Mohon tunggu...
Ratri Cahya Wulandari
Ratri Cahya Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ratri Cahya Wulandari. Sesederhana kilau lembut yang memecah malam, menjadi makna dari nama itu. Perempuan Jawa yang suka menulis sejak SMP. Terkadang suka bersosialisasi tapi juga suka menyendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mencegah Radikalisasi Anak Usia Dini di Era Digital: Tanggung Jawab Orangtua

28 November 2024   19:41 Diperbarui: 28 November 2024   19:51 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Nadezhda1906, diunduh melalui istockphoto.com 

Ratri Cahya Wulandari (Mahasiswa Program Studi PIAUD UIN Sunan Ampel Surabaya)

Radikalisasi Anak Usia Dini di Era Digital

Radikalisasi adalah proses di mana seseorang, kelompok, atau bahkan komunitas mengadopsi pandangan ekstrem yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat, dan dalam beberapa kasus, dapat berujung pada tindakan kekerasan atau pemberontakan terhadap tatanan sosial yang ada (Borum, 2011). Pada anak usia dini, radikalisasi lebih berfokus pada perubahan pola pikir yang tidak toleran dan ekstrem, yang tidak selalu melibatkan tindakan kekerasan, tetapi dapat mengarah pada penolakan terhadap keberagaman, intoleransi terhadap kelompok lain, atau penerimaan terhadap ideologi ekstrem yang penuh kebencian.

Penggunaan gadget pada anak usia dini dapat berdampak negatif terhadap konsentrasi belajar mereka. Seperti Andra, anak laki-laki berusia 5 tahun yang saat ini duduk di bangku Kelompok B di salah satu TK ABA di Lamongan, ia tinggal bersama nenek dan kakeknya. Akibat penggunaan gadget yang berlebihan dan terlalu sering mengakses gadget tanpa pengawasan, hal ini berisiko terpapar konten negatif yang tidak diinginkan, serta dapat menunjukkan perubahan perilaku yang kurang baik, seperti bertingkah agresif menendang bahkan membentak orang disekitarnya. Fitur canggih pada gadget, seperti permainan online, seringkali membuat Andra kecanduan. Tidak hanya permainan online, menonton video dari berbagai platform juga dapat menimbulkan dampak negatif, terutama jika tidak diawasi dengan baik oleh neneknya. Penggunaan gadget yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi perkembangan sosial, emosional serta moral dan agama Andra, sehingga penting bagi orang tua atau neneknya untuk memberikan pengawasan yang tepat.

Andra sulit dikendalikan untuk tidak bermain gadget, ditambah ia tinggal bersama neneknya yang sering kali merasa kesulitan untuk membatasi waktu Andra menggunakan gadget, yang menyebabkan Andra menjadi kurang bersosialisasi dengan teman-temannya. Bahkan, ketika neneknya melarang bermain gadget, Andra sering kali menangis atau marah kepada neneknya. Keadaan ini menjadikan gadget sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan Andra, yang bahkan mengalihkan perhatian Andra dari kegiatan belajar. Banyak anak yang menjadi ketergantungan dan kecanduan bermain gadget, bahkan rela menghabiskan waktu seharian untuk bermain daripada belajar.

Menurut teori Social Learning dari Albert Bandura (1977), individu, termasuk anak-anak, belajar perilaku melalui pengamatan dan imitasi terhadap orang lain, terutama mereka yang mereka anggap sebagai model. Dengan demikian, jika anak-anak terpapar pada konten ekstrem melalui gadget, mereka dapat meniru sikap dan perilaku yang ditampilkan, yang dapat mengarah pada radikalisasi. Gadget bisa menjadi alat yang digunakan oleh kelompok ekstremis untuk menyebarkan ideologi radikal yang mengarah pada polarisasi sosial, intoleransi, dan bahkan kekerasan.

Surah Luqman (31:13) menjelaskan bahwa kedudukan ayah, yaitu memberi pelajaran kepada anak-anaknya dan menunjuki kepada kebenaran dan menjauhkan mereka dari kebinasaan (Ash- Shiddieqy, 1993). Dalam ayat ini, Luqman memberi nasihat kepada anaknya tentang prinsip-prinsip hidup yang baik, termasuk tidak menyekutukan Allah, berbuat baik kepada orang tua, serta menjalani hidup dengan kesabaran dan rendah hati.

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu dia memberi pelajaran kepadanya: 'Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kedurhakaan yang besar.'"(QS. Luqman, 31:13)

Terdapat larangan merusak bumi dengan cara yang kejam dan merugikan orang lain (Az-Zuhaili, 2016). Ini penting untuk mencegah pemikiran radikal yang menganggap kekerasan sebagai solusi.

"Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan" (Al-Qasas, 28:77)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun