PERANG HUNAIN, THAIF HINGGA PERANG TABUK
HAJI WADA
PERANG HUNAIN
Perang Hunain adalah perang yang terjadi antara kaum muslimin yang dipimpin oleh Nabi Muhammad dengan kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqif. Sebelum perang ini terjadi, kaum Hawazin-lah yang menyerang kaum muslimin terlebih dahulu. Malik bin Auf al-Nahsry mengumpulkan pasukan dari suku Hawazin dan Tsaqif, ia membawa pasukan tersebut ke Lembah Authas.
Berita perjalanan suku Hawazin dan Tsaqif tersebut terdengar oleh kaum muslimin lima belas hari setelah penaklukan Kota Mekkah. Mendengar berita tersebut, kaum muslimin segera bersiap untuk menghadapi serangan dari suku Hawazin dan Tsaqif. Pasukan suku Hawazin dan Tsaqif memiliki rencana untuk menyerang kaum muslimin ketika mereka sampai di Mekkah.
Namun, ternyata tidak terjadi perlawanan yang besar dalam penaklukan Mekkah. Nabi Muhammad segera mempersiapkan pasukannya ketika mengetahui rencana dari Hawzin dan Tsaqif. Jumlah pasukan yang disiapkan adalah 12.000, terdiri dari 10.000 muslim dan 2.000 kaum quraisy yang masuk Islam setelah penaklukan kota Mekkah.
Jalannya Perang Hunain
Pasukan kaum muslimin bergerak menuju Hawazin. Ketika pasukan kaum muslimin mulai bergerak, mereka disergap oleh kaum Badui di Lembah Hunain. Kaum muslimin mendapatkan serangan dari kaum Badui yang berasal dari ketinggian. Serangan tersebut berupa lemparan batu dan anak panah.
Serangan yang tiba-tiba tersebut membuat kaum muslimin terkejut dan kehilangan koordinasi pasukan. Kemudian pasukan kaum muslimin mundur karena menderita kekalahan yang tiba-tiba. Banyak pasukan yang tidak menghiraukan panggilan Nabi Muhammad.
Kaum muslimin secara individu terus berlari untuk menghindari serangan berupa lemparan batu dan anak panah tersebut. Banyak pihak yang meragukan solidaritas kaum muslimin karena kejadian ini. Bahkan, Jabalah bin al-Hanbal berkata bahwa sihir Muhammad telah selesai.
Dalam situasi yang kritis tersebut, Ali bin Abi Thalib dan Abbas membantu Nabi Muhammad mengumpulkan kembali pasukan yang melarikan diri. Pasukan yang masih bertahan tetap melakukan perlawanan bersama dengan Nabi Muhammad. Akhirnya dengan sedikit usaha, pasukan kaum muslimin terbentuk kembali.
Pasukan kaum muslimin memiliki keuntungan sebagai pihak bertahan karena sempitnya wilayah perang. Secara tiba-tiba salah satu prajurit dari kaum Badui menantang kaum muslimin untuk bertarung satu lawan satu. Ali menerima tantangan tersebut, ia berhasil mengalahkan penantangnya.
Kemudian Nabi Muhammad mulai melakukan koordinasi kembali kepada kaum muslimin untuk melakukan serangan lagi. Setelah serangan tersebut, kaum Badui mundur dan melarikan diri dalam dua kelompok.
Kemenangan Kaum Muslim
Akhirnya kemenangan kaum muslimin terlihat di depan mata. Mereka berhasil menangkap keluarga kaum Hawazin dan merebut kembali harta bendanya. Kaum muslimin berhasil membawa 6.000 tawanan, 24.000 ekor unta, 40.000 ekor kambing, serta 4.000 waqih perak.
Perang Hunain berhasil menunjukkan bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki keahlian dalam mengkoordinasikan pasukan, terutama saat keadaan terjepit. Selain itu, perang ini juga menunjukkan bahwa kaum muslimin tidak pernah memperlakukan tawanan dengan semena-mena. Tawanan diperlakukan dengan baik, bahkan ada 600 orang yang dilepaskan secara cuma-cuma.
Tokoh Yang Terlibat
1. Nabi Muhammad
Nabi Muhammad adalah salah satu pemimpin dalam Perang Hunain. Ia bersama sahabat-sahabatnya mengatur strategi dan memberikan komando kepada pasukan. Beliau juga merupakan pihak yang selalu mengingatkan jika pasukannya melakukan sesuatu yang menyimpang. Perjuangannya dalam Perang Hunain perlu diapresiasi.
2. Kaum Badui
Kaum Badui tinggal di wilayah Thaif. Keturunannya tersebar di Timur Tengah dan Afrika utara. Di dalam kaum ini, terdapat perpecahan kaum, di antaranya adalah Bani Tsaqif. Perpecahan tersebut membentuk satu persekutuan yang disebut dengan Bani Hawazin. Bani Hawazin beberapa kali menghadapi perlawanan yang dilakukan oleh kaum quraisy di Mekkah.
Setelah kaum muslimin berhasil menaklukkan Mekkah, banyak kaum Badui yang mengakui Nabi Muhammad sebagai pemimpin tanpa perlawanan. Namun, beberapa kaum lain dari Bani Hawazin tidak mau mengakui hal tersebut. Mereka masih menganggap Mekkah adalah saingan.
Akhirnya muncul peperangan karena tidak adanya persatuan. Dari perang tersebut, kemenangan didapatkan oleh kaum muslimin.
3. Bani Tsaqif
Nabi Muhammad pertama kali mengunjungi Bani Taqif pada tahun kesepuluh pasca dakwahnya dimulai. Pada masa itu, Bani Tsaqif masih memuja berhala sebagai Tuhan mereka. Dalam rencana pengepungan Kota Thaif, Bani Hawazin dan Bani Tsaqif masih bisa bertahan.
Setelah Perang Hunain, Bani Tsaqif belum masuk Islam. Mereka baru mau ikut masuk Islam setelah Perang Tabuk.
4. Ali Bin Abi Thalib
Ia adalah salah satu golongan pertama yang masuk Islam karena menjadi sahabat Nabi Muhammad. Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah pada tahun 656 sampai 661. Ada banyak peperangan yang telah ia ikuti bersama dengan Nabi Muhammad.
Berdasarkan silsilah keluarga, Ali adalah sepupu Nabi Muhammad. Dalam berbagai peperangan, kecuali Perang Tabuk, Ali selalu dipilih menjadi pemimpin. Hal tersebut dilakukan Nabi Muhammad karena Ali memiliki taktik perang yang cukup baik, terutama dalam keadaan terjepit. Keahliannya telah dibuktikan saat kaum muslimin mengalami keadaan terjepit dalam Perang Hunain.
5. Malik Bin Auf Dari Bani Nahsr
Malik adalah seorang yang berasal dari Bani Nahsr. Bani Nahsr terkenal dengan kehebatannya dalam peperangan. Akhirnya, Malik dipilih menjadi panglima Perang Hunain. Berkat kepemimpinannya, Perang Hunain mendapatkan kemenangan bagi pihak kaum muslimin.
6. Duraid Bin Sima
Duraid bin Sima juga merupakan salah satu tokoh penting dalam Perang Hunain. Ia adalah salah satu pemimpin atau komandan dalam Perang Hunain. Berkat bantuannya, kaum muslimin bisa mendapatkan kemenangan di dalam Perang Hunain.
Hikmah Perang Hunain
Berikut adalah beberapa hikmah tersebut:
1. Terdapat pembelajaran mengenai hukum yang ada di dalam Islam
2. Terdapat pembelajaran mengenai hukum kausalitas atau hukum sebab akibat
3. Berhati-hati dengan sifat sombong yang menipu (ghurur)
4. Kebiasaan untuk selalu sesegera mungkin melakukan seruan yang terdapat di dalam Al Quran serta sunnah-sunnahnya
5. Tidak boleh berpatokan dengan jumlah pasukan saat perang karena jumlah yang lebih banyak belum tentu menang
6. Melakukan jihad tidak berarti kita iri terhadap kaum kafir
7. Penguasa diperbolehkan meminjam senjata dari kaum kafir jika itu digunakan untuk memerangi musuh kaum muslimin
8. Pelajaran untuk tidak membunuh wanita, anak-anak, serta budak
Nah, itu tadi adalah penjelasan mengenai Perang Hunain yang akhirnya dimenangkan oleh kaum muslimin. Dalam perang tersebut, banyak pelajaran yang bisa dicontoh dan dipraktekkan di masa sekarang ini. Salah satunya adalah kesetiakawanan yang dimiliki oleh para sahabat Nabi Muhammad. Meskipun semua pasukan yang dibawa kabur untuk menghindari serangan, sahabat Nabi Muhammad masih setia menemani beliau di medan perang. Justru mereka membantu Nabi Muhammad mengumpulkan pasukannya.
PERANG THAIF
Thaif juga tercatat dalam sejarah Islam karena kaum Muslim di era Rasulullah SAW pernah mengalami Perang Thaif. Setelah pasukan kaum Muslim berhasil memukul mundur pasukan tentara Hawazin dan Tsaqif dalam Perang Hunain, pasukan tentara Muslim terus mengejar mereka hingga ke Thaif. Upaya itu dilakukan untuk mematikan kekuatan kaum kafir yang selalu memerangi umat Islam.
Sebelum melarikan diri ke Thaif, pasukan Hawazin dan Tasif sempat dikejar hingga Nakhlah dab Autas. Namun, tentara kafir masih bisa melarikan diri hingga ke Kota Thaif. Di kota itulah, orang-orang Tsaqif melarikan diri. Bahkan, di kota itu pula panglima tentara Hawazin, Malik bin Auf an-Nasri, bersembunyi.
Kota Thaif sangat strategis digunakan untuk melarikan diri bagi tentara musuh. Betapa tidak, wilayah itu dikelilingi perbukitan dengan pagar-pagar serta benteng-benteng pertahanan yang kokoh. Tak ada jalan yang bisa menembus ke sana, kecuali beberapa pintu yang sudah ditutup oleh orang-orang Tsaqif, tuturnya.
Mereka menutup pintu masuk ke Thaif setelah menyimpan perbekalan yang diperkirakan bisa mencukupi kebutuhan selama satu tahun dan mempersiapkan segala peralatan perang. Menurut Dr Akram, pasukan tentara Muslim sampai di Thaif pada 20 Syawal. Tentara kaum Muslim belum sempat beristirahat setelah Perang Hunain dan mengejar musuh hingga ke Nakhlah dan Authas yang dimulai pada 10 Syawal.
Menurut riwayat Urwah bin az-Zubair dan Musa bin Uqbah dalam As-Sunan al-Kubra, pasukan tentara Muslim mengepung Thaif selama belasan malam. Menurut Dr Akram, ada pula riwayat yang menyebutkan, pengepungan itu berlangsung selama 25 hari, 30 hari, dan 40 hari.
Kedatangan kaum Muslim ke Thaif melalui jalan lama, yakni dari arah selatan. Pasukan tentara Muslim sampai di Thaif setelah melewati Nakhlah al-Yamaniyah, kemudian Qarnul Manazil, sejauh 80 kilometer dari Makkah dan 53 kilometer dari arah Thaif. Jalur selatan dipilih karena bagian utara dipagari gunung-gunung yang sulit didaki.
Jalur selatan dipilih karena Rasulullah SAW mencoba menghalangi antara kaum Tasqif dan sekutunya dari suku Hawazin yang ada di sebelah tenggara Thaif, papar DR Akram. Â Dalam Perang Thaif, pasukan kaum Muslim diserang dengan anak-anak panah yang dilesatkan kaum Tasqif.
Mengurung kaum Tsaqif di Thaif membutuhkan pengorbanan yang begitu besar. Ibnu Ishaq menyebutkan, sebanyak 12 sahabat gugur dalam perang itu. Sedangkan dari musuh, hanya tiga orang yang tewas. Rasululah sama sekali tak mau membinasakan kaum Tsaqif. Beliau justru berharap agar orang-orang Tsaqif bisa ditaklukkan dan masuk Islam.
Sebab, kaum itu adalah orang-orang cerdik dan pintar. Rasulullah SAW pun berdoa: Ya Allah, berilah petunjuk bagi orang-orang Tsaqif. Hingga akhirnya, doa dan harapan Rasulullah itu tercapai. Kaum Tsaqif sempat mengirimkan utusannya menghadap Nabi SAW dan menyatakan keislamannya.Â
PERANG TABUK
Sebab peperangan ADVERTISEMENT Penaklukan kota Makkah (fatu makkah) merupakan puncak kemenangan bagi umat Islam karena Makkah sudah berada dalam kekuasaan Muslim dan orang-orang musyrik berbondong-bondong memeluk Islam. Hanya saja masih ada kekuatan besar imperium Romawi yang menjadi ancaman. Konflik antara Muslim dan Romawi sendiri sudah dimulai sejak terbunuhnya duta Rasulullah bernama Al-Harits bin Umair di tangan Syurahbil bin Amr al-Ghassani. Setelah terbunuhnya Al-Harits, Rasulullah mengirim pasukan di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah untuk menyerang pasukan Romawi di Mu'tah. Setelah peperangan itu, ternyata sejumlah kabilah Arab mulai melepaskan diri dari Qaishar Romawi dan bergabung dengan umat Islam. Menyadari hal ini, Romawi segera mengambil sikap sebelum umat Islam benar-benar menjelma pasukan yang sangat kuat dan sulit dikalahkan. Imperium Romawi pun mulai menyiapkan kekuatan besar untuk menghancurkan pasukan Muslim. Ternyata kabar rencana penyerangan itu terdengar ke telinga umat Muslim kendati masih samar-samar. Sadar bahwa Romawi merupakan imperium raksasa paling ditakuti pada masanya, membuat masyarakat Muslim di Madinah gelisah. Khawatir jika tiba-tiba Romawi datang menggempur mereka dan meluluhlantakkan Madinah. ADVERTISEMENT Kekhawatiran itu semakin besar. Bahkan jika terdengar suara ganjil, umat Muslim berprasangka buruk terlebih dulu, jangan-jangan imperium Romawi sudah tiba di Madinah. Hal serupa juga dialami oleh Nabi, bahkan beliau sampai menjauh dari istri-istri dulu selama satu bulan. Suasana ini semakin diperparah dengan ulah orang-orang munafik yang berkasak-kusuk tentang persiapan pasukan Romawi. Ketidakpastian informasi tersebut akhirnya berakhir ketika datang serombongan orang  dari Syam ke Madinah sambil membawa minyak. Mereka menginfokan bahwa Heraklius, sang raja Romawi, sudah menyiapkan pasukan besar dengan kakuatan 40.000 prajurit. Kabilah-kabilah Arab Nasrani seperti Lakhm, Judzam, dan lainnya juga turut bergabung. Keputusan pasukan Muslim ADVERTISEMENT Menyadari kondisi yang betul-betul genting, Rasulullah segera mengambil keputusan setelah melalui pertimbangan militer cukup matang. Beliau tidak ingin pasukan Muslim hanya menunggu imperium Romawi di Madinah dan membiarkan mereka menjarah wilayah-wilayah yang sudah berada di bawah kekuasaan Muslim. Rasulullah akhirnya memutuskan untuk keluar dari Madinah dan menyerang imperium terkuat pada masanya itu. Setelah keputusan bulat, beliau segara melakukan konsolidasi dengan mengirim sejumlah utusan untuk mengajak kabilah-kabilah Arab agar bergabung. Tidak hanya itu, beliau juga mengumumkan secara langsung seruan perang ini. Sesuatu yang baru kali ini beliau lakukan. Setelah mendengar seruan ini, orang-orang Muslim dengan sigap bersiap siaga dan berlomba-lomba memberikan sumbangan untuk kebutuhan perang. Utsman bin Affan menyumbang senilai 900 ekor unta dan 100 ekor kuda, belum termasuk uang kuntan; Abdurrahman bin Auf menyumbang 200 uqiyah perak, Abu Bakar menyerahkan semua hartanya senilai 4000 dirham, dan masih banyak lagi. Berangkat ke Tabuk Setelah persiapan matang, pasukan Muslim pun bergerak ke arah utara menuju Tabuk dengan membawa 30.000 prajurit, 10.000 lebih sedikit dibanding jumlah perajurit Romawi. Sekalipun begitu banyak sumbangan yang berhasil terkumpul, ternyata belum mencukupi untuk pasukan sebanyak itu. Saking kekurangannya, sampai-sampai delapan belas prajurit hanya mendapat satu ekor unta. Bahkan untuk bisa minum saja mereka harus menyembelih unta tersebut agar bisa mengambil air di punuknya dan dagingnya untuk dimakan. (Safyurrahman al-Mubarakfuri, h. 364-365) Sementara Rasulullah sendiri menitipkan keluarganya di Madinah kepada Ali bin Abi Thalib. Mengetahui hal itu, orang-orang munafik menghasut Ali agar pergi perang dan meninggalkan ahlul bait. Hasutan itu gagal dan Rasulullah berkata kepada Ali, "Tidakkah engkau senang, hai Ali. Kau bagiku seperti kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku." (Abdussalam Harun, Tahdzbus Srah Ibnu Hisym, [Beirut: Muassasar ar-Risalah, 1985], h. 288) Setibanya di Tabuk, Rasulullah berpidato di hadapan pasukan dan menyemangati mereka. Semangat mereka berkobar dan siap untuk bertempur. Di sisi lain, pasukan Romawi yang mendengar kabar bahwa Rasulullah telah menggalang pasukan, mentalnya menciut sehingga tidak berani maju dan malah pasukan mereka terpencar ke wilayah sendiri-sendiri. Ringkas hikayat, pihak musuh mengajak berdamai dengan membayar upeti. Dengan ini, kemenangan berada di pihak kaum Muslim, kendati tidak sampai terjadi pertempuran. Sejak saat itu, pasukan Muslim semakin digdaya karena berhasil mengalahkan imperium raksasa Romawi. Kabilah-kabilah Arab yang sebelumnya mendukung Romawi pun kini bergabung bersama pasukan Muslim
HAJI WADA
Segala sesuatu akan ada akhirnya. Setiap kisah, ada penutupnya. Manusia datang, kemudian mereka pergi. Awalnya mereka mengucapkan salam pertemuan, lalu kemudian mereka berlalu dengan perpisahan. Hal demikian terjadi pada setiap orang, tidak terkecuali nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau datang dengan risalah dari sisi Rabnya, setelah sempurna apa yang diperintahkan kepada beliau. Saat itulah beliau kembali menuju Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalam perjalanan hidup Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, salah satu momen besar yang menjadi perpisahan beliau dengan umatnya adalah peristiwa haji wada', haji perpisahan.
Saat itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memperlihatkan sebagian buah dari dakwah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebelum beliau berpulang ke Rafiqul A'la, beliau diperlihatkan hampir semua wilayah di Jazirah Arab telah menerima cahaya Islam. Orang-orang berbondong-bondong memeluk agama Allah. Agama Islam telah kokoh. Bendera-bendera tauhid telah berkibar di berbagai tempat. Dan Mekah telah kembali kepada hakikatnya, dimana Allah ditauhidkan dan tidak disekutukan dengan sesuatu apapun.
Tanda Wafat Nabi Sebagai Peringan Musibah
Pada akhir tahun 10 H, tampaklah beberapa tanda yang mengindikasikan bahwa ajal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah dekat. Hal ini merupakan salah satu bentuk rahmat dan kasih sayang Allah kepada kaum muslimin. Dengan tanda-tanda tersebut mereka bisa mempersiapkan jiwa mereka untuk menerima suatu musibah berat yang akan menimpa mereka. Karena tidak ada musibah yang lebih berat bagi para sahabat melebihi musibah ditinggal oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Di antara tanda-tanda tersebut adalah ditaklukkannya Kota Mekah, masuk Islamnya tokoh-tokoh Bani Tsaqif di Thaif, kedatangan delegasi dan utusan negara-negara non-Islam menuju Madinah untuk memeluk Islam, dll. Ini beberapa tanda yang menunjukkan sudah dekatnya ajal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam an-Nasa-i meriwayatkan dalam kitab Tafsirnya, bahwa Ibnu Abbas mengatakan tentang surat an-Nashr ini: "Ketika diturunkan, ia (surat an-Nashr) mengabarkan wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka beliau lebih meningkatkan ketekunan dalam urusan akhirat" (Tafsir an-Nasa-i).
Sebelumnya, pada bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf selam 20 hari, padahal di tahun-tahun sebelumnya beliau hanya melakukannya 10 hari saja. Saat i'tikaf adalah saat dimana seseorang menyibukkan diri beribadah kepada Allah dan mengurangi interaksi dengan orang di sekitarnya. Ini merupakan pembelajaran dan persiapan bagi para sahabat. Beliau mengurangi dan sedikit berinteraksi dengan mereka, sebelum nanti beliau akan meninggalkan mereka selamanya.
Demikian juga di bulan Ramadhan di tahun tersebut, Jibril yang biasanya menyimak bacaan Alquran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam satu kali khatam. Namun pada tahun itu Jibril menyimak dengan dua kali khatam.
Sesungguhnya Jibril 'alaihissalam menyimak Alquran yang dibacakan Nabi sekali pada setiap tahunnya, dan pada tahun wafatnya Nabi, Jibril menyimaknya dua kali. (Muttafaqun 'alaihi).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga berpesan kepada Muadz bin Jabal yang beliau utus ke Yaman. Beliau bersabda,
"Wahai Muadz sesungguhnya engkau mungkin tidak bertemu aku lagi setelah tahun ini, dan mungkin saja engkau akan melewati masjidku ini dan kuburanku ini." Maka Mu'adz pun menangis takut berpisah dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (HR. Ahmad).
Pada bulan Dzul Qa'dah tahun 10 H, mulailah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mempersiapkan diri untuk menunaikan haji yang pertama sekaligus yang terakhir dalam kehidupan beliau. Yang kemudian dicatat sejarah dengan istilah haji wada'. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyeru kaum muslimin dari berebagai kabilah untuk menunaikan ibadah haji bersamanya. Diriwayatkan, jamaah haji pada tahun itu berjumlah lebih dari 100.000 orang bahkan lebih.
Haji Wada'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat dari Madinah menuju Mekah saat bulan Dzul Qa'dah tersisa empat hari lagi. Beliau berangkat setelah menunaikan shalat zuhur dan sampai di Dzil Hulaifah sebelum ashar. Di tempat itu, beliau menunaikan shalat ashar dengan qashar, kemudian mengenakan pakaian ihram.
Setelah menempuh delapan hari perjalanan, sampailah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di tanah kelahirannya, tanah suci Mekah al-Mukaramah. Beliau berthawaf di Ka'bah, setelah itu sa'i antara Shafa dan Marwa.
Pada tanggal 8 Dzul Hijjah 10 H, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat menuju Mina. Beliau shalat zuhur, ashar, maghrib, dan isya di sana. Kemudian bermalam di Mina dan menunaikan shalat subuh juga di tempat itu.
Setelah matahari terbit, beliau berangkat menuju Arafah. Setelah matahari mulai bergeser, condong ke Barat, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mulai memberikan khotbah. Dan tempat dimana beliau berkhothbah, dibangun sebuah masjid pada pertengahan abad ke-2 H oleh penguasa Abbasiyah dan diberi nama masjid Namirah. Di akhir khotbahnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
. .
Kalian akan ditanya tentangku, apakah yang akan kalian katakan? Jawab parahabat: kami bersaksi bahwa sesungguhnya engkau talah menyampaikan (risalah), telah menunaikan (amanah) dan telah menasehati. Maka ia berkata dengan mengangkat jari telunjuk kearah langit, lalu ia balikkan ke manusia: Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah, sebanyak 3x" (HR. Muslim).
Setelah beliau berkhotbah, Allah Ta'ala menurunkan ayat:
"...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu..." (QS. Al-Maidah: 3).
Pada saat turun ayat tersebut, Umar bin Khattab pun menangis. Lalu ditanyakan kepadanya, "Apa yang menyebabkanmu menangis?"
Umar menjawab, "Sesungguhnya tidak ada setelah kesempurnaan kecuali kekurangan."
Dari ayat tersebut, Umar merasakan bahwa ajal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah dekat. Apabila syariat telah sempurna, amak wahyu pun akan terputus. Jika wahyu telah terputus, maka tiba saatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kembali ke haribaan Rabnya Jalla wa 'Ala. Dan itulah kekurangan yang dimaksud Umar, yakni kehilangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dari sini juga kita mengetahui keagungan Kota Mekah; di sanalah syariat yang suci ini dimulai dan di sana pula syariat disempurnakan.
Dalam kesempatan lainnya, -di Mina- Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kembali berkhotbah:
"Sesungguhnya setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo'dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya'ban." (HR. Bukhari).
Kemudian beliau bersabda, "Bulan apa ini?" Kami (para sahabat) menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama bulan ini.
Lalu beliau kembali bersabda, "Bukankah ini bulan Dzul Hijjah?" Para sahabat menjawab, "Betul."
Beliau melanjutkan, "Negeri apa ini?" Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama tempat ini.
Lalu beliau bersabda, "Bukankah ini negeri al-haram?" Kami menjawab, "Iya, ini tanah haram."
Beliau melanjutkan, "Lalu, hari apa ini?" Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau kembali diam sampai-sampai kami mengira beliau akan mengganti nama hari ini.
Lalu beliau bersabda, "Bukankah ini hari nahr (menyembelih kurban)?" Kami menjawab, "Iya, ini hari nahr."
Kemudian beliau bersabda,
"Sesungguhnya darah dan harta kalian haram seperti sucinya hari kalian ini di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini sampai hari dimana kalian berjumpa dengan Rabb kalian. Bukankah aku telah menyampaikan?"
Para sahabat menjawab, "Iya, Anda telah menyampaikan."
"Maka, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung. Janganlah kalian kembali kufur sepeninggalanku, sebagian kalian saling membunuh sebagaian lainnya."
Setelah khotbah ini, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mencukur rambutnya kemudian menunggangi kendaraannya berangkat menuju Mekah untuk melakukan thawaf ifadhah dan shalat zuhur di Mekah. Di sana beliau meminum air zamzam. Setelah itu, kembali lagi ke Mina dan bermalam di sana.
Pada tanggal 11 Dzul Hijjah, saat matahari mulai tergelincir ke barat, beliau menuju jamarat untuk melempar jumrah. Dan di sana beliau kembali berkhotbah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Nadhrah, Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Ingatlah bahwa Rabb kalian itu satu, dan bapak kalian juga satu. Dan ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang ajam (non-Arab), tidak pula orang ajam atas orang Arab, tidak pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak pula orang berkulit hitam di atas orang berkulit merah; kecuali atas dasar ketakwaan."
Kemudian beliau bertanya, "Bukankah aku telah menyampaikan?"
Para sahabat menjawab, "Rasulullah telah menyampaikan."
Setelah itu beliau mengingatkan kembali tentang haramnya mengganggu harta, menumpahkan darah, dan menciderai kehormatan. Lalu memerintahkan para sahabat untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menetap di Mina di hari tasyrik yang ke-3. Setelah itu menuju ke Mekah untuk melaksanakan thawaf wada'. Kemudian beliau langsung berangkat menuju Madinah. Dan berakhirlah prosesi haji yang beliau lakukan.
Inilah momen terbesar berkumpulnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan umatnya untuk terakhir kalinya. Beliau mengulang-ulang ucapan "bukankah aku telah menyampaikan?" persaksian dari umatnya sendiri bahwa beliau telah menyampaikan risalah yang telah Allah amanahkan kepada beliau. Sekaligus sebagai pertanda sudah dekatnya ajal beliau.
Kurang lebih tiga bulan kemudian, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan dunia fana ini menuju Rabbnya. Beliau berpisah dengan sahabat-sahabatnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menunaikan amanah, menasihati umat, dan telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Terimakasih sudah membaca artikel ringkasan Siroh Nabawiyyah, dari pra kelahiran sampai saat-saat tersedih wafatnya Nabi Shallallahu a'laihi Wassalam. Di artikel yang akan datang, saya akan menyajikan artikel dari segi Fiqih Siroh yang bisa menjawab kegelisahan serta kegundahan dari permasalahan yang bisa diambil ibrohnya. Bagi saya Siroh adalah urat nadi yang mampu menguatkan iman ditengah permasalahan dunia yang menuntut solusi secara akal sehat. Akal sehat yang bersumber dari al Quran yang pertama diturunkan. Yaitu surat al-Alaq ayat 1-5. Banyaklah membaca, bukan hanya membaca secara nyata, tapi juga membaca keadaaan, membaca permasalahan, membaca hal apapun yang bisa membuat kita sadar akan sejarah. Siapa Tuhan kita, siapa Nabi kita, siapa diri kita. Tautkan segala masalah kita dengan siroh, karena Nabi-pun mengalaminya, sehingga kita mampu mengatasi masalah sebagaimana Nabi mengatasinya. Wallohu a,lam bissowwab.
Sumber : Ar Rahiq al-Makhtum, Shaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 1421 H / 2001 M (edisi revisi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H