Kemudian beliau bertanya, "Bukankah aku telah menyampaikan?"
Para sahabat menjawab, "Rasulullah telah menyampaikan."
Setelah itu beliau mengingatkan kembali tentang haramnya mengganggu harta, menumpahkan darah, dan menciderai kehormatan. Lalu memerintahkan para sahabat untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menetap di Mina di hari tasyrik yang ke-3. Setelah itu menuju ke Mekah untuk melaksanakan thawaf wada'. Kemudian beliau langsung berangkat menuju Madinah. Dan berakhirlah prosesi haji yang beliau lakukan.
Inilah momen terbesar berkumpulnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan umatnya untuk terakhir kalinya. Beliau mengulang-ulang ucapan "bukankah aku telah menyampaikan?" persaksian dari umatnya sendiri bahwa beliau telah menyampaikan risalah yang telah Allah amanahkan kepada beliau. Sekaligus sebagai pertanda sudah dekatnya ajal beliau.
Kurang lebih tiga bulan kemudian, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan dunia fana ini menuju Rabbnya. Beliau berpisah dengan sahabat-sahabatnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menunaikan amanah, menasihati umat, dan telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Terimakasih sudah membaca artikel ringkasan Siroh Nabawiyyah, dari pra kelahiran sampai saat-saat tersedih wafatnya Nabi Shallallahu a'laihi Wassalam. Di artikel yang akan datang, saya akan menyajikan artikel dari segi Fiqih Siroh yang bisa menjawab kegelisahan serta kegundahan dari permasalahan yang bisa diambil ibrohnya. Bagi saya Siroh adalah urat nadi yang mampu menguatkan iman ditengah permasalahan dunia yang menuntut solusi secara akal sehat. Akal sehat yang bersumber dari al Quran yang pertama diturunkan. Yaitu surat al-Alaq ayat 1-5. Banyaklah membaca, bukan hanya membaca secara nyata, tapi juga membaca keadaaan, membaca permasalahan, membaca hal apapun yang bisa membuat kita sadar akan sejarah. Siapa Tuhan kita, siapa Nabi kita, siapa diri kita. Tautkan segala masalah kita dengan siroh, karena Nabi-pun mengalaminya, sehingga kita mampu mengatasi masalah sebagaimana Nabi mengatasinya. Wallohu a,lam bissowwab.
Sumber : Ar Rahiq al-Makhtum, Shaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 1421 H / 2001 M (edisi revisi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H