Mohon tunggu...
Ratna Roidatin
Ratna Roidatin Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa aktif, penulis buku dan content writer dibeberapa media

apa buku favoritmu?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan Mencintai dengan Ujian

13 Februari 2023   15:47 Diperbarui: 13 Februari 2023   15:48 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk kesekian kalinya kenapa kamu tega melakukan ini terhadapku. Aku sudah cukup menyedihkan harus lebih banyak diam dan menerima semua perlakuanmu.

Hidup adalah kenyataan, sering kali selama perputarannya perasaan juga mengalami perputaran itu. Tidak selamanya kita menjadi prioritas, tidak selamanya cinta itu ada untuk kita. Fakta yang menyakitkan itu menamparku dengan kejam. Seseorang bukannya berubah sikap dan tabiatnya. Namun semakin lama kita mengenal seseorang, semakin kita tau bagaimana sifat asli dan tabiatnya. Yang namanya sifat itu sulit bisa untuk disembunyikan tapi juga sulit untuk dirubah. Semakin lama kita kenal seseorang semakin kita mengetahui mana yang asli juga mana yang hanya tipu muslihat saja.

Perubahan itu manusiawi, juga bebas-bebas saja. Yang jadi masalah adalah setelah perubahan apakah orang itu tetap mempunyai rasa dan kebaikan hati yang sama? Itu yang jadi permasalahan saat ini. Aku merasa takut akan perubahan itu. Bukan sebuah perubahan yang baik menurutku. Kamu berubah jadi sosok keras dan senang memukul tiap kali aku salah bicara atau bersikap. Kamu menjadi sosok paling arogan yang aku kenal. Sering tidak ada kabar, jadi perokok aktif yang bahkan kamu dulu tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Dan lagi, kamu mulai berkenalan dengan minuman keras dan sering pulang malam, begitu kata mamamu.

"Ada apa sebenarnya Bim? Apa ada sesuatu yang memberatkan hatimu? Kenapa kamu lebih memilih menanggung itu sendirian dan justru menjerumuskan dirimu sendiri pada kehancuran?"

Hari ini pun kembali lagi seperti sebelumnya. Aku yang mencoba melarangmu untuk terus minum-minuman setan itu justru mendapatkan perlakuan kasar darimu.

"Kamu kenapa sebenarnya? Kenapa kamu jadi seperti ini Bim?" disela isak tangis karena tamparan dipipiku aku berusaha untuk bangkit dan terlihat kuat. Meski sebenarnya aku takut dengan dirimu saat ini.

"Dasar perempuan jalang, aku sudah muak denganmu. Jangan coba-coba mengaturku!"

Hanya ada aku dan kamu di rumah ini. Mamamu juga sedang keluar dan menitipkan mu padaku. Sebenarnya satu tahun menjalin hubungan denganmu aku juga sudah sangat dekat dengan keluargamu. Bahkan kedua keluarga juga sudah merencakan sebuah pernikahan. Hingga akhirnya entah kenapa kamu menjadi sosok lain yang sama sekali tidak kenali seperti saat ini.

"Plak!!"

Aku bangkit dan menampar pipi kirimu, berharap kamu akan sedikit sadar.

"Kamu kenapa! Kenapa kamu jadi sekasar ini, kenapa jadi orang jahat seperti sekarang hah?! Kalau kamu ada masalah kamu bisa cerita ke aku, aku bakalan selalu ada buat kamu! Jangan melukai diri kamu sendiri seperti ini!" aku menggenggam erat kerah bajumu lalu luruh memelukmu dan menangis saat itu juga.

Aku sudah putus asa dengan semua sikapmu yang tiba-tiba seperti sekarang. Aku tidak tau harus bagaimana, aku benar-benar hampir menyerah.

"Maaf Ang, aku ingin sendiri saja!" kamu memegang kedua pundakku. Aku dapat melihat bola mata yang bening tertutup oleh air mata yang sudah siap terjatuh. Aku melihat penyesalan.

"Nggak, aku akan tetap disini sama kamu. Aku kangen kamu, aku kangen Bima. Kamu bisa istirahat sekarang, aku akan tetap di samping kamu," ucapku mencegah Bima pergi dan semakin erat memeluknya.

"Kenapa kamu sebaik ini sih? Aku sudah kejam banget sama kamu? Aku minta maaf Ang" ucapnya tersedu dan jatuh tepat di bawah kakiku.

"Apa maksud kamu? Kenapa kamu begini, ayo berdiri Bim"

Belakang ini mungkin aku terlalu sibuk. Terlalu sibuk mempersiapkan cita-cita, mencari penerbit yang mau menerima bukuku. Itu cita-cita ku sejak kecil. Maka dari itu aku mati-matian untuk mewujudkannya. Mungkin memang ini juga termasuk kesalahanku yang terlalu sibuk dan tidak menyadari bahwa kekasihnya sudah bukan lagi kekasihnya yang dulu.

Aku benar-benar hancur saat mendengar penjelasanmu itu. Siapa yang dapat membenarkan semua tingkah lakumu itu Bim? Bahkan mungkin keluargamu pun tidak sanggup untuk membelamu. Apalagi keluargaku? mereka tidak akan mampu menerima semua alasanmu itu. Dan aku, meski aku hancur berkeping-keping karena kebodohan itu aku masih menyimpan rasa yang tetap sama padamu.

Sebotol vodka yang sejak tadi tidak kamu jamah seakan menarik perhatianku. Satu batang rokok yang tersisa juga sama sekali tidak kamu hiraukan kini ingin aku sesap dan nikmati. Apakah itu dulu yang kamu rasakan? Ruang tamu yang sebelumnya rapi kini sangat berantakan. Berbagai barang berserakan tidak pada tempatnya. Bukan karena sempat terjadi pertengakaranku dengan mu. aku pelaku atas semua itu. Duniaku seakan porak poranda setelah mendengar penjelasan  omong kosong itu.

Dari sebuah rasa cinta yang aku percayakan dan rasa percaya yang aku berikan ternyata hanya rasa sakit yang menjadi balasan. Aku enggan menatapmu yang tengah menangis tersedu sambil meminta maafku. Aku benar-benar tidak sanggup melihatmu seperti itu, namun aku juga berhak untuk mengekspresikan sakitku bukan? Aku bukanlah malaikat yang tidak ada emosi. Aku manusia, bahkan aku manusia biasa yang lemah dan mudah hancur seperti lainnya.

Kamu benar-benar laki-laki bangsat melebihi ayahku. Ayah yang dulu meninggalkan aku dan ibu dengan wanita lain. Kini kamu juga demikian. Kamu menghianatiku dengan wanita lain dan meninggalkannya dengan kondisi telah mengandung anak kalian berdua. Hasil dari perselingkuhan kalian. Lalu kamu selama ini frustasi dengan semua itu dan melampiaskannya dengan minum-minuman keras dan bersikap kasar pada siapapun. Lalu sekarang kamu mengemis di kakiku, meminta kembali dengan dalih semua itu hanya kecelakaan yang tidak disengaja. Aku benar-benar sudah habis dengan sabarku.

Semakin keras aku berpikir aku semakin sampai pada kesimpulan ku tentang kita. Mungkin memang aku belum sampai untuk saat menjemput bahagiaku. Tuhan belum menginjinkanku untuk bahagia, Dia masih senang untuk mengujiku dengan segala macam ujian. Sebelum aku benar-benar sampai pada ujung sabarku, pasti Dia berpikir aku masih mampu untuk melaluinya.

"Bagaimanapun kamu adalah laki-laki dewasa yang sudah ajarkan untuk bertanggungjawab atas segala perbuatan yang kamu lakukan. Aku tidak dendam tapi aku tidak janji untuk melupakan semua yang aku dengar hari ini. Apapun itu aku hanya akan mengingatkanmu bahwa karma dan keberuntungan selalu berjalan berdampingan dengan langkah manusia. Suatu saat pasti ada waktunya kamu bercengkerama dengan karma yang kamu tanam hari ini," ucapku dengan hati yang sudah tidak berbentuk hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun