Mohon tunggu...
Raymundus Putra Situmorang
Raymundus Putra Situmorang Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Pertahanan RI, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Keep Learning and Just Do It!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedaulatan Indonesia: Pemanfaatan Fenomena Upwelling dalam Pengawasan Illegal Fishing untuk Menegakkan Kedaulatan di Laut China Selatan

31 Mei 2024   23:41 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:27 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Kapal Perikanan yang DitangkapSumber: KKP RI, 2020.

PENDAHULUAN

Illegal Fishing di Laut Cina Selatan

Laut Natuna Utara atau lebih dikenal dengan nama Laut China Selatan memiliki banyak sumber daya alam, baik benda hidup seperti ikan maupun benda mati seperti mineral dan gas alam. Diperkirakan ada 500.000.000 barel gas dan minyak alam di Laut Natuna Utara/Laut China Selatan, dengan 14.386.470 barel minyak bumi. Kemudian untuk potensi perikanan Laut China Selatan diperkirakan mencapai 5,32 triliun rupiah per tahun (Purwatiningsih & Masykur, 2012). 

Dampak dari potensi Laut China Selatan yang melimpah tersebut menyebabkan Laut China Selatan menjadi salah satu wilayah yang banyak tindak penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) berlangsung. Selain potensi kekayaan alam laut yang dimilikinya, letak strategis Laut China Selatan juga berkontribusi pada banyaknya tindak penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). 

Salah satu letak strategis Laut China Selatan adalah wilayah perairan Laut China Selatan menghubungkan wilayah Asia Timur dan juga wilayah perairan Samudera Pasifik. Selanjutnya, Laut China Selatan juga berbatasan langsung dengan banyak negara dan hal ini yang dapat menyebabkan konflik dan penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di sekitar wilayah perbatasan antar negara.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tahun 2020 tercatat bahwa sejak 2014 hingga 2020, sebanyak 745 kapal ilegal telah ditangkap. Pada tahun 2014, ada 38 kapal; pada tahun 2015, 108 kapal; pada tahun 2016, 163 kapal; pada tahun 2017, 132 kapal; pada tahun 2018, 109 kapal; pada tahun 2019, 107 kapal; dan pada tahun 2020, 88 kapal. Selanjutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengumumkan lokasi penangkapan kapal ikan vietnam di Laut China Selatan. Berikut dapat dilihat fluktuasi dan sebaran kapal ikan asing di wilayah Laut China Selatan.

Gambar 2.Posisi Kapal Ikan Asing Vietman yang ditangkap oleh Ditjen PSDKPSumber: KKP RI, 2020.
Gambar 2.Posisi Kapal Ikan Asing Vietman yang ditangkap oleh Ditjen PSDKPSumber: KKP RI, 2020.

Penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) dapat menimbulkan banyak dampak salah satunya adalah dampak pada lingkungan perairan laut seperti, terjadinya penangkapan yang secara berlebihan (overfishing) hal ini dapat menyebabkan terganggunya ekosistem di laut; kemudian pelaku tindak illegal fishing biasanya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat peledak atau racun; selanjutnya kapal pelaku tindak illegal fishing pada umumnya menggunakan alat tangkap yang tidak selektif yang di mana semua jenis organisme di laut dapat terambil dengan alat tangkap yang digunakan meskipun organisme tersebut belum layak untuk ditangkap dan yang terakhir para pelaku tindak illegal fishing juga sering melakukan tindakan yang menyebabkan polusi di laut dengan cara membuang limbah dan sampah-sampah ke perairan laut.

Selain dampak lingkungan, terdapat juga dampak yang lain yaitu dampak pada kerugian ekonomi. Hal ini tercatat pada tahun 2014 hingga 2019, Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan Perikanan RI pada saat itu) memperkirakan bahwa negara mengalami kerugian hingga Rp. 240 Triliun setiap tahun karena penangkapan ikan ilegal (DetikFinance, 2014). 

Sementara itu, tindakan penangkapan ikan secara  ilegal yang dilakukan oleh kapal Vietnam menyebabkan kerugian Indonesia sebesar 30 miliar rupiah. Tetapi kerugian ini tidak termasuk kapal yang tidak terdaftar yang menangkap ikan di perairan Indonesia secara ilegal. Selain itu, Susi menyatakan bahwa penangkapan ikan ilegal di Indonesia adalah yang terbesar di dunia (DetikFinance, 2014). Oleh karena itu, diperlukan tindakan dan upaya yang harus diambil untuk menghentikan penangkapan ikan secara ilegal ini.

ISI

Untuk memaksimalkan pengawasan di wilayah laut, diperlukan data dan teknologi yang tepat untuk mengawasi wilayah laut yang luas. Dengan adanya teknologi penginderaan jauh memungkinkan penggunaan waktu dan biaya yang lebih rendah untuk mengamati dan menganalisis semua fenomena laut yang terjadi di wilayah perairan laut yang luas. 

Dengan menggunakan data citra satelit saat ini, orang dapat menghemat waktu dan biaya dengan mengamati dan menganalisis fenomena laut secara menyeluruh. Dalam survei kelautan dan perikanan, fenomena illegal fishing yang terjadi merupakan indikasi bahwa perairan tersebut subur.

 Indikator kesuburan perairan dapat diindikasikan dengan adanya klorofil-a. Kandungan klorofil-a pada suatu perairan merupakan salah satu indikator dari kelimpahan fitoplankton atau tingkat kesuburan suatu perairan. Selain itu, keberadaan klorofil-a di perairan sering pula dijadikan sebagai indikator daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang baik terutama bagi daerah penangkapan bagi perikanan ikan pelagis kecil maupun ikan pelagis besar. 

Dalam studi oseanografi, wilayah illegal fishing menandakan bahwa wilayah tersebut menjadi zona potensi kelimpahan ikan. Fenomena tersebut dalam oseanografi dinamakan dengan fenomena upwelling. Pada umumnya data oseanografi yang digunakan untuk mengetahui potensi kelimpahan ikan adalah data citra satelit klorofil-a dan suhu permukaan laut. 

Berdasarkan latar belakang masalah di atas bahwa dibutuhkan suatu inovasi untuk meminimalkan terjadinya tindakan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan laut. Maka dari itu dibutuhkan suatu konsep pengawasan yang efektif dan efisien, pada esai ini inovasi tersebut dapat memanfaatkan data pada fenomena upwelling sebagai salah satu bentuk pengawasan illegal fishing untuk menegakkan kedaulatan di Laut China Selatan.

Fenomena upwelling adalah suatu fenomena yang meningkatkan produktivitas laut dengan membawa nutrien dari kedalaman ke permukaan, seringkali menjadikan area ini sebagai target utama bagi para pelaku illegal fishing. Fenomena upwelling menghasilkan banyak unsur hara, yang dapat mempercepat pertumbuhan plankton sebagai pakan alami ikan secara cepat dan melimpah, fenomena ini dapat dianggap sebagai area yang potensial untuk penangkapan ikan. 

Purwanti et al., (2017) menyatakan bahwa unsur hara sangat mendukung pertumbuhan fitoplankton dan memiliki kemampuan untuk meningkatkan kelimpahan fitoplankton sebagai makanan alami ikan. Dengan menggabungkan data citra satelit suhu permukaan laut dan klorofil-a dari produk Aqua-MODIS, fenomena ini dapat diamati dan dianalisis menggunakan teknologi penginderaan jauh. 

Sehubungan dengan Mursyidin et al., (2015), kedua data tersebut menunjukkan area yang mungkin digunakan untuk potensi penangkapan ikan (fishing ground). Selain itu, setiap spesies ikan memiliki suhu yang ideal untuk hidup di perairan laut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Demena et al., (2017), yang menyatakan bahwa jika suhu optimum ikan diketahui, daerah penangkapannya dapat diketahui.

Pemanfaatan data upwelling dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh ini diharapkan dapat membantu penyediaan informasi mengenai zona potensi penangkapan ikan agar kegiatan pengawasan tindakan illegal fishing lebih efektif dan efisien khususnya di wilayah Laut China Selatan. Berikut adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Situmorang et al., (2022) di wilayah Laut China Selatan:

2015-peta-zona-upwelling-dan-penangkapan-illegal-fishing-6659f946c925c45e925e5c22.jpg
2015-peta-zona-upwelling-dan-penangkapan-illegal-fishing-6659f946c925c45e925e5c22.jpg

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Situmorang et al., (2022) pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa dalam pengawasan penangkapan ikan secara ilegal, fenomena upwelling sangat penting untuk dimanfaatkan. Para pelaku illegal fishing disimbolkan dengan bentuk beberapa bangun datar setiap bulannya dan intensitas kekuatan upwelling di simbolkan dengan 4 warna utama, warna merah melambangkan intensitas sangat kuat; warna kuning melambangan intensitas kuat; warna hijau melambangkan intensitas lemah; dan warna biru melambangkan intensitas sangat lemah). Dengan menggunakan fenomena upwelling dalam pengawasan pelanggaran perairan ilegal, maka dapat diidentifikasi lokasi yang mungkin memiliki banyak ikan. Maka dari itu, pihak-pihak yang bertanggung jawab (stakeholders) atas pengawasan pelanggaran penangkapan ikan secara ilegal akan lebih mudah menangkap para pelaku tindak illegal fishing karena titik kelimpahan ikan sudah diketahui. Hal ini dilakukan karena pengawasan dan penangkapan yang dilakukan di wilayah yang mungkin memiliki ikan juga dilakukan oleh pelaku penangkapan ikan secara ilegal, yang juga cenderung menangkap ikan di wilayah yang mungkin memiliki ikan. Selanjutnya, penggunaan data upwelling dalam pengawasan penangkapan ikan secara ilegal juga membantu dalam pelaksanaan strategi, yaitu patroli menjadi lebih efisien karena tidak lagi berkeliling-keliling tetapi langsung mengawasi area di mana ikan dapat ditemukan.S

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Situmorang et al., (2022) pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa dalam pengawasan penangkapan ikan secara ilegal, fenomena upwelling sangat penting untuk dimanfaatkan. Para pelaku illegal fishing disimbolkan dengan bentuk beberapa bangun datar setiap bulannya dan intensitas kekuatan upwelling di simbolkan dengan 4 warna utama, warna merah melambangkan intensitas sangat kuat; warna kuning melambangan intensitas kuat; warna hijau melambangkan intensitas lemah; dan warna biru melambangkan intensitas sangat lemah). 

Dengan menggunakan fenomena upwelling dalam pengawasan pelanggaran perairan ilegal, maka dapat diidentifikasi lokasi yang mungkin memiliki banyak ikan. Maka dari itu, pihak-pihak yang bertanggung jawab (stakeholders) atas pengawasan pelanggaran penangkapan ikan secara ilegal akan lebih mudah menangkap para pelaku tindak illegal fishing karena titik kelimpahan ikan sudah diketahui. 

Hal ini dilakukan karena pengawasan dan penangkapan yang dilakukan di wilayah yang mungkin memiliki ikan juga dilakukan oleh pelaku penangkapan ikan secara ilegal, yang juga cenderung menangkap ikan di wilayah yang mungkin memiliki ikan. Selanjutnya, penggunaan data upwelling dalam pengawasan penangkapan ikan secara ilegal juga membantu dalam pelaksanaan strategi, yaitu patroli menjadi lebih efisien karena tidak lagi berkeliling-keliling tetapi langsung mengawasi area di mana ikan dapat ditemukan.

Pemanfaatan fenomena upwelling dalam pengawasan illegal fishing bisa menjadi solusi inovatif untuk menegakkan kedaulatan di wilayah ini. Dalam konteks pengawasan illegal fishing dan penegakan kedaulatan di Laut Cina Selatan, fenomena upwelling memiliki relevansi strategis yang signifikan, berikut adalah argumen-argumen yang memperkuat implementasi data upwelling sebagai salah satu indikator dalam pengawasan illegal fishing:

1. Memanfaatkan Upwelling sebagai Alat Deteksi, fenomena upwelling dapat diidentifikasi dan diprediksi menggunakan teknologi satelit penginderaan jauh dan sensor laut. Dengan memetakan area upwelling, negara-negara dapat mengidentifikasi daerah-daerah yang kemungkinan besar akan menjadi titik utama aktivitas perikanan. 

Dengan memanfaatkan fenomena upwelling dalam pengawasan illegal fishing maka dapat dilihat daerah ataupun wilayah potensi kelimpahan ikan. Penerapan teknologi ini memungkinkan negara untuk mengarahkan upaya pengawasan secara lebih efektif dan efisien ke wilayah upwelling.

2. Fokus pada Daerah Kelimpahan Ikan, daerah upwelling dikenal sebagai tempat yang kaya akan sumber daya ikan karena tingginya produktivitas primer. Para nelayan ilegal cenderung memanfaatkan kondisi ini untuk mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah. Dengan mengetahui kapan dan di mana terjadinya fenomena upwelling, patroli maritim dapat lebih fokus dan intensif di daerah-daerah ini. 

Hal ini dilakukan karena pengawasan dan penangkapan yang dilakukan di wilayah yang mungkin memiliki ikan juga dilakukan oleh pelaku penangkapan ikan ilegal, yang juga cenderung menangkap ikan di wilayah yang mungkin memiliki ikan. Kemudian, dengan menggunakan data upwelling, pengawasan penangkapan ikan secara ilegal juga membantu dalam penerapan strategi; patroli menjadi semakin efektif karena tidak lagi berkeliling-keliling tetapi langsung mengawasi area di mana ikan dapat ditemukan. Pengawasan yang lebih ketat di titik utama perikanan ini akan meningkatkan risiko tertangkapnya pelaku illegal fishing, sehingga diharapkan dapat mengurangi aktivitas ilegal tersebut.

3. Efek Positif pada Keberlanjutan Ekosistem, pengawasan yang efektif di area upwelling tidak hanya mencegah kerugian ekonomi tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan ekosistem laut. Upwelling membawa nutrien yang penting bagi rantai makanan laut, dan penangkapan ikan yang berlebihan di daerah ini dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam kasus illegal fishing sering kali dilakukan tanpa memperdulikan dampak jangka panjang bagi ekosistem laut. Hal ini diakibatkan: a). kapal pelaku illegal fishing melakukan penangkapan ikan secara berlebihan (overfishing) tanpa memperhatikan batas kuota atau musim penangkapan yang telah ditetapkan dan menyebabkan rusaknya populasi ikan hingga ke titik di mana mereka tidak bisa lagi berkembang biak secara efektif dan tentunya hal ini berkaitan dengan terganggunya rantai makanan, penurunan populasi ikan tersebut dapat mengganggu keseimbangan rantai makanan, mempengaruhi predator dan mangsa lainnya; b). Kapal pelaku illegal fishing melakukan penangkapan yang bersifat merusak seperti menggunakan bahan peledak atau racun, hal ini mengakibatkan rusaknya terumbu karang jika dalam praktik illegal fishing kapal tersebut menggunakan bahan peledak. Kemudian penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti pukat harimau yang dapat merusak dasar laut dan menghilangkan vegetasi bawah laut yang penting bagi ekosistem; c). Kapal pelaku Illegal fishing sering kali tidak selektif dan menyebabkan penangkapan bycatch, yaitu ikan atau organisme laut lainnya yang tidak diinginkan dan biasanya dibuang kembali ke laut, seringkali dalam kondisi mati atau sekarat. Banyak spesies yang tidak menjadi target penangkapan, seperti penyu, burung laut, dan mamalia laut, tertangkap sebagai bycatch dan mengalami kematian. Bycatch yang tinggi dapat mengurangi populasi spesies non-target yang memainkan peran penting dalam ekosistem laut dan mengganggu keseimbangan ekosistem; d). Kapal pelaku Illegal fishing juga sering dikaitkan dengan polusi laut, kapal-kapal penangkap ikan ilegal mungkin tidak mematuhi peraturan lingkungan, yang mengarah pada pembuangan limbah dan polusi seperti pembuangan bahan kimia, minyak, dan sampah plastik dari kapal dapat mencemari perairan laut, merusak habitat dan membahayakan kesehatan organisme laut dan polusi dari aktivitas penangkapan ikan ilegal dapat menyebabkan akumulasi bahan beracun dalam jaringan ikan dan organisme laut lainnya, yang dapat berdampak negatif pada rantai makanan dan kesehatan manusia yang mengonsumsi ikan tersebut. Dengan melindungi area upwelling dari illegal fishing, negara-negara dapat memastikan bahwa ekosistem laut tetap produktif, lestari dan berkelanjutan.

4. Kolaborasi Internasional dalam Pengawasan, wilayah Laut Cina Selatan adalah wilayah yang diperebutkan oleh banyak negara, sehingga kolaborasi kerjasama internasional menjadi kunci dalam pengawasan maritim. Pemanfaatan data oseanografi tentang upwelling dapat menjadi dasar untuk kerjasama regional dalam memerangi illegal fishing. Kemudian ASEAN dan organisasi internasional lainnya dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi pertukaran data/informasi, koordinasi patroli keamanan laut, penegakan hukum, dan penerapan sanksi terhadap pelaku illegal fishing yang akan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di wilayah ini.

5. Teknologi sebagai Penggerak Utama, Pemanfaatan teknologi canggih seperti teknologi satelit penginderaan  jauh, Sistem Pemantauan Kapal (Vessel Monitoring System), Automated Identification System (AIS) , Drone dan Kendaraan Laut Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicles, UAVs, dan Unmanned Surface Vehicles, USVs) adalah sangat penting dalam upaya pengawasan. Penggunaan data upwelling dengan menggunakan satelit dan teknologi penginderaan jauh memainkan peran penting dalam pemantauan perikanan seperti satelit dapat digunakan untuk memetakan dan memantau area perikanan, mengidentifikasi lokasi konsentrasi aktivitas penangkapan ikan, dan mendeteksi kapal-kapal yang beroperasi di wilayah yang dilarang, teknologi satelit memungkinkan deteksi aktivitas illegal fishing di perairan luas dan terpencil yang sulit dijangkau oleh patroli laut konvensional dan data fenomena upwelling dapat dianalisis untuk mengidentifikasi pola aktivitas penangkapan ikan dan mengukur dampak illegal fishing terhadap ekosistem. Teknologi ini memungkinkan deteksi dini dan respons cepat terhadap aktivitas illegal fishing. Integrasi informasi tentang upwelling dengan teknologi pengawasan akan memberikan wawasan yang lebih baik mengenai area rawan dan meningkatkan efektivitas patroli keamanan maritim.

6. Hasil Tangkapan menjadi Optimal, melalui tindakan pengawasan daerah upwelling, negara-negara pesisir juga dapat memastikan bahwa hasil tangkapan ikan yang legal dan berkelanjutan dapat dioptimalkan. Dengan demikian, sumber daya laut dapat dimanfaatkan secara bijaksana untuk mendukung keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.

Dalam menerapkan hal tersebut juga memiliki tantangan dan solusi yaitu koordinasi antar lembaga,  pengawasan yang efektif memerlukan koordinasi antara berbagai lembaga, termasuk angkatan laut, kementerian kelautan dan perikanan, polisi perairan, badan keamaan laut, kementerian perhubungan dan lembaga-lembaga yang terkait dengan lingkungan laut lainnya. Pelatihan yang mencakup aspek-aspek koordinasi antar lembaga akan meningkatkan efektivitas operasi pengawasan. Personel yang terlatih dalam komunikasi dan koordinasi akan mampu bekerja sama dengan baik dalam tim lintas sektoral, memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dapat berbagi informasi dan sumber daya secara efisien. Kemudian tantangan selanjutnya adalah implementasi teknologi, implementasi teknologi termasuk biaya tinggi, kebutuhan akan pelatihan khusus, dan risiko keamanan siber. Solusi untuk tantangan ini meliputi investasi dalam riset dan pengembangan teknologi yang lebih terjangkau, program pelatihan intensif bagi personel pengawasan, dan penguatan infrastruktur keamanan siber untuk melindungi sistem pengawasan dari serangan digital. Selanjutnya mengenai penegakan hukum dan sanksi terhadap illegal fishing, harmonisasi hukum dan kebijakan di antara negara-negara kawasan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap illegal fishing. Ini termasuk standar prosedur operasi, penanganan pelanggar, dan penerapan sanksi yang tegas. Kerjasama hukum juga memungkinkan ekstradisi pelaku illegal fishing dan kerjasama dalam penyelidikan lintas batas, yang akan memperkuat upaya penegakan hukum.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, diperoleh informasi yang sangat jelas bahwa Illegal fishing di Laut Cina Selatan adalah tantangan besar yang memerlukan pendekatan inovatif dan kolaboratif. Pemanfaatan fenomena upwelling dalam pengawasan maritim menawarkan solusi yang menjanjikan untuk mengatasi masalah ini. Dengan memanfaatkan teknologi dan data upwelling, negara-negara di kawasan ini dapat meningkatkan efektivitas pengawasan, melindungi ekosistem laut, dan menegakkan kedaulatan mereka di perairan yang strategis ini. Kordinasi antar lembaga, implementasi teknologi, penegakan hukum yang tegas dan kerjasama internasional akan menjadi kunci keberhasilan dalam upaya penegakan kedaulatan di wilayah Laut China Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Demena, Y.E., Miswar, E., & Musman, M. (2017). Penentuan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang Menggunakan Citra Satelit. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan Unsyiah,2(1).

Detik finance. (2014). Menteri Susi: Kerugian Akibat Illegal fishing Rp 240 Triliun",https://finance.detik.com/beritaekonomibisnis/2764211/menterisusi-kerugian-akibat-illegalfishing-rp-240-triliun.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2020). Slide Presentasi Materi PSDKP KKP RI.

Mursyidin, Munadi, K., & Muchlisin, Z.A. (2015). Prediksi Zona Tangkapan Ikan Menggunakan Citra Klorofil-a dan Citra Suhu Permukaan Laut Satelit Aqua MODIS di Perairan Pulo Aceh. J. Rekayasa Elektrika,11(5),176-182.

Purwanti, I., Prasetyo, Y., & Putrawijaya, A. (2017). Analisis Pola Persebaran Klorofil-a, Suhu Permukaan Laut, dan Arah Angin untuk Identifikasi Kawasan Upwelling secara Temporal Tahun 2003-2016 (Studi Kasus : Laut Halmahera). Jurnal Geodesi Undip,6(4),506-516.

Purwatiningsih, A., & Masykur, Masykur. (2012).Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan Minyak dan Gas Bumi di Laut Natuna Bagian Utara Laut Yuridiksi Nasional untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kepulauan Natuna. Reformasi,2(2),59-67. doi:10.33366/rfr.v2i2.20.

Situmorang, R.P., Gustasya, Y., Afrisal, M., Supriyadi. (2022a). Application of Oceanographic Data on Illegal Fishing Surveillance for Supporting Maritime Security (Case Study: North Natuna Sea). Jurnal Pertahanan, 8(3), 381-400. DOI: https://doi.org/10.33172/jp.v8i3.1845.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun