagai bycatch dan mengalami kematian. Bycatch yang tinggi dapat mengurangi populasi spesies non-target yang memainkan peran penting dalam ekosistem laut dan mengganggu keseimbangan ekosistem; d). Kapal pelaku Illegal fishing juga sering dikaitkan dengan polusi laut, kapal-kapal penangkap ikan ilegal mungkin tidak mematuhi peraturan lingkungan, yang mengarah pada pembuangan limbah dan polusi seperti pembuangan bahan kimia, minyak, dan sampah plastik dari kapal dapat mencemari perairan laut, merusak habitat dan membahayakan kesehatan organisme laut dan polusi dari aktivitas penangkapan ikan ilegal dapat menyebabkan akumulasi bahan beracun dalam jaringan ikan dan organisme laut lainnya, yang dapat berdampak negatif pada rantai makanan dan kesehatan manusia yang mengonsumsi ikan tersebut. Dengan melindungi area upwelling dari illegal fishing, negara-negara dapat memastikan bahwa ekosistem laut tetap produktif, lestari dan berkelanjutan.

4. Kolaborasi Internasional dalam Pengawasan, wilayah Laut Cina Selatan adalah wilayah yang diperebutkan oleh banyak negara, sehingga kolaborasi kerjasama internasional menjadi kunci dalam pengawasan maritim. Pemanfaatan data oseanografi tentang upwelling dapat menjadi dasar untuk kerjasama regional dalam memerangi illegal fishing. Kemudian ASEAN dan organisasi internasional lainnya dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi pertukaran data/informasi, koordinasi patroli keamanan laut, penegakan hukum, dan penerapan sanksi terhadap pelaku illegal fishing yang akan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di wilayah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun