"Kamu kenapa! Kenapa kamu jadi sekasar ini, kenapa jadi orang jahat seperti sekarang hah?! Kalau kamu ada masalah kamu bisa cerita ke aku, aku bakalan selalu ada buat kamu! Jangan melukai diri kamu sendiri seperti ini!" aku menggenggam erat kerah bajumu lalu luruh memelukmu dan menangis saat itu juga.
Aku sudah putus asa dengan semua sikapmu yang tiba-tiba seperti sekarang. Aku tidak tau harus bagaimana, aku benar-benar hampir menyerah.
"Maaf Ang, aku ingin sendiri saja!" kamu memegang kedua pundakku. Aku dapat melihat bola mata yang bening tertutup oleh air mata yang sudah siap terjatuh. Aku melihat penyesalan.
"Nggak, aku akan tetap disini sama kamu. Aku kangen kamu, aku kangen Bima. Kamu bisa istirahat sekarang, aku akan tetap di samping kamu," ucapku mencegah Bima pergi dan semakin erat memeluknya.
"Kenapa kamu sebaik ini sih? Aku sudah kejam banget sama kamu? Aku minta maaf Ang" ucapnya tersedu dan jatuh tepat di bawah kakiku.
"Apa maksud kamu? Kenapa kamu begini, ayo berdiri Bim"
Belakang ini mungkin aku terlalu sibuk. Terlalu sibuk mempersiapkan cita-cita, mencari penerbit yang mau menerima bukuku. Itu cita-cita ku sejak kecil. Maka dari itu aku mati-matian untuk mewujudkannya. Mungkin memang ini juga termasuk kesalahanku yang terlalu sibuk dan tidak menyadari bahwa kekasihnya sudah bukan lagi kekasihnya yang dulu.
Aku benar-benar hancur saat mendengar penjelasanmu itu. Siapa yang dapat membenarkan semua tingkah lakumu itu Bim? Bahkan mungkin keluargamu pun tidak sanggup untuk membelamu. Apalagi keluargaku? mereka tidak akan mampu menerima semua alasanmu itu. Dan aku, meski aku hancur berkeping-keping karena kebodohan itu aku masih menyimpan rasa yang tetap sama padamu.
Sebotol vodka yang sejak tadi tidak kamu jamah seakan menarik perhatianku. Satu batang rokok yang tersisa juga sama sekali tidak kamu hiraukan kini ingin aku sesap dan nikmati. Apakah itu dulu yang kamu rasakan? Ruang tamu yang sebelumnya rapi kini sangat berantakan. Berbagai barang berserakan tidak pada tempatnya. Bukan karena sempat terjadi pertengakaranku dengan mu. aku pelaku atas semua itu. Duniaku seakan porak poranda setelah mendengar penjelasan  omong kosong itu.
Dari sebuah rasa cinta yang aku percayakan dan rasa percaya yang aku berikan ternyata hanya rasa sakit yang menjadi balasan. Aku enggan menatapmu yang tengah menangis tersedu sambil meminta maafku. Aku benar-benar tidak sanggup melihatmu seperti itu, namun aku juga berhak untuk mengekspresikan sakitku bukan? Aku bukanlah malaikat yang tidak ada emosi. Aku manusia, bahkan aku manusia biasa yang lemah dan mudah hancur seperti lainnya.
Kamu benar-benar laki-laki bangsat melebihi ayahku. Ayah yang dulu meninggalkan aku dan ibu dengan wanita lain. Kini kamu juga demikian. Kamu menghianatiku dengan wanita lain dan meninggalkannya dengan kondisi telah mengandung anak kalian berdua. Hasil dari perselingkuhan kalian. Lalu kamu selama ini frustasi dengan semua itu dan melampiaskannya dengan minum-minuman keras dan bersikap kasar pada siapapun. Lalu sekarang kamu mengemis di kakiku, meminta kembali dengan dalih semua itu hanya kecelakaan yang tidak disengaja. Aku benar-benar sudah habis dengan sabarku.